PERKEMBANGAN
TEORI PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
M A K A L A H
Disusun
dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata
Kuliah : Ekonomi Internasional
Dosen
Pengampu : Ubaidillah, S.E., M.E.I
Disusun
Oleh :
1. Afri Maialim Bakti (1423203038)
2. Harry
Faishal Aqmal (1522201091)
3. Ifan Mu’arif (1522201092)
4. Iqbal Adib Khawari (1522201094)
5. Syahidun Najib (1522201108)
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
PURWOKERTO
2017
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk
memenuhi kebutuhan manusia, pedagang mempunyai peranan yang sangat penting.
Barang hasil produksi dapat tersalurkan ke konsumen melalui para pedagang
tersebut. Sekarang, kegiatan perdagangan sangat luas. Perdagangan sudah
merambah wilayah antarnegara (internasional). Secara universal perdagangan
internasional dapat diartikan sebagai perdagangan yang dilakukan oleh penduduk
suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.
Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu),
antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatunegara
dengan pemerintah negara lain.
Di
banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk
meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama
ribuan tahun, dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru
dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut
mendorong Industrialisasi, kemajuantransportasi, globalisasi, dan kehadiran
perusahaan multinasional. Berdasarkan latar belakang diatas, dalam makalah ini
akan membahas mengenai “Teori-teori Perdagangan Internasional”
B.
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang masalah diatas maka dapat ditarik pokok bahasan yaitu Bagaimana
Perkembangan Teori-Teori Perdagangan Internasional ?
C.
Tujuan
Untuk
mengetahui Teori-Teori Perdagangan Internasional.
PEMBAHASAN
A.
Ragam Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan
Internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi
negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik mengenai barang
ataupun jasa-jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang
terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor,
perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat
dilihat dari neraca perdagangan
Secara
teoritis perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama.[1] Pertama, negara-negara yang berdagang
pada dasarnya mereka berbeda satu sama lain. Setiap negara dapat memperoleh
keuntungan denan melakukan sesuatu yang relatif lebih baik. Kedua, negara-negara melakukan
perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economics of scale) dalam produksi. Maksudnya jika setiap negara
hanya memproduksi sejumlah barang tertentu, mereka dapat menghasilkan
barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih
efisien jika dibandingkan kalau negara tersebut memproduksi segala jenis
barang. Pola-pola perdagangan dunia yang terjadi mencerminkan perpaduan dari kedua
motif ini.[2]
Teori
perdagangan internasional adalah teori yang menjelaskan arah dan komposisi
perdagangan antar negara serta bagaimana efeknya terhadap perekonomian suatu
negara. Disamping itu, teori perdagangan
internasional juga dapat menunjukkan adanya keuntungan yang timbul dari adanya
keuntungan perdagangan (gain from trade).
Teori yang menjelaskan tentang perdagangan internasional pada dasarnya dibagi atas tiga kelompok
besar, yaitu : teori praklasik merkantilis, Teori Klasik, dan teori modern.
B.
Teori Pra-Klasik Merkantilisme
Aliran
merkantilisme ini berpendapat bahwa perdagangan internasional akan terjadi
apabila terdapat kesempatan memperoleh surplus neraca transaksi berjalan (current account). Oleh karena itu,
kegiatan ekspor impor diletakan sebagai lokomotif utama yang dipacu melalui
peningkatan industri dalam negeri. Dari hasil ekspor inilah dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan impor. Sehingga aliran merkantilisme mengetengahkan
pemikiran bahwa kegiatan produki dalam negeri dan ekspor impor harus
ditingkatkan dengan memberikan rangsangan berupa subsidi dan
fasilitas-fasilitas lain dari pemerintah. Sebaliknya impor harus dibatasi
melalui serangkaian hambatan impor yang berupa proteksi hingga perlindungan
khusus, khususnya untuk industri-industri strategis maupun industri rakyat.
Secara
ringkas, para penganut merkantilisme itu berpendapat bahwa satu-satunya cara
bagi sebuah negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak
mungkin ekspor dan sedikit mungkin impor. Surplus ekspor yang dihasilkannya
selanjutnya akan dibentuk dalam aliran emas lantakan, atau logam-logam mulia,
khususnya emas dan perak. Semakin banyak emas dan perak yang dimiliki sebuah
negara, maka semakin kaya dan kuatlah negara tersebut.
Dalam
sektor perdagangan luar negeri, kebijakan merkantilis berpusat pada dua ide
pokok, yaitu:
1.
Pemupukan logam
mulia, tujuannya adalah pembentukan negara nasional yang kuat dan pemupukan
kemakmuran nasonal untuk mempertahankan dan mengembangkan kekuatan negara tersebut,
2.
Setiap politik
perdagangan ditujukan untuk menunjang kelebihan ekspor di atas impor (neraca
perdagangan yang aktif). Untuk memperoleh neraca perdagangan yang aktif, maka
ekspor harus didorong dan impor harus dibatasi. Hal ini dikarenakan tujuan
utama perdagangan luar negeri adalah memperoleh tambahan logam mulia.
Keinginan
para merkantilis untuk mengakumulasi logam mulia ini sebetulnya cukup rasional,
jika mengingat bahwa tujuan utama kaum merkantilis adalah untuk memperoleh
sebanyak mungkin kekuasaan dan kekuatan negara. Dengan memiliki banyak emas dan
kekuasaan maka akan dapat mempertahankan angkatan bersenjata yang lebih besar
dan lebih baik sehingga dapat melakukan konsolidasi kekuatan di negaranya;
peningkatan angkatan bersenjata dan angkatan laut juga memungkinkan sebuah
negara untuk menaklukkan lebih banyak koloni. Selain itu, semakin banyak emas
berarti semakin banyak uang dalam sirkulasi dan semakin besar aktivitas bisnis.
Selanjutnya, dengan mendorong ekspor dan mengurangi impor, pemerintah akan
dapat mendorong output dan kesempatan kerja nasional.[3]
C.
Teori Klasik
1.
Kemanfaatan
Absolut (Absolut Advantage : Adam Smith)
Adam Smite mengajukan teori keuntungan absolut (the theory of absolute advantage) yang
menyatakan bahwa keuntungan absolute merupakan basis perdagangan internasional.[4] Menurut
teori ini setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki
keunggulan mutlak (absolute advantage)
serta mengimpor jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute disaventage).
Teori ini lebih mendasarkan pada besaran (variabel)
riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional.
Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil
seperti misalnya sesuatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang
dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang
dipergunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (labour theory of value).
Teori Absolute Advantage Adam Smith yang sederhana
menggunakan teori nilai tenaga kerja. Teori nilai tenaga kerja ini sifatnya
sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya
homogen serta merupakan satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya bahwa
tenaga kerja itu tidak homogen, faktor produksi itu tidak hanya satu serta
mobilitas tenaga kerja tidak bebas.[5]
Namun teori ini mempunyai dua manfaat :
a.
Pertama,
memungkinkan kita dengan secara sederhana menjelaskan tentang spesialisasi dan
keuntungan dari pertukaran.
b.
Kedua, meskipun
pada teori-teori berikutnya (terori modern) kita tidak menggunakan teori nilai tenaga
kerja namun prinsip teori ini tetap tidak bisa ditinggalkan (tetap berlaku).
Perdagangan internasional akan terjadi dan
menguntungkan kedua negara jika masing-masing negara memiliki keunggulan
asolute yang berbeda. Dengan demikian, bila hanya negara yang memiliki
keunggulan mutlak untuk kedua jenis produk misalnya, maka tidak akan terjadi
perdagangan internasional yang menguntungkan. Karena pada dasarnya pemikiran
adam smith tersebut menerangkan bagaimana perdagagan internasional dapat
menguntungkan kedua belah pihak.
Teori Absolute Advantage Adam Smith yang secara
sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja dapat dijelaskan dengan contoh :
misalnya hanya ada dua negara Amerika dan Inggris memiliki faktor produksi
tenaga kerja yang homogen, menghasilkan dua barang yakni gandum dan pakaian.
Untuk menghasilkan satu unit gandum dan pakaian Amerika masing masing
membutuhkan 8 unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga kerja. Di Inggris setiap unit
gandum dan pakaian masing-masing membutuhkan tenaga sebanyak 10 unit dan 2
unit.
Tabel
1
(Banyaknya
Tenaga Kerja yang diperlukan untuk menghasilkan per unit)
|
Amerika
|
Inggris
|
Gandum
|
8
|
10
|
Pakaian
|
4
|
2
|
Dari tabel diatas nampak Amerika lebih efisien dalam
memproduksi gandum sedangkan inggris dalam memproduksi pakaian. Keadaan
demikian ini dapat dikatakan bahwa Amerika memiliki absolute advantage pada
produksi gandum dan inggris memiliki absolute advantage pada produksi pakaian.
Dikatakan absolute advantage karena masing-masing negara dapat menghasilkan
satu macam barang dengan biaya (diukur dengan unit tenaga kerja) yang seara
absolute lebih rendah dari negara lain.[6]
Menurut Adam Smith kedua negara akan memperoleh
keuntungan dengan melakukan spesialisasi dan kemudian berdagang. Amerika
cenderung berspesialisasi pada produksi gandum dan inggris pada produksi
pakaian. Pertukaran akan membawa keuntungan kedua belah pihak. Kedua negara
akan memperoleh keuntungan apabila nilai tukar yang terjadi terletak di antara
nilaitukar masing-masing negara sebelum terjadi pertukaran.[7]
2.
Kemanfaatan
Relatif (Comparative Advantage : J.S
Mill)
Teori ini menyatakan bahwa suatu negara akan
menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang memiliki comparative disadvantage, yaitu suatu
barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau
dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar.[8]
Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai suatu
barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yan dicurahkan untuk memproduksi
barang tersebut. Makin banyak tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi
suatu barang makin mahal barang tersebut.
3.
Biaya Relatif (Comparative Cost : David Ricardo)
Ada dua hal yang menjadi fokus kajian dari David
Ricardo yaitu cost comparative Advantage
(labour efficiency) dan production
comparatif advantage (labour productivity).
a.
Cost Comparative
Advantage (Labor efficiency)
Menurut
teori cost comparative advantage (labor
efficiency), suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan
internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di
mana Negara tersebut dapat berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor
barang di mana negara tersebut berproduksi relative kurang/tidak efisien.
b.
Production
Comperative Advantage (Labor
productifity)
Suatu
negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat
berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang di mana Negara
tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif.[9]
Teori yang dirumuskan David Ricardo ini menyatakan
bahwa keuntungan komparatif timbul karena adanya perbedaan tenologi antar
negara. Hal ini berarti bahwa berlangsungnya perdagangan internasional
merupakan akibat adanya perbedaan produktivitas antar negara. Atas dasar teori
ini, maka perdagangan internasional merupakan fenomena yang dapat membantu
dalam meningkatkan kapasitas produksi dan standar hidup dan semua negara. Hal
ini merupakan konsekuensi dari perdagangan bebas.[10]
Titik pangkal teori Ricardo tentang perdagangan
internasional adalah teorinya tentang nilai/value. Menurut dia nilai/value
sesuatu barang tergantung dari banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk
memproduksi barang tersebut (labour cost
value theory).
Menurut teori klasik comparative Advantage dari D. Ricardo perdagangan Internasional
antara dua negara tetap akan terjadi, walaupun hanya satu negara yang memiliki
keunggulan absolute, asalkan masing-masing negara memiliki perbedaan dalam labour efficiency (cost comparative
advantage) dan atau labour
productivity (production comparative advantage).
4.
Kelemahan Teori
Klasik
Teori klasik menjelaskan bahwa keuntungan dari
perdagangan internasional itu timbul karena adanya comparative advantage yang berbeda antar negara. Teori nilai tenaga
kerja menjelaskan mengapa terdapat perbedaan dalam comparative advantage itu karena adanya perbedaan fungsi produksi
antar dua negara atau lebih. Jika fungsi produksinya sama, maka kebutuhan
tenaga kerja juga akan sama nilai produksinya sama sehingga tidak akan terjadi
perdagangan internasional. Namun teori klasik tidak dapat menjelaskan mengapa
terdapat perbedaan fungsi produksi antara dua negara.
Teori modern, mulai dengan anggapan bahwa fungsi
produksi itu sama dan menjelaskan faktor penyebab terjadinya perbedaan dalam comparative advantage adalah proporsi
pemilikan faktor produksi.[11]
Teori ini kemudian dikenal dengan faktor proportions
theory oleh Hecksher dan Ohlin.
D.
Teori Modern
1.
Faktor Proporsi
(Teori Hecksher & Ohlin : H-O)
Teori Hecksher – Ohlin menjelaskan beberapa pola
perdagangan internasional dengan baik. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara
akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut
memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan
faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah :
a.
Faktor endowment, yaitu kepemilikan
faktor-faktor produksi di dalam suatu negara.
b.
Faktor intensity,
yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor intensity
atau capital intensity.[12]
Teori ini menyatakan bahwa perbedaan dalam oportunity cost suatu negara dengan
negara lain karena adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi yang
dimilikinya. Suatu negara memiliki tenaga kerja lebih banyak dari pada negara
lain, sedang negara lain memiliki kapital lebih banyak daripada negara tersebut
sehingga dapat menyebabkan terjadinya pertukaran.[13]
Singkatnya, sebuah negara yang relatif kaya atau
berkelimpahan tenaga kerja akan mengekspor komoditi-komoditi yang relatif padat
tenaga kerja dan mengimpor komoditi-komoditi yang relatif padat modal (yang
merupakan fakto produksi langka dan mahal dinegara yang bersangkuta).
Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak menyerap
faktor produksi yang tersedia dinegara itu dalam jumlah dan harga relatif
murah, serta mengimpor komoditi banyak menyerap faktor produksi yang di negara
itu relatif langka dan mahal.
Dari Analisis H-O dapat diberi kesimpulan :
a.
Harga/biaya
produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah/proporsi faktor produksi yang
dimiliki masing-masing negara.
b.
Comparative advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing
negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi fantor produksi yang
dimilikinya.
c.
Masing-masing
negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang
tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak
dan murah untuk memproduksinya.
d.
Sebaliknya,
masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu karena negara tersebut
memiliki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.[14]
2.
Kesamaan Harga
Faktor Produksi (Factor Price
Equalization)
Dalil ini menyatakan bahwa dengan asumsi the H-O
model, maka perdagangan internasional yang bebas (free international trade) akan menyebabkan harga faktor produksi
menjadi sama secara internasional.
3.
Teori Stolper
Samuelson
Dalil ini mengemukakan bahwa perdagangan
internasional yang bebas menguntungkan faktor produksi yang dimiliki secara
lebih kaya (the abundant factor) dan
sebaliknya merugikan faktor produksi yang kurang dimiliki (the scarce factor).[15] Teori
Stolper-Samuelson telah menunjukan bahwa pembukaan perdagangan dan peningkatan
harga relatif barang-barang yang dapat diekspor menjelaskan keuntungan yang
diperoleh pada faktor produksi yang digunakan secara insentif dalam industri
ekspor, juga menjelaskan kerugian-kerugian yang diperoleh pada faktor produksi
digunakan secara intensif dalam industri yang bersaing dengan produk impor.
4.
Rybcznski
Theorem
Dalil ini menyatakan bahwa pada harga konstan di
pasaran internasional, maka apabila suatu negara mengalami suatu kenaikan dalam
jumlah dari satu faktor produksi (the
supply of one factor), negara tersebut akan memproduksi lebih banyak barang
yang menggunakan faktor tersebut secara intensif, dan lebih sedikit barang lain
yang menggunakan faktor lainnya secara kurang intensif.[16]
5.
Teori Permintaan
dan Penawaran (Teori Parsial)
Pada prinsipnya perdagangan antara 2 negara itu
timbul karena adanya perbedaan di dalam permintaan maupun penawaran. Permintaan
ini berbeda misalnya, karena perbedaan pendapatan dan selera sedangkan
perbedaan penawaran misalnya, dikarenakan perbedaan di dalam jumlah dan
kualitas faktor-faktor produksi, tingkat teknologi dan eksternalitas.[17]
Misalnya di Indonesia, permintaan terhadap X (kain)
sedikit, sedangkan di AS banyak. Maka Indonesia akan menjual sisa x setelah
dikurangi jumlah yang dikonsumsi di pasar domestik ke AS. Sebaliknya permintaan
terhadap Y (televisi) di Indonesia lebih besar daripada di AS. Maka AS akan
mengekspor sebagian televisi yang diproduksinya.
KESIMPULAN
Perdagangan
internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara
dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang
dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara
individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan
pemerintah negara lain.
Pada
dasarnya ada dua teori yang menerangkan tentang timbulnya perdagangan
internasional yaitu teori pra-klasik merkantilisme, teori klasik dan teori
modern. Merkantilisme merupakan suatu kelompok yang mencerminkan cita-cita dan
ideologi kapitalisme komersial, serta pandangan tentang politik kemakmuran
suatu negara yang ditujukan untuk memperkuat posisi dan kemakmuran negara
melebihi kemakmuran perseorangan.
Adam
Smith berpendapat bahwa sumber tunggal pendapatan adalah produksi hasil tenaga
kerja serta sumber daya ekonomi. Dalam hal ini Adam Smith sependapat dengan
doktrin merkantilis yang menyatakan bahwa kekayaan suatu negara dicapai dari
surplus ekspor. Teori J.S.Mill menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan
dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar
dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage(suatu barang yang
dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan
sendiri memakan ongkos yang besar).
Teori
Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik,
negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor
produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu
negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut
memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan
faktor produksi
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Faisal dan Haris Munandar. 2010. Dasar-Dasar Ekonomi Internasional :
Pengenalan & Aplikasi Metode Kuantitatif, Jakarta : Kencana Prenada
Media Group.
Nopirin, Ph.D., Ekonomi Internasional, (Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta, 2013), hlm.
8.
Pujoalwanto, 2014. Basuki Perekonomian Indonesia : Tinjauan Historis,
Teoritis, dan Empiris, Yogyakarta : Graha Ilmu.
Diakses dari halaman http://farhaanahramadhani.blogspot.co.id/2015/04/teori-perdagangan-internasional.html
pada tanggal 06 Oktober 2017 Pukul 20.00 WIB.
[1] Faisal Basri dan Haris Munandar, Dasar-Dasar Ekonomi Internasional :
Pengenalan & Aplikasi Metode Kuantitatif, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2010), hlm. 32.
[2] Ibid., hlm. 33.
[3] Diakses dari halaman http://farhaanahramadhani.blogspot.co.id/2015/04/teori-perdagangan-internasional.html pada tanggal 06 Oktober 2017 Pukul
20.00 WIB.
[4] Faisal Basri dan Haris Munandar, Dasar-Dasar Ekonomi Internasional...
hlm. 34.
[5] Nopirin, Ph.D., Ekonomi Internasional, (Yogyakarta :
BPFE-Yogyakarta, 2013), hlm. 8.
[6] Nopirin, Ph.D., Ekonomi Internasional...hlm. 9.
[7] Nopirin, Ph.D., Ekonomi Internasional... hlm. 10.
[8] Nopirin, Ph.D., Ekonomi Internasional...hlm. 11.
[9] Diakses dari halaman http://farhaanahramadhani.blogspot.co.id/2015/04/teori-perdagangan-internasional.html pada tanggal 06 Oktober 2017
Pukul 20.00 WIB.
[10] Faisal Basri dan Haris Munandar, Dasar-Dasar Ekonomi Internasional...hlm.
34.
[11] Nopirin, Ph.D., Ekonomi Internasional...hlm. 19.
[12] Basuki Pujoalwanto, Perekonomian Indonesia : Tinjauan Historis,
Teoritis, dan Empiris, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2014), hlm. 133.
[13] Nopirin, Ph.D., Ekonomi Internasional...hlm. 20.
[14] Basuki Pujoalwanto, Perekonomian Indonesia...hlm. 134.
[15] Faisal Basri dan Haris Munandar, Dasar-Dasar Ekonomi Internasional...
hlm. 35.
[16] Ibid., hlm. 35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar