Senin, 18 September 2017

Teori Produksi Perspektif Islam

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Produksi merupakan mata rantai konsumen, yaitu menyediakan barang dan jasa yang merupakan kebutuhan konsumen. Produsen sebagaimana konsumen, bertujuan untuk memperoleh mashlahah maksimum melalui aktivitasnya. Al-Qur’an menekankan manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus mempunyai hubungan dengan kebutuhan manusia. Berarti barang itu harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan manusia, bukan untuk memproduksi barang mewah secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif.
Untuk menghasilkan barang dan jasa kegiatan produksi melibatkan banyak faktor produksi. Fungsi produksi menggambarkan hubungan antar jumlah input dengan output yang dapat dihasilkan dalam satu waktu periode tertentu. Dalam teori produksi memberikan penjelasan tentang perilaku produsen tentang perilaku produsen dalam memaksimalkan keuntungannya maupun mengoptimalkan efisiensi produksinya. Dimana Islam mengakui pemilikian pribadi dalam batas-batas tertentu termasuk pemilikan alat produksi, akan tetapi hak tersebut tidak mutlak.

B.       Rumusan Masalah
Bagimana faktor-faktor yang mempengaruhi proses produksi dan teori poduksi menurut pandangan Islam ?

C.       Tujuan
Untuk Mengetahu faktor-faktor yang mempengaruhi proses produksi dan teori poduksi menurut pandangan Islam.

PEMBAHASAN
           
A.      Faktor-Faktor Produksi
Dalam aktivitas produksinya, produsen mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat produksi, faktor produksi dibedakan menjadi faktor produksi tetap (fixed input) dan faktor produksi variabel (variabel input). Faktor produksi tetap adalah faktor produksi yang jumlah penggunaannya tidak tergantung pada jumlah produksi. Ada atau tidak adanya kegiatan produksi, faktor produksi itu harus tetap tersedia. Sementara jumlah penggunaan faktor produksi variabel tergantung pada tingkat produksinya.[1]
Dalam pandangan Baqir Sadr (1979), ilmu ekonomi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi konvensional terletak pada filosofi ekonomi, bukan pada ilmu ekonominya. Filosofi ekonomi memberikan pemikiran dengan nilai islam dan batasan syariah, sedangkan ilmu ekonomi berisi alat-alat analisis ekonomi yang dapat digunakan. Dengan kata lain, faktor produksi ekonomi islam dengan ekonomi konvensional tidak berbeda, yang secara umum dapat dinyatakan dalam :[2]
1.        Sumber Daya Alam
Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang disediakan oleh alam yang dapat dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang meliputi segala sesuatu yang ada di dalam bumi, seperti tanah, tumbuhan, hewan, udara, sinar matahari, hujan, bahan tambang dan lain sebagainya. Faktor produksi sumber daya alam merupakan faktor produksi asli karena telah tersedia di alam langsung.
2.        Sumber Daya Manusia (Tenaga kerja)
Tenaga kerja manusia adalah segala kegiatan manusia baik jasmani maupun rohani yang dicurahkan dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa maupun faedah suatu barang.
3.        Modal
Modal menurut pengertian ekonomi adalah barang atau hasil produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk lebih lanjut. Di dalam proses produksi, modal dapat berupa peralatan-peralatan dan bahan-bahan.
4.        Sumber Daya Pengusaha (Manajemen)
Sumber daya ini disebut juga kewirausahaan. Pengusaha berperan mengatur dan mengkombinasikan faktor-faktor produksi dalam rangka meningkatkan kegunaan barang atau jasa secara efektif dan efisien. Pengusaha berkaitan dengan manajemen. Karena sebagai pemicu proses produksi, pengusaha perlu memiliki kemampuan yang dapat diandalkan untuk mengkombinasikan faktor-faktor produksi, sehingga pengusaha harus mempunyai kemampuan merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan dan mengendalikan usaha.[3]
5.        Teknologi
Di era kemajuan produksi yang ada saat ini, teknologi mempunyai perananan yang sangat besar dalam sektor ini. Berapa banyak produsen yang kemudian tidak bisa survive karena adanya kompetitor lainnya dan lebih banyak yang bisa menghasilkan barang/jasa jauh lebih baik, karena didukung oleh faktor teknlogi.[4]

B.      Kurva Isoquant (Hasil Sama)
Isoquant adalah kurva yang menggambarkan kombinasi dua macam input (faktor produksi) untuk menghasilkan output/produksi yang sama jumlahnya. Padat karya adalah suatu proses produksi yang banyak menggunakan tenaga kerja (1 modal dan 20 tenaga kerja). Padat modal adalah suatu proses produksi yang banyak menggunakan modal (1 tenaga kerja dan 20 modal.)[5]
Bentuk kurva isoquant tidak pernah membentuk kurva vertikal maupun horizontal, karena lazimnya tidak mungkin untuk menghasilkan barang dalam jumlah tidak terhingga atau nol dengan menggunakan jumlah faktor produksi terbatas. Ridge line adalah garis yang membatasi batas atas dan batas produksi.[6]

C.      Kurva Isocost (Biaya Sama)
Suatu kurva yang menggambarkan biaya yang dikeluarkan oleh produsen dalam rangka berproduksi dengan menggunakan beberapa faktor input tertentu. Isocost adalah yang membatasi dan membedakan kemampuan produksi produsen. Makin besar isocost-nya, maka makin besar pula hasil yang akan dapat diperoleh dan sebaliknya. Kurva isocost berslope negative, yaitu penambahan setiap 1 unit input akan menyebabkan penurunan pemakaian input lain, sebaliknya bila input lain dikurangi maka akan menyebabkan input yang satunya akan bertambah.[7] Isocost dapat juga berslope positif, karena bila produsen menambahkan input yang satu, maka input yang lainnya juga bertambah, sebaliknya bila yang satunya dikurangi, maka yang lainnya juga berkurang yang diikuti oleh berkurangnya produksi.[8]
 
D.      Produksi Dalam Pandangan Islam
Prinsip dasar ekonomi Islam adalah keyakinan kepada Allah SWT. sebagai Rabb dari alam semesta. Dengan keyakinan akan peran dan kepemilikan absolut dari Allah Rabb semesta alam, maka konsep produksi di dalam ekonomi Islam tidak semata-mata bermotif maksimalisasi keuntungan dunia tetapi lebih penting untuk mencapai maksimalisasi keutungan akhirat.[9]
Islam pun sesungguhnya menerima motif-motif berproduksi seperti pola pikir ekonomi konvensional. Hanya bedanya, lebih jauh Islam juga menjelaskan nilai-nilai moral di samping utilitas ekonomi. Bahkan sebelum itu, Islam menjelaskan mengapa produksi harus dilakukan. Menurut ajaran Islam manusia adalah khalifatullah atau wakil Allah dimuka bumi dan berkewajiban untuk memakmurkan bumi dengan jalan beribadah kepada-Nya.
Dalam Q.S al-An’am (6) ayat 165 Allah berfirman :
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۗ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [10]

Dalam peran sebagai khalifatullah seorang produsen tentu tidak akan mengabaikan masalah eksternalitas seperti pencemaran. Bagi Islam, memproduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk dikonsumsi sendiri atau dijual ke pasar. Dua motivasi itu belum cukup, karena masih terbatas pada fungsi ekonomi. Islam secara khas menekankan bahwa setiap kegiatan produksi harus pula mewujudkan fungsi sosial. Ini tercermin dalam Q.S al-Hadiid ayat 7 :

آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ ۖ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ

Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar. [11]

Adapun beberapa prinsip produksi dalam ekonomi Islam selalu bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Beberapa prinsip produksi dalam ekonomi Islam yang berkaitan dengan maqasid al-syariah antara lain :
1.        Kegiatan produksi harus dilandasi nilai-nilai Islam dan sesuai dengan maqasid al-syariah. Tidak memproduksi barang/jasa yang bertentangan dengan penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
2.        Prioritas produksi harus sesuai dengan prioritas kebutuhan, yaitu dlaruriyat, hajiyat dan tahsiniyat.
3.        Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek keadilan, sosial, zakat, sedekah, infak dan wakaf.[12]
4.        Mengelola sumber daya alam secara optimal, tidak boros, tidak berlebihan dan tidak merusak lingkungan.
5.        Distribusi keuntungan yang adil antara pemilik dan pengelola, manajemen dan buruh.

Kaitannya dengan prinsip produksi dalam ekonomi Islam, M.M. Metwally berpendapat bahwa fungsi kepuasan perusahaan (produsen) tidak hanya dipengaruhi oleh variabel tigkat keuntungan, tetapi juga oleh variabel pengeluaran yang bersifat sosial dalam bentuk charity atau good deeds. Oleh karena itu perusahaan Islami harus dapat mencapai tingkat keuntungan yang wajar guna mempertahankan kegiatan usahanya dengan mencoba memaksimumkan fungsi daya guna.
Fungsi daya guna tersebut merupakan fungsi dari jumlah pengeluaran untuk sedekah, dengan kendala keuntungan setelah pembayaran zakat, yang besarnya kurang dari tingkat minimum yang aman buat perusahaan. Pengeluaran perusahaan untuk charity atau good deeds akan meningkatkan permintaan akan produksi. Berarti tingkat pengeluaran untuk sedekah menghasilkan efek penggandaan terhadap kenaikan kemampuan beli masyarakat.[13]

E.       Nilai-Nilai Islam dalam Produksi
Upaya produsen untuk memperoleh mashlahah yang maksimum dapat terwujud apabila produsen mengaplikasikan nilai-nilai Islam. Dengan kata lain, seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang islami, seagaimana dalam kegiatan konsumsi. Sejak dari kegiatan mengorganisasikan faktor produksi, proses produksi, hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen semuanya harus mengikuti moralitas dan aturan teknis yang dibenarkan oleh aturan Islam.
Nilai-nilai islam yang relevan dengan produksi dikembangkan dari tiga nilai utama dalam ekonomi Islam, yaitu : khilafah, adil dan takaful. Secara lebih rinci nilai-nilai Islam dalam produksi meliputi :[14]
1.        Berwawasan jangka panjang.
2.        Menepati janji dan kontrak, yaitu tidak akan pernah mengkhianati kontrak kerja yang disepakati hanya untuk mencari keuntungan yang lebih besar.
3.        Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran. Hal ini akan berimbas pada peningkatan kepercayaan konsumen kepada produsen.
4.        Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis, yaitu mampu memenuhi batas waktu dalam setiap kontrak kerjanya.
5.        Memuliakan prestasi atau produktivitas. Semakin tinggi tingkat produktivitas, semakin besar pula reward yang diterima individu tersebut.
6.        Mendorong ukhuwah antara sesama pelaku ekonomi. Persaingan yang dalam ekonomi Islam bukanlah persainan yang saling mematikan, melainkan persaingan yang menjunjun tinggi prinsip dan aturan syariat.
7.        Menghormati hak milik individu, tidak mengambil hak milik orang lain.
8.        Mengikuti syarat syah dan rukun akad/transaksi.
9.        Adil dalam bertransaksi, tidak boleh ada eksploitasi dalam ekonomi Islam. Kedua belah posisi berada pada posisi yang seimbang.
10.    Memiliki wawasan sosial sehingga harus ada dana yang dialokasikan yang ditujukan untuk keperluan sosial dan di jalan Allah SWT.
11.    Pembayaran upah tepat waktu dan layak, tidak boleh mengeksploitasi hak-hak karyawan.
12.    Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam Islam, meskipun memberikan keuntungan yang lebih tinggi.[15] 

Penerapan nilai diatas dalam produksi tidak saja akan mendatangkan keuntungan bagi produsen, tetapi sekaligus mendatangkan berkah. Kombinasi keuntungan dan berkah yang diperoleh oleh produsen merupakan satu mashlahah yang akan memberi kontribusi bagi tercapainya falah.[16]

F.       Mekanisme Produksi Islami
Dari faktor produksi yang ada maka faktor modal harus mendapatkan perhatian dari perspektif Islam. Modal dalam ekonomi konvensional berhubungan dengan bunga, namun di dalam Islam bunga adalah hal yang dilarang (riba). Gambaran mekanisme produksi islami dapat dilakukan dengan menggunakan analisis kurva atau grafis yang menunjukan hubungan antara jumlah barang yang diproduksi dan biaya yang dikeluarkan.
1.        Kurva Biaya (Cost)
Untuk memproduksi suatu produk tertentu dibutuhkan biaya tetap (FC) dan biaya keseluruhan (TC). Produk yang dihasilkan dijual untuk mendapatkan penerimaan, maka akan ditemukan toral penerimaan dari hasil penjualan produk atau disebut total revenue (TR). Hubungan antara FC, TC, dan TR dapat digambarkan dalam grafik berikut :


Besarnya biaya FC tidak dipengaruhi oleh berapa banyak output atau produk yang dihasilkan.[17] Oleh karena itu garis FC digambarkan sebagai garis horisontal. Contoh : salah satunya adalah biaya bunga yang harus dibayar produsen, besarnya beban bunga yang harus dibayar bergantung pada berapa banyaknya kredit yang diterima produsen, bukan pada berapa banyaknya output yang dihasilkan.
Variabel cost adalah biaya yang besarnya ditentukan langsung oleh berapa banyak output yang dihasilkan. Total cost adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang (TC = FC + VC). Total penerimaan (total revenue) adalah jumlah penerimaan yang diperoleh dari penjualan produk yang dapat dijual.


Dengan adanya beban bunga besarnya biaya tetap naik, dengan demikian biaya keseluruhan naik. Maka besarnya Q bergeser dari Q1 ke Q2. Total penerimaan dalam mekanisme bunga sama sekali tidak akan berpengaruh. Artinya TR = TRi.[18]

2.        Kurva Penerimaan (Revenue)
Total penerimaan merupakan hal penting dalam mekanisme non bunga atau bagi hasil. Oleh karena itu penetapan nisbah merupakan hal yang mempengaruhi penerimaan. Dalam kaitannya dengan penerimaan ada tiga model, yaitu : Revenue Sharing (rs), Profit Sharing (ps) dan Profit and Lose Sharing (pls).
a.         Revenue Sharing
Revenue Sharing adalah mekanisme bagi hasil di mana seluruh biaya ditanggung oleh pengelola modal. Sementara pemilik modal tidak menanggung biaya produksi. Bergesernya kurva total penerimaan dari TR menuju TRrs, titik BEP yang tadinya berada pada jumlah Q akan bergeser ke Qrs.


Mekanisme revenue sharing memiliki persamaan dan perbedaan dengan mekanisme bunga. Persamaannya adalah bergesernya Q ke Qi/Qrs, (bahwa Qi > Q dan Qrs > Q) pada kedudukannya di titik BEP, sementara perbedaannya adalah jika mekanisme bunga yang bergerak adalah kurva biaya tetap dan biaya total, namun pada mekanisme revenue sharing kurva yang bergeser adalah kurva total penerimaan (TR) searah jarum jam. Apakah Qi > Qrs atau Qi < Qrs atau Qi=Qrs adalah ditentukan oleh seberapa besar bunga dibandingkan dengan berapa nisbah bagi hasil.
b.         Profit Sharing
Dalam akad muamalah Islam, dikenal akad mudharabah yaitu akad yang disepakati antara pemilik modal dengan pelaksana usaha mengenai nisbah bagi hail sebagai pedoman pembagian keuntungan. Namun jika usaha tersebut mengalami kerugian, maka seluruh kerugian akan ditanggung oleh pemodal 100%.[19]


Pada profit sharing seluruh biaya ditanggung oleh pemodal, maka yang dibagi adalah keuntungan. Kurva TR pada mekanisme bagi hasil akan berputar dengan poros titik BEP (BEP sebagai tanda mulai terjadinya keuntungan). Tingkat produksi sebelum titik BEP mencapai (Q < Qps) adalah keadaan dimana biaya lebih besar daripada total penerimaan (TC > TR) dan sebaliknya. Putaran TRps akan terjadi hanya berkisar antara kurva TR dengan TC, yaitu ruang yang menggambarkan besarnya keuntungan.
Disamping akad mudharabah, ada akad Musyarakah. Pada akad ini kedua belah pihak menyepakati nisbah bagi hasil dan penangungan kerugian sesuai dengan penyertaan modalnya. Mulut buaya sebelum titik BEP adalah menunjukan kondisi kerugian, sedang mulut buaya di atas titik BEP adalah menunjukan kondisi keuntungan.
c.         Profit and Loss Sharing
Dalam akad bagi untung dan bagi rugi dapat dilakukan pada akad syirkah. Bagi untung dan bagi rugi tidak terjadi secara simetris, karena adanya dasar yang berbeda. Bagi untung didaasarkan pada nisbah, sementara bagi rugi didasarkan pada besaran penyertaan modal. Bagi untung terjadi antara kurva TR dan TC dan bagi rugi terjadi antara kurva TC dan TR, dengan sumbu putaranna dari titik 0. Obyek yang dibagi hasilkan adalah TR-TC.

3.        Efisiensi Produk
Efisiensi produk menurut kriteria ekonomi harus memenuhi salah satu dari dua kriteria : Minimalisasi biaya untuk memproduksi jumlah yang sama dan Optimalisasi produksi dengan jumlah biaya yang sama.[20] Dengan kriteria ini, mana yang lebih efisien sistem produksi dengan sistem bunga atau dengan sistem bagi hasil :
a.         Minimalisasi biaya untuk memproduksi jumlah yang sama.


Ternyata untuk jumlah produk yang sama, biaya total sistem bagi hasil (TCrs) selalu lebih kecil  dibandingkan biaya total dengan sistem bunga (TCi). Jadi menurut kriteria ini, produksi dengan sistem bagi hasil lebih efisien dibanding sistem bunga.[21]
b.        Maksimalisasi Produksi untuk biaya yang sama


Dengan membuat garis horisontal dari sumbu biaya (jumlah biaya yang sama), maka total produk untuk revenue sharing lebih besar diandingkan dengan total produk sistem bunga (Qrs > Qi). Jadi menurut kriteria ini produksi dengan sistem bagi hasil lebih efisien dibanding sistem bunga.
c.         Implikasi Lain : Pola yang sama dapat dilakukan untuk sistem yang lainnya, yaitu profit sharing dan profit and loss sharing.


Kurva diatas dapat diketahui, jumlah Qi < Qps < Qrs. Besar kecilnya Qps sengan Qrs sangat dipengaruhi oleh besarnya nisbah yang disepakati.[22] Jadi sistem bagi hasil bukan saja lebih efisien, tetapi juga akan mendorong produsen untuk berproduksi pada skala ekonomi yang lebih besar.[23]



KESIMPULAN

Produksi adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif). Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi konvensional, tujuan produksi dalam islam yaitu memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
Kegiatan produksi dalam persfektif ekonomi Islam pada akhirnya mengerucut pada manusia dan eksistensinya, yaitu mengutamakan harkat manusia. Walaupun dalam ekonomi Islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum Islam. Mashlahah bagi produsen terdiri dari dua komponon, yaitu keuntungan dan keberkahan. Seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang Islami, sebagimana juga dalam kegiatan konsumsi. Secara lebih rinci nilai-nilai ini misalnya adalah berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi pada tujuan akhirat.









DAFTAR PUSTAKA


Arif, M. Nur Rianto Al. 2015. Pengantar Ekonomi Syariah Teori dan Praktik, Bandung : CV Pustaka Setia.

Fauzia, Ika Yunia, Dr. Lc., M.Ec dan Dr. Abdul Kadir Riyadi, Lc, M.S.Sc. 2015. Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqasid al-syariah, Jakarta : Prenadamedia Group.

Karim, Adiwarman, Ir. S.E., M.A. 2002. Ekonomi Mikro Islami, Jakarta : IIIT Indonesia.

Mawardi. 2007. Ekonomi Islam, Pekanbaru: Alaf Riau, 2007.

Muhammad, Drs. M.Ag. 2004. Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.

Nasution, Mustafa Edwin et al. 2006. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), 2014. Ekonomi Islam. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.




[1] Dr. Ika Yunia Fauzia, Lc., M.Ec dan Dr. Abdul Kadir Riyadi, Lc, M.S.Sc., Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqasid al-syariah, (Jakarta : Prenadamedia Group, 2015), hlm. 118.  
[2] Ir. Adiwarman Karim, S.E., M.A., Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta : IIIT Indonesia, 2002), hlm. 81.
[3] Mawardi, Ekonomi Islam, (Pekanbaru: Alaf Riau, 2007), hlm. 69-72.
[4] Dr. Ika Yunia Fauzia, Lc., M.Ec dan Dr. Abdul Kadir Riyadi, Lc, M.S.Sc., Prinsip Dasar Ekonomi Islam...hlm. 121.
[5] Drs. Muhammad, M.Ag., Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta, 2004), hlm. 258.
[6] Ibid., hlm. 259.
[7] Ibid., hlm. 259.
[8] Ibid., hlm. 260.
[9] Mustafa Edwin Nasution, et al., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm.104.
[10] Ibid., hlm.105.
[11] Ibid., hlm.106.
[12] Dr. Ika Yunia Fauzia, Lc., M.Ec dan Dr. Abdul Kadir Riyadi, Lc, M.S.Sc., Prinsip Dasar Ekonomi Islam...hlm. 128.  
[13] Ibid., hlm. 129.
[14] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 252.
[15] M. Nur Rianto Al Arif, Pengantar Ekonomi Syariah Teori dan Praktik, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2015), hlm. 218.
[16] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi...hlm. 252.
[17] Drs. Muhammad, M.Ag., Ekonomi Mikro...hlm. 261.
[18] Ibid., hlm. 262.
[19] Ibid., hlm. 264.
[20] Ibid., hlm. 265.
[21] Ir. Adiwarman Karim, S.E., M.A., Ekonomi Mikro...hlm. 89.
[22] Drs. Muhammad, M.Ag., Ekonomi Mikro...hlm. 265.
[23] Ir. Adiwarman Karim, S.E., M.A., Ekonomi Mikro...hlm. 91.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar