Sabtu, 24 Februari 2018

Teori Perdagangan Internasional

PERKEMBANGAN
TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL



M A K A L A H

Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah : Ekonomi Internasional
Dosen Pengampu : Ubaidillah, S.E., M.E.I

Disusun Oleh :
1.    Afri Maialim Bakti                                 (1423203038)
2.    Harry Faishal Aqmal                             (1522201091)
3.    Ifan Mu’arif                                          (1522201092)
4.    Iqbal Adib Khawari                              (1522201094)
5.    Syahidun Najib                         (1522201108)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
PURWOKERTO

2017


PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Untuk memenuhi kebutuhan manusia, pedagang mempunyai peranan yang sangat penting. Barang hasil produksi dapat tersalurkan ke konsumen melalui para pedagang tersebut. Sekarang, kegiatan perdagangan sangat luas. Perdagangan sudah merambah wilayah antarnegara (internasional). Secara universal perdagangan internasional dapat diartikan sebagai perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatunegara dengan pemerintah negara lain.
Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun, dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuantransportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Berdasarkan latar belakang diatas, dalam makalah ini akan membahas mengenai “Teori-teori Perdagangan Internasional”

B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka dapat ditarik pokok bahasan yaitu Bagaimana Perkembangan Teori-Teori Perdagangan Internasional ?

C.      Tujuan
Untuk mengetahui Teori-Teori Perdagangan Internasional.



PEMBAHASAN

A.      Ragam Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan Internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik mengenai barang ataupun jasa-jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan
Secara teoritis perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama.[1] Pertama, negara-negara yang berdagang pada dasarnya mereka berbeda satu sama lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan denan melakukan sesuatu yang relatif lebih baik. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economics of scale) dalam produksi. Maksudnya jika setiap negara hanya memproduksi sejumlah barang tertentu, mereka dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih efisien jika dibandingkan kalau negara tersebut memproduksi segala jenis barang. Pola-pola perdagangan dunia yang terjadi mencerminkan perpaduan dari kedua motif ini.[2]
Teori perdagangan internasional adalah teori yang menjelaskan arah dan komposisi perdagangan antar negara serta bagaimana efeknya terhadap perekonomian suatu negara.  Disamping itu, teori perdagangan internasional juga dapat menunjukkan adanya keuntungan yang timbul dari adanya keuntungan perdagangan (gain from trade). Teori yang menjelaskan tentang perdagangan internasional  pada dasarnya dibagi atas tiga kelompok besar, yaitu : teori praklasik merkantilis, Teori Klasik, dan  teori modern.

B.       Teori Pra-Klasik Merkantilisme
Aliran merkantilisme ini berpendapat bahwa perdagangan internasional akan terjadi apabila terdapat kesempatan memperoleh surplus neraca transaksi berjalan (current account). Oleh karena itu, kegiatan ekspor impor diletakan sebagai lokomotif utama yang dipacu melalui peningkatan industri dalam negeri. Dari hasil ekspor inilah dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan impor. Sehingga aliran merkantilisme mengetengahkan pemikiran bahwa kegiatan produki dalam negeri dan ekspor impor harus ditingkatkan dengan memberikan rangsangan berupa subsidi dan fasilitas-fasilitas lain dari pemerintah. Sebaliknya impor harus dibatasi melalui serangkaian hambatan impor yang berupa proteksi hingga perlindungan khusus, khususnya untuk industri-industri strategis maupun industri rakyat.
Secara ringkas, para penganut merkantilisme itu berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi sebuah negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sedikit mungkin impor. Surplus ekspor yang dihasilkannya selanjutnya akan dibentuk dalam aliran emas lantakan, atau logam-logam mulia, khususnya emas dan perak. Semakin banyak emas dan perak yang dimiliki sebuah negara, maka semakin kaya dan kuatlah negara tersebut.
Dalam sektor perdagangan luar negeri, kebijakan merkantilis berpusat pada dua ide pokok, yaitu:
1.        Pemupukan logam mulia, tujuannya adalah pembentukan negara nasional yang kuat dan pemupukan kemakmuran nasonal untuk mempertahankan dan mengembangkan kekuatan negara tersebut,
2.        Setiap politik perdagangan ditujukan untuk menunjang kelebihan ekspor di atas impor (neraca perdagangan yang aktif). Untuk memperoleh neraca perdagangan yang aktif, maka ekspor harus didorong dan impor harus dibatasi. Hal ini dikarenakan tujuan utama perdagangan luar negeri adalah memperoleh tambahan logam mulia.

Keinginan para merkantilis untuk mengakumulasi logam mulia ini sebetulnya cukup rasional, jika mengingat bahwa tujuan utama kaum merkantilis adalah untuk memperoleh sebanyak mungkin kekuasaan dan kekuatan negara. Dengan memiliki banyak emas dan kekuasaan maka akan dapat mempertahankan angkatan bersenjata yang lebih besar dan lebih baik sehingga dapat melakukan konsolidasi kekuatan di negaranya; peningkatan angkatan bersenjata dan angkatan laut juga memungkinkan sebuah negara untuk menaklukkan lebih banyak koloni. Selain itu, semakin banyak emas berarti semakin banyak uang dalam sirkulasi dan semakin besar aktivitas bisnis. Selanjutnya, dengan mendorong ekspor dan mengurangi impor, pemerintah akan dapat mendorong output dan kesempatan kerja nasional.[3]

C.      Teori Klasik
1.        Kemanfaatan Absolut (Absolut Advantage : Adam Smith)
Adam Smite mengajukan teori keuntungan absolut (the theory of absolute advantage) yang menyatakan bahwa keuntungan absolute merupakan basis perdagangan internasional.[4] Menurut teori ini setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage) serta mengimpor jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute disaventage).
Teori ini lebih mendasarkan pada besaran (variabel) riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya sesuatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang dipergunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (labour theory of value).
Teori Absolute Advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja. Teori nilai tenaga kerja ini sifatnya sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen serta merupakan satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya bahwa tenaga kerja itu tidak homogen, faktor produksi itu tidak hanya satu serta mobilitas tenaga kerja tidak bebas.[5] Namun teori ini mempunyai dua manfaat :
a.         Pertama, memungkinkan kita dengan secara sederhana menjelaskan tentang spesialisasi dan keuntungan dari pertukaran.
b.        Kedua, meskipun pada teori-teori berikutnya (terori modern) kita tidak menggunakan teori nilai tenaga kerja namun prinsip teori ini tetap tidak bisa ditinggalkan (tetap berlaku).

Perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan kedua negara jika masing-masing negara memiliki keunggulan asolute yang berbeda. Dengan demikian, bila hanya negara yang memiliki keunggulan mutlak untuk kedua jenis produk misalnya, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan. Karena pada dasarnya pemikiran adam smith tersebut menerangkan bagaimana perdagagan internasional dapat menguntungkan kedua belah pihak.
Teori Absolute Advantage Adam Smith yang secara sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja dapat dijelaskan dengan contoh : misalnya hanya ada dua negara Amerika dan Inggris memiliki faktor produksi tenaga kerja yang homogen, menghasilkan dua barang yakni gandum dan pakaian. Untuk menghasilkan satu unit gandum dan pakaian Amerika masing masing membutuhkan 8 unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga kerja. Di Inggris setiap unit gandum dan pakaian masing-masing membutuhkan tenaga sebanyak 10 unit dan 2 unit.
Tabel 1
(Banyaknya Tenaga Kerja yang diperlukan untuk menghasilkan per unit)


Amerika
Inggris
Gandum
8
10
Pakaian
4
2

Dari tabel diatas nampak Amerika lebih efisien dalam memproduksi gandum sedangkan inggris dalam memproduksi pakaian. Keadaan demikian ini dapat dikatakan bahwa Amerika memiliki absolute advantage pada produksi gandum dan inggris memiliki absolute advantage pada produksi pakaian. Dikatakan absolute advantage karena masing-masing negara dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya (diukur dengan unit tenaga kerja) yang seara absolute lebih rendah dari negara lain.[6]
Menurut Adam Smith kedua negara akan memperoleh keuntungan dengan melakukan spesialisasi dan kemudian berdagang. Amerika cenderung berspesialisasi pada produksi gandum dan inggris pada produksi pakaian. Pertukaran akan membawa keuntungan kedua belah pihak. Kedua negara akan memperoleh keuntungan apabila nilai tukar yang terjadi terletak di antara nilaitukar masing-masing negara sebelum terjadi pertukaran.[7]
2.        Kemanfaatan Relatif (Comparative Advantage : J.S Mill)
Teori ini menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage  terbesar dan mengimpor barang yang memiliki comparative disadvantage, yaitu suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar.[8]
Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yan dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Makin banyak tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi suatu barang makin mahal barang tersebut.
3.        Biaya Relatif (Comparative Cost : David Ricardo)
Ada dua hal yang menjadi fokus kajian dari David Ricardo yaitu cost comparative Advantage (labour efficiency) dan production comparatif advantage (labour productivity).
a.         Cost Comparative Advantage (Labor efficiency)
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana Negara tersebut dapat berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relative  kurang/tidak efisien.
b.        Production Comperative Advantage (Labor productifity)
Suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang di mana Negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif.[9]

Teori yang dirumuskan David Ricardo ini menyatakan bahwa keuntungan komparatif timbul karena adanya perbedaan tenologi antar negara. Hal ini berarti bahwa berlangsungnya perdagangan internasional merupakan akibat adanya perbedaan produktivitas antar negara. Atas dasar teori ini, maka perdagangan internasional merupakan fenomena yang dapat membantu dalam meningkatkan kapasitas produksi dan standar hidup dan semua negara. Hal ini merupakan konsekuensi dari perdagangan bebas.[10]
Titik pangkal teori Ricardo tentang perdagangan internasional adalah teorinya tentang nilai/value. Menurut dia nilai/value sesuatu barang tergantung dari banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut (labour cost value theory).
Menurut teori klasik comparative Advantage dari D. Ricardo perdagangan Internasional antara dua negara tetap akan terjadi, walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolute, asalkan masing-masing negara memiliki perbedaan dalam labour efficiency (cost comparative advantage) dan atau labour productivity (production comparative advantage).
4.        Kelemahan Teori Klasik
Teori klasik menjelaskan bahwa keuntungan dari perdagangan internasional itu timbul karena adanya comparative advantage yang berbeda antar negara. Teori nilai tenaga kerja menjelaskan mengapa terdapat perbedaan dalam comparative advantage itu karena adanya perbedaan fungsi produksi antar dua negara atau lebih. Jika fungsi produksinya sama, maka kebutuhan tenaga kerja juga akan sama nilai produksinya sama sehingga tidak akan terjadi perdagangan internasional. Namun teori klasik tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara dua negara.
Teori modern, mulai dengan anggapan bahwa fungsi produksi itu sama dan menjelaskan faktor penyebab terjadinya perbedaan dalam comparative advantage adalah proporsi pemilikan faktor produksi.[11] Teori ini kemudian dikenal dengan faktor proportions theory oleh Hecksher dan Ohlin.

D.      Teori Modern
1.        Faktor Proporsi (Teori Hecksher & Ohlin : H-O)
Teori Hecksher – Ohlin menjelaskan beberapa pola perdagangan internasional dengan baik. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah :
a.         Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara.
b.        Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.[12]

Teori ini menyatakan bahwa perbedaan dalam oportunity cost suatu negara dengan negara lain karena adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi yang dimilikinya. Suatu negara memiliki tenaga kerja lebih banyak dari pada negara lain, sedang negara lain memiliki kapital lebih banyak daripada negara tersebut sehingga dapat menyebabkan terjadinya pertukaran.[13]
Singkatnya, sebuah negara yang relatif kaya atau berkelimpahan tenaga kerja akan mengekspor komoditi-komoditi yang relatif padat tenaga kerja dan mengimpor komoditi-komoditi yang relatif padat modal (yang merupakan fakto produksi langka dan mahal dinegara yang bersangkuta).
Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang tersedia dinegara itu dalam jumlah dan harga relatif murah, serta mengimpor komoditi banyak menyerap faktor produksi yang di negara itu relatif langka dan mahal.
Dari Analisis H-O dapat diberi kesimpulan :
a.         Harga/biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah/proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.
b.        Comparative advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi fantor produksi yang dimilikinya.
c.         Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.
d.        Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.[14]
2.        Kesamaan Harga Faktor Produksi (Factor Price Equalization)
Dalil ini menyatakan bahwa dengan asumsi the H-O model, maka perdagangan internasional yang bebas (free international trade) akan menyebabkan harga faktor produksi menjadi sama secara internasional.
3.        Teori Stolper Samuelson
Dalil ini mengemukakan bahwa perdagangan internasional yang bebas menguntungkan faktor produksi yang dimiliki secara lebih kaya (the abundant factor) dan sebaliknya merugikan faktor produksi yang kurang dimiliki (the scarce factor).[15]  Teori Stolper-Samuelson telah menunjukan bahwa pembukaan perdagangan dan peningkatan harga relatif barang-barang yang dapat diekspor menjelaskan keuntungan yang diperoleh pada faktor produksi yang digunakan secara insentif dalam industri ekspor, juga menjelaskan kerugian-kerugian yang diperoleh pada faktor produksi digunakan secara intensif dalam industri yang bersaing dengan produk impor.
4.        Rybcznski Theorem
Dalil ini menyatakan bahwa pada harga konstan di pasaran internasional, maka apabila suatu negara mengalami suatu kenaikan dalam jumlah dari satu faktor produksi (the supply of one factor), negara tersebut akan memproduksi lebih banyak barang yang menggunakan faktor tersebut secara intensif, dan lebih sedikit barang lain yang menggunakan faktor lainnya secara kurang intensif.[16]
5.        Teori Permintaan dan Penawaran (Teori Parsial)
Pada prinsipnya perdagangan antara 2 negara itu timbul karena adanya perbedaan di dalam permintaan maupun penawaran. Permintaan ini berbeda misalnya, karena perbedaan pendapatan dan selera sedangkan perbedaan penawaran misalnya, dikarenakan perbedaan di dalam jumlah dan kualitas faktor-faktor produksi, tingkat teknologi dan eksternalitas.[17]
Misalnya di Indonesia, permintaan terhadap X (kain) sedikit, sedangkan di AS banyak. Maka Indonesia akan menjual sisa x setelah dikurangi jumlah yang dikonsumsi di pasar domestik ke AS. Sebaliknya permintaan terhadap Y (televisi) di Indonesia lebih besar daripada di AS. Maka AS akan mengekspor sebagian televisi yang diproduksinya.




KESIMPULAN

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
Pada dasarnya ada dua teori yang menerangkan tentang timbulnya perdagangan internasional yaitu teori pra-klasik merkantilisme, teori klasik dan teori modern. Merkantilisme merupakan suatu kelompok yang mencerminkan cita-cita dan ideologi kapitalisme komersial, serta pandangan tentang politik kemakmuran suatu negara yang ditujukan untuk memperkuat posisi dan kemakmuran negara melebihi kemakmuran perseorangan.
Adam Smith berpendapat bahwa sumber tunggal pendapatan adalah produksi hasil tenaga kerja serta sumber daya ekonomi. Dalam hal ini Adam Smith sependapat dengan doktrin merkantilis yang menyatakan bahwa kekayaan suatu negara dicapai dari surplus ekspor. Teori J.S.Mill menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage(suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar).
Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi




DAFTAR PUSTAKA


Basri, Faisal dan Haris Munandar. 2010. Dasar-Dasar Ekonomi Internasional : Pengenalan & Aplikasi Metode Kuantitatif, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Nopirin, Ph.D., Ekonomi Internasional, (Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta, 2013), hlm. 8.

Pujoalwanto, 2014. Basuki Perekonomian Indonesia : Tinjauan Historis, Teoritis, dan Empiris, Yogyakarta : Graha Ilmu.

Diakses dari halaman http://farhaanahramadhani.blogspot.co.id/2015/04/teori-perdagangan-internasional.html pada tanggal 06 Oktober 2017 Pukul 20.00 WIB.





[1] Faisal Basri dan Haris Munandar, Dasar-Dasar Ekonomi Internasional : Pengenalan & Aplikasi Metode Kuantitatif, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 32.
[2] Ibid., hlm. 33.
[3] Diakses dari halaman http://farhaanahramadhani.blogspot.co.id/2015/04/teori-perdagangan-internasional.html pada tanggal 06 Oktober 2017 Pukul 20.00 WIB.
[4] Faisal Basri dan Haris Munandar, Dasar-Dasar Ekonomi Internasional... hlm. 34.
[5] Nopirin, Ph.D., Ekonomi Internasional, (Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta, 2013), hlm. 8.
[6] Nopirin, Ph.D., Ekonomi Internasional...hlm. 9.
[7] Nopirin, Ph.D., Ekonomi Internasional... hlm. 10.
[8] Nopirin, Ph.D., Ekonomi Internasional...hlm. 11.
[9] Diakses dari halaman http://farhaanahramadhani.blogspot.co.id/2015/04/teori-perdagangan-internasional.html pada tanggal 06 Oktober 2017 Pukul 20.00 WIB.
[10] Faisal Basri dan Haris Munandar, Dasar-Dasar Ekonomi Internasional...hlm. 34.
[11] Nopirin, Ph.D., Ekonomi Internasional...hlm. 19.
[12] Basuki Pujoalwanto, Perekonomian Indonesia : Tinjauan Historis, Teoritis, dan Empiris, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2014), hlm. 133.
[13] Nopirin, Ph.D., Ekonomi Internasional...hlm. 20.
[14] Basuki Pujoalwanto, Perekonomian Indonesia...hlm. 134.
[15] Faisal Basri dan Haris Munandar, Dasar-Dasar Ekonomi Internasional... hlm. 35.
[16] Ibid., hlm. 35.
[17] Nopirin, Ph.D., Ekonomi Internasional...hlm. 26.