UANG DALAM PANDANGAN ISLAM
M A K A L A H
Disusun
dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata
Kuliah : Makro Ekonomi Islam
Dosen
Pengampu : Dewi Laela Hilyatin,
S.E., M.S.I
Disusun
Oleh :
1.
Dian Catur
Oktaviani (1522201084)
2. Harry
Faishal Aqmal (1522201091)
3. Indri Nurbani
Handayani (1522201093)
4. Tisna Azizah (1522201109)
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
PURWOKERTO
2017
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat tidak dapat melakukan semuanya seorang
diri. Ada kebutuhan yang dihasilkan oleh pihak lain, dan untuk mendapatkannya seorang
individu harus menukarnya dengan barang atau jasa yang dihasilkan. Oleh karena
itu, dibutuhkan suatu sarana lain yang berfungsi sebagai media pertukaran dan
satuan pengukur nilai untuk melakukan sebuah transaksi. Jauh sebelum bangsa barat menggunakan uang
dalam setiap transaksinya, dunia Islam telah mengenal alat pertukaran dan
pengukur nilai tersebut, bahkan Al Quran secara eksplisit menyatakan alat
pengukur nilai tersebut berupa emas dan perak dalam berbagai ayat.
Sebelum
manusia menemukan uang sebagai alat tukar, ekonomi dilakukan dengan menggunakan
sistem barter, yaitu barang ditukar dengan barang atau barang dengan jasa. Uang
merupakan inovasi besar dalam peradaban perekonomian dunia. Posisi uang sangat
strategis dalam satu sistem ekonomi, dan sulit digantikan dengan variabel
lainnya. Bisa dikatakan uang merupakan bagian yang terintegrasi dalam satu
sistem ekonomi. Uang berhasil memudahkan dan mempersingkat waktu transaksi
pertukaran barang dan jasa. Uang dalam sistem ekonomi memungkinkan perdagangan
berjalan secara efisien.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka dapat ditarik pokok bahasan
yaitu Bagaimana Konsep Uang dalam Perspektif Islam ?
C.
Tujuan
Pembahasan dalam makalah ini bertujuan Untuk Mengetahui Konsep Uang
dalam Perspektif Islam.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Uang
Uang
dalam ilmu ekonomi konvensional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang
dapat diterima secara umum. Alat tukar itu berupa benda apa saja yang dapat
diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan
jasa. Sedangkan uang dalam ilmu ekonomi modern, didefinisikan beberapa ahli
sebagai berikut :
1.
AC
Pigou, dalam bukunya The Veil of Money,
yang dimaksud uang adalah alat tukar.
2.
DH
Robertson, dalam bukunya Money, ia
megatakan bahwa uang adalah sesuatu yang bisa diterima dalam pembayaran untuk
mendapatkan barang-barang.
3.
RG
Thomas, dalam bukunya Our Modern Banking,
menjelaskan uang adalah sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai
alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan
berharga lainnya serta untuk pembayaran.[1]
Pengertian
uang secara luas adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat
pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran utang atau
sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan jasa.[2] Agar
masyarakat menyetujui penggunaan sesuatu benda sebagai uang, haruslah benda itu
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :[3]
1.
Diterima
secara umum (acceptability)
2.
Memiliki
nilai yang cenderung stabil (stability of
value)
3.
Ringan
dan mudah dibawa (portability)
4.
Tahan
Lama (durability)
5.
Kualitasnya
cenderung sama (uniformity)
6.
Jumlahnya
terbatas dan tidak mudah dipalsukan (scarcity)
7.
Mudah
dibagi tanpa mengurangi nilai (divisibility)
B.
Sejarah Perkembangan Uang
1.
Tahap
Sebelum Barter
Masyarakat
belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannya
dengan usaha sendiri. Apa yang diperolehnya iulah yang dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhannya.
2.
Tahap
Barter
Tahap
selanjutnya adalah menghadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang
diproduksi sendiri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memperoleh
barang-barang tersebut mereka harus mencari dari orang yang mau menukarkan
barang yang dimilikinya dengan barang lain yang dibutuhkannya. Namun sistem ini
dirasa sulit karena :
a.
Kesulitan
untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau
menukarkan barang yang dimilikinya.
b.
Kesulitan
untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai
pertukaran yang seimbangan atau hampir sama nilainya.[4]
3.
Tahap
Uang Barang / Uang Komoditas (commodity
money)
Kesulitan
yang dirasa dalam sistem barter, mendorong manusia untuk menciptakan kemudahan
dalam hal pertukaran, dengan menetapkan benda-benda tertentu sebagai alat
tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran adalah benda-benda
yang diterima oleh umum (generaly
accepted). Benda-benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau
memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan
primer sehari-hari. Namun sistem ini juga mengalami kesulitan, diantaranya :
a.
Nilai
yang dipertukarkan belum mempunyai pecahan
b.
Banyak
jenis uang barang yang beredar dan hanya berlaku di masing-masing daerah.
c.
Sulit
untuk penyimpanan (storage) dan
pengangkutan (trans-portation).
d.
Mudah
hancur atau tidak tahan lama.[5]
4.
Tahap
Uang Logam
Logam
dipilih sebagai bahan uang karena : (a) Digemari umum, (b) Tahan lama dan tidak
mudah rusak, (c) Memiliki nilai tinggi (d) Mudah dipindah-pindahkan, dan (e) Mudah
dipecah-pecah dengan tidak mengurangi nilainya. Bahan yang memenuhi
syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang yang terbuat dari emas dan
perak disebut uang logam. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai Uang
penuh (full bodied money), artinya
nilai intrinsik (nilai bahan uang) sama dengan nilai nominalnya (nilai yang
tercantum pada mata uang tersebut).
Sejalan
dengan perkembangan perekonomian, maka perkembangan tukar menukar yang harus
dilayani dengan uang logam juga berkembang. Sedangkan jumlah logam mulai
terbatas. Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam
jumlah besar (sulit dalam hal penyimpanan dan pengangkutan) sehingga
terciptalah uang kertas.
5.
Tahap
Uang Kertas (token money)
Mula-mula
uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti kepemilikan emas dan perak sebagai
alat/perantara untuk melakukan traansaksi.[6]
Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang
dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pande emas atau perak dan
sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya. Selanjutnya masyarakat
tidak lagi menggunakan emas secara langsung sebagai alat pertukaran. Sebagai
gantinya mereka menjadikan kertas bukti tersebut sebagai alat tukar.
Dalam
perjalanannya penggunaan uang kertas berkembang menjadi atribut dan simbol
sebuah negara. Namun sebagai garansi dari negara yang bertanggungjawab atas
peredarannya, maka jumlah uang kertas yang diterbitkan selalu dikaitkan dengan
jumlah cadangan emas yang dimiliki oleh negara yang bersangkutan.[7]
Sekitar tahun 1976, ketergantungan percetakan uang kertas sudah tidak lagi
dihubungkan dengan cadangan emas, tetapi dibiarkan bergulir dan terjun ke pasar
bebas menghadapi hukum penawaran dan permintaan sebagaimana yang tumbuh dalam
hukum ekonomi.[8]
6.
Uang
Giral
Uang
giral adalah uang yang dikeluarkan oleh bank-bank komersil melalui pengeluaran
cek dan alat pembayaran giro lainnya. Uang giral ini merupakan simpanan nasabah
di bank yang diambil setiap saat dan dapat dipindahkan kepada orang lain untuk
melakukan pembayaran. Kelebihan uang giral sebagai alat pembayaran adalah :
a.
Jika
hilang mudah untuk dicetak kembali, sehingga tidak dapat diuangkan oleh yang
tidak berhak.
b.
Dapat
dipindahtangankan dengan cepat dan ongkos yang rendah.[9]
c.
Tidak
diperlukan uang kembali sebab cek dapat ditulis dengan nilai transaksi.
Namun
di bali kelebihan ini, terdapat suatu kelemahan. Kemudahan perbankan
menciptakan uang giral ditambah dengan instrumen bunga menciptakan peluang
terjadinya uang beredar yang lebih besar daripada transaksi riilnya. Inilah
yang dapat menciptakan suatu pertumbuhan ekonomi semu (bubble economy).[10]
C.
Uang Dalam Pandangan Islam
1.
Pengertian
Uang Dalam Islam
Dalam
ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu, pengertiannya ada beberapa makna yaitu : al-naqdu berarti yang baik dari dirham,
menggenggam dirham, membedakan dirham, dan al-naqdu
juga berarti tunai. Kata nuqud tidak
terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis, karena bangsa arab umumnya tidak
menggunakan nuqud untuk menunjukan
harga. Mereka menggunakan kata dinar untuk menunjukan mata uang yang terbuat
dari emas dan kata dirham untuk menunjukan alat tukar yang terbuat dari perak.
Mereka juga menggunakan wariq untuk
menunjukan dirham pera, kata ‘ain
untuk menunjukan dinar emas.[11]
Definisi
nuqd menurut Abu Ubaid (Wafat 224 H),
seperti yang dikutip Ahmad Hasan dirham dan dinar adalah nilai harga sesuatu.
Ini berarti dinar dan dirham adalah standar ukuran nilai yang dibayarkan dalam
transaksi barang dan jasa. Dalam pengertian kontemporer, uang adalah
benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk
mengadakan tukar menukar atau perdagangan dan sebagai standar nilai.[12]
2.
Konsep
Uang dalam Islam
Konsep
uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional.
Dalam ekonomi konvensional, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang
adalah uang bukan capital. Sedangkan
uang dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan secara interchangeability / bolak balik, yaitu
uang sebagai uang dan sebagai capital.[13]
Uang
adalah barang khalayak / public good
yang dimiliki oleh masyarakat luas. Uang bukan barang monopoli seseorang. Jadi,
semua orang berhak memiliki uang yang berlaku disuatu negara. Sementara modal
adalah barang pribadi atau orang per orang. Jika uang sebagai flow concept sementara modal adalah stock concept (mengendap kedalam
kepemilikan orang).
a.
Money as flow concept
Uang adalah sesuatu
yang mengalir, sehingga uang diibaratkan seperti air. Jika air di sungai itu
mengalir, maka air tersebut akan bersih dan sehat. Dan sebaliknya jika air
tersebut berhenti (tidak mengalir secara wajar) maka air tersebut menjadi busuk
dan bau demikian dengan uang. Uang berputar akan menimbulkan kemakmuran dan
kesehatan ekonomi. Sementara jika uang ditahan maka dapat menyebabkan macetnya
roda perekonomian. Dalam Islam uang harus diputar terus akan mendatangkan
keuntungan yang lebih besar. Untuk itu uang perlu digunakan untuk investasi
disektor riil.
b.
Money as public goods
Uang adalah barang
untuk masyarakat banyak. Bukan monopoli perorangan. Sebagai barang umum, maka
masyarakat dapat menggunakannya tanpa ada hambatan dari orang lain. Oleh karena
itu dalam Islam kegiatan menumpuk uang sangat dilarang, karena akan mengganggu
orang lain menggunakannya.[14]
3.
Fungsi
Uang Dalam Islam
Dalam
sistem perekonomian manapun, fungsi utama uang adalah sebagai alat tukar (Medium of Change). Ini adalah fungsi
utama uang. Dari fungsi utama ini, diturunkan fungsi-fungsi lain seperti uang
sebagai standard of value (pembakuan
nilai), store of value (penyimpan
kekayaan), unit of account (satuan
penghitung) dan standard of deffered
payment (pemakuan pembayaran tangguh).
Namun
ada satu hal yang sangat berbeda dalam memandang uang, antara sistem kapialis
dan sisem Islam. Dalam sistem perekonomian kapitalis, uang tidak hanya sebagai
alat tukar yang sah (legal tender)
melainkan sebagai komoditas. Menurut sistem kapitalis, uang juga dapat
diperjual belikan dengan kelebihan baik on
the spot maupun secara tangguh. Lebih jauh, dengan cara pandang demikian,
maka uang juga dapat disewakan (leasing).
Dalam
Islam, apapun yang berfungsi sebagai uang maka fungsinya hanyalah sebagai medium of exchange.[15] Ia bukan suatu komoditas yang dapat
diperjual belikan dengan kelebihan baik secara on the spot maupun bukan. Satu fenomena penting dari karakteristik
uang adalah bahwa ia tidak diperlukan untuk dikonsumsi, ia tidak diperlukan
untuk dirinya sendiri, melainkan diperlukan untuk membeli barang yang lain
sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi.[16]
Dalam
Islam, fungsi uang sebagai medium of
exchange (for transaction) ini
jelas bahwa uang hanya berfungsi sebagai medium
of exchange. Uang sebagai media untuk merubah barang dari bentuk yang satu
ke bentuk yang lain, sehingga uang tidak bisa dijadikan komoditi.[17]
Fungsi
Uang dalam Islam adalah sebagai unit of
account. Imam Ghazali mengatakan bahwa dalam ekonomi barter sekalipun uang
tetap diperlukan. Seandainya uang tersebut tidak diterima sebagai medium of exchange, uang tetap
diperlukan sebagai unit of account,
misalnya untuk mengetahui apakah 3 buah topi sama dengan 1 durian.
Ketika
teori konvensional memasukan satu dari fungsi uang adalah sebagai store of value dimana termasuk motif money demand for speculation. Hal ini
tidak dapat diperbolehkan dalam Islam. Islam memperbolehkan uang untuk
transaksi dan untuk berjaga-jaga, namun menolak uang untuk spekulasi. Hal ini,
menurut Al-Ghazali sama saja dengan memenjarakan fungsi uang.
Lalu
bagaimana Islam memandang konsep utility uang ?. Bahwa dalam Islam, uang hanya
diakui sebagai intermediary form,
hanya diakui sebagai medium of change dan
unit of account. Artinya fungsi uang
hanya sekedar sebagai sebagai medium dari barang yang satu berubah menjadi
barang yang lain, tidak perlu adanya double
coincidence needs. Jadi dalam Islam, uang tidak masuk dalam fungsi utility
kita, karena sebenarnya manfaat yang kita dapatkan bukan dari uang itu sendiri,
tetapi dari fungsi uang.[18]
4.
Nilai
Waktu Uang dalam Islam
Dalam
Islam tidak dikenal istilah adanya time
value of money, yang dikenal adalah economic
value of time yang artinya bahwa yang bernilai adalah waktu itu sendiri. [19] Maknanya
adalah bahwa time akan mempunyai economic
value jika waktu tersebut ditambah dengan faktor produksi yang lain,
sehingga menjadi capital (modal) dan memperoleh return (keuntungan). Jadi
faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan
waktu itu. Semakin efektif (doing the
right things), dan efisien (doing the
things right), maka akan semakin tinggi nilai waktunya.[20]
a.
Time Value of Money
Teori
time value of money adalah sebuah
kekeliruan besar karena mengambil dari ilmu teori pertumbuhan populasi dan
tidak ada di ilmu finance. Dalam
menghitung pertumbuhan populasi digunakan rumus :[21]
Pt = Po (1+r)
|
Rumus
ini kemudian diadopsi begitu saja dalam ilmu finance sebagai teori bunga majemuk menjadi
FV = PV (1+r)
|
Jadi,
future value dari uang dianalogikan
dengan jumlah populasi tahun ke-t, present
value dari uang dianalogikan dengan jumlah populasi tahun ke-0, sedangkan
tingkat suku bunga dianalogikan dengan tingkat pertumbuhan populasi. Jelas hal
ini keliru besar, karena uang bukanlah makhluk hidup yang dapat berkembang biak
dengan sendirinya.[22]
Dalam
ekonomi konvensional, time value of money
didefinisikan sebagai “A dollar today
is worth more then a dollar in the future because a dollar today can be
invested to get a return.” Definisi ini tidak akurat karena setiap
investasi selalu mempunyai kemungkinan untuk mendapat hasil positif, hasil
negatif, atau tidak mendapatkan hasil. Itu sebabnya dalam teori keuangan selalu
dikenal risk return relationship.[23]
b.
Economic Value Of Time
Islam
memperbolehkan penetapan harga tangguh bayar lebih tinggi dari pada harga
tunai. Yang lebih menarik adalah bahwa dibolehkannya penetapan harga tangguh
yang lebih tinggi itu sama sekali bukan
disebabkan time value of money.[24] Di dalam ekonomi syariah, penggunaan sejenis discount rates dalam menentukan harga mu’ajjal (bayar tangguh) dapat
digunakan, karena :
1)
Jual
beli dan sewa menyewa adalah sektor riil yang menimbulkan economic value added (nilai tambah ekonomi).
2)
Tertahannya
hak si penjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajibannya
(menyertakan barang dan jasa), sehingga ia tidak dapat melaksanakan
kewajibannya kepada pihak lain.
Penggunaan
discount rate dalam menghitung nisbah
bagi hasil di bank syariah dapat pula digunakan. Dalam proses penentuan nisbah
ini, return on capital harus
diperhitungkan. Return on capital
tergantung kepada jenis bisnisnya dan berkaitan sektor riil, sedangkan return on money berkaitan dengan tingkat
suku bunga. Penentuan nisbah bagi hasil harus dilakukan diawal, maka digunakan proceted return (tingkat proyeksi
keuntungan). Jika kemudian actual return (keuntungan
actual) tidak sama dengan angka proyeksinya, maka yang digunakan adalah angka
aktual bukan angka proyeksi. Pola hubungan transaksi bagi hasil berbeda dengan
transaksi jual beli atau transaksi sewa menyewa. Oleh karena itu Islam tidak
mengenal konsep time value of money.[25]
D.
Uang Menurut Tokoh Ekonomi Islam
1.
Ibnu
Taymiah
Konsep
uang menurut Ibnu Taymiah. Pembahasan tentang uang adalah hal yang paling
bermakna karena ia beredar dalam perekonomian. Uang ibarat darah dalam tubuh
manusia, jika tekanannya terlalu tinggi atau terlalu rendah akan membahyakan
tubuh. Begitu pula dengan uang jika, terlalu banyak atau terlalu sedikit akan
mengakibatkan inflasi atau deflasi.
Ibnu
Taymiah hidup pada masa kerajaan Mamluk, yang mana saat itu beredar tiga jenis
mata uang yaitu, mata uang dinar, dirham dan fulus.[26]
Peredaran dinar sangat terbatas, peredaran dirham berfluktuasi kadang-kadang
malah menghilang, sedangkan yang beredar luas adalah fullus. Fenomena inilah
yang dirumuskan oleh Ibnu Taymiah bahwa uang dengan kualitas rendah akan
menendang keluar uang kualitas baik. Pernyataan Ibnu Taymiah inipun diikuti
dalam ekonomi konvensional “bad money
driven outs good money”.
Secara
garis besar ibnu taimiyah menyampaikan lima poin penting. Pertama, perdagangan uang akan memicu inflasi. Kedua, hilangnya kepercayaan orang akan stabilitas nilai uang dan
akan mencegah orang melakukan kontrak jangka panjang dan menzalimi golongan
masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti pegawai. Ketiga, perdagangan domestik akan menurun karena kekhawatiran
stabilitas nilai uang. Keempat, perdagangan internasional akan menuru. Kelima, logam berharga akan mengalir
keluar dari negara
2.
Uang
Menurut Al-Ghazali
Al-Ghazali
berpendapat bahwa dalam ekonomi barter sekalipun, uang dibutuhkan sebagai nilai
suatu barang. Dengan adanya uang sebagai ukuran nilai barang, maka uang akan
berfungsi pula sebagai media pertukaran. Namun uang tidak dibutuhkan untuk
nilai yang wajar dari pertukaran tersebut. Menurut Al-Ghazali uang diibaratkan
cermin yang tidak mempunyai warna namun dapat merefleksikan semua warna. Uang
tidak mempunyai harga namun merefleksikan harga semua barang atau dalam istilah
ekonomi klasik dikatakan bahwa uang tidak memberi kegunaan langsung (direct utility funcion), hanya bila
uang itu digunakan untuk membeli barang akan memberi kegunaan.[27]
Peredaran
uang palsu sangat dikecam dalam konteks zaman ini. Uang palsu adalah uang yang
kandungan uangnya tidak sesuai dengan uang yang ditetapkan pemerintah.
Al-Ghazali mengatakan mencetak atau mengedarkan uang sejenis lebih berbahaya
dari pada mencuri seribu dirham. Selain itu Al-Ghazali juga membahas masalah
uang itu apakah harus terbuat dari emas atau perak, dengan memberikan pernyataan
dengan membolehkan peredaran uang yang sama sekali tidak mengandung emas dan
perak asalkan pemerintah menyatakan sebagai alat pembayaran.
3.
Uang
Menurut Ibnu Khaldun
Ibnu
Khaldun menegaskan bahwa kekayaan suatu negara bukanlah ditetapkan dari
banyaknya uang dinegara tersebut, tetapi ditentukan oleh tingkat produksi
negara tersebut dan oleh neraca pembayaran yang positif.[28]
Sejalan dengan pendapat Al-Ghazali, Ibnu Khaldun juga mengatakan bahwa uang
tidak perlu mengandung emas dan perak, namun emas dan perak menjadi nilai
standar uang.
Uang
yang mengandung emas dan perak merupakan jaminan pemerintah, bahwa ia senilai
sepersekian gram emas dan perak. Sekali pemerintah menetapkan nilainya, maka
pemerintah wajib menjaga nilai mata uang yang dicetaknya, karena masyarakat
menerimanya tidak lagi berdasarkan berapa kandungan emas dan perak di dalamnya.
Oleh karena itu, Ibnu Khaldun selain menyarankan digunakannya uang standar
emas/perak beliau juga menyarankan konstannya harga emas dan perak.
4.
Uang
Menurut Al-Maqrizy
Spesialis
Al-Maqrizy adalah uang dan inflasi. Al-Maqrizy membagi inflasi menjadi dua
yaitu inflasi akibat berkurangnya persediaan barang (natural inflation) dan inflasi akibat kesalahan manusia.[29]
Inflasi yang pertama inilah yang terjadi di zaman Rasulullah dan Khulafa
Arrasyidin yaitu kekeringan maupun peperangan. Sedangkan inflasi jenis kedua
menurut Al-Maqrizy disebabkan oleh tiga hal. Pertama, korupsi dan administrasi
yang buruk. Kedua, Pajak berlebih yang memberatkan petani. Ketiga, jumlah
fullus yang berlebihan. [30]
Bagi
Al-Maqrizi, mata uang mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
umat manusia, karena dengan menggunakan uang, manusia dapat memenuhi kebutuhan
hidup serta memperlancar aktivitasnya. Menurut Al-Maqrizy, baik pada masa
sebelum maupun setelah kedatangan Islam, mata uang digunakan oleh umat manusia
untuk menentukan berbagai harga barang dan biaya tenaga kerja.[31]
Untuk mencapai tujuan ini, mata uang yang dipakai hanya terdiri dari emas dan
perak.[32]
Menurut
Al-Maqrizy, mengindikasikan bahwa mata uang yang dapat diterima sebagai standar
nilai, baik menurut hukum, logika, maupun tradisi hanya terdiri dari emas dan
perak. Oleh karena itu, mata uang yang menggunakan bahan selain kedua logam ini
tidak layak disebut sebagai mata uang. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa
keberadaan fullus tetap diperlukan
sebagai alat tukar terhadap barang-barang yang tidak signifikan untuk berbagai
biaya kebutuhan rumah tangga sehari hari.[33]
Dengan kata lain fullus hanya
diizinkan dalam berbagai transaksi yang berskala kecil.[34]
E.
Uang Kertas dalam Pandangan Islam
Uang
kertas yang berlaku pada zaman sekarang disebut fiat money. Dinamakan demikian karena kemampuan uang untuk
berfungsi sebagai alat tukar dan memiliki daya beli tidak disebabkan karena
uang tersebut dilatar belakangi oleh emas.[35]
Lalu bagaimana hukum uang kertas ditinjau dari sisi syariah. Ada yang
berpendapat bahwa uang kertas tidak berlaku riba sehingga kalau ada orang
berhutang Rp. 100.000; kemudian mengembalikan kepada pemberi hutang sebanyak
Rp. 120.000; dalam tempo 3 bulan tidak termasuk riba. Mereka beranggapan bahwa
yang berlaku pada zaman Nabi SAW adalah uang emas dan perak dan yang diharamkan
tukar menukar dengan kelebihan adalah emas dan perak, karena itu uang kertas
tidak berlaku hukum riba padanya.
Jawaban
sebenarnya dapat kita cari dari penjelasan bahwa mata uang itu bisa dibuat dari
benda apa saja, sampai-sampai kulit unta, kata Umar bin Khattab. Ketika benda
tersebut telah ditetapkan sebagai mata uang yang sah, maka barang tersebut
telah berubah fungsinya dari barang biasa menjadi alat tukar dengan segala
fungsi turunannya. Jumhur ulama telah sepakat bahwa illat dalam emas dan perak yang diharamkan pertukarannya kecuali
serupa dengan serupa, sama dengan sama oleh Rasulullah SAW adalah karena “tsumuniyyah”, yaitu barang-barang
tersebut menjadi alat tukar, penyimpanan nilai dimana semua barang ditimbang
dan dinilai dengan nilainya.
Oleh
karena itu, ketika uang kertas telah menjadi alat pembayaran yang sah,
sekalipun tidak dilatarbelakangii oleh emas, maka kedudukannya dalam hukum sama
dengan kedudukan emas dan perak yang pada waktu Al-Qur’an diturunkan tengah
menjadi alat pembayaran yang sah. Karena itu riba berlaku pada uang kertas. Uang
kertas juga diakui sebagai harta kekayaan yang harus dikeluarkan zakkat
daripadanya. Dan zakat pun sah dikelurakan dalam bentuk uang kertas.[36]
F.
Hubungan Uang dengan Modal dalam perspektif Ekonomi
Islam
Modal
(capital) mengandung arti barang yang
dihasilkan oleh alam atau buatan manusia, yang diperlukan bukan untuk memenuhi
sacara langsung keinginan manusia tetapi untuk membantu memproduksi barang lain
yang pada gilirannya akan dapat memenuhi kebutuhan manusia secara langsung dan
menghasilkan keuntungan. Modal terbagi menjadi 2, yaitu modal tetap (fixed capital) dan modal yang
bersikulasi (circulating capital).
Modal tetap adalah benda-benda yang dapat dimanfaatkan, eksistensi substansinya
tidak berkurang contohnya : gedung, mesin, pabrik, mobil, daln lain sebagainya.
Sedangkan modal yang bersikulasi seperti bahan baku, uang dan lainnya yang
ketika manfaatnya dinikmati, substansinya juga hilang.
Dalam
syariah, modal tetap dapat disewakan tetapi tidak dapat dipinjamkan (qardh), sedangkan modal sirkulasi
bersifat konsumtif bisa dipinjamkan (qardh)
tetapi tidak dapat disewakan. Hal ini karena ijarah dalam Islam hanya dapat
dilakukan pada benda-benda yang memiliki karateristik substansinya dapat
dinikmati secara terpisah atau sekaligus. Ketika sebuah barang disewakan, maka
manfaat barang tersebut dipisahkan dari yang empunya. Barang tersebut dinikmati
oleh penyewa namun status kepemilikannya tetap pada empunya. Ketika masa sewa
sudah berakhir maka barang tersebut dikembalikan kepada empunya dalam keadaan
utuh seperti sebelumnya.
Uang
tidak memiliki sifat seperti ini. Ketika seseorang menggunakannya maka jumlah
uang itu habis dan hilang. Jika menggunakan uang tersebut dari pinjaman, maka
ia akan menggunakan hutang sebesar jumlah yang dipergunakan dan harus
mengembalikan dalam jumlah yang sama (mitsl)
bukan substansinya (a’in).
Barang
modal yang masuk dalam kategori tetap, akan mendapatkan return on capital dalam bentuk upah dari penyewaan jika transaksi
yang dipergunakan adalah ijarah (sewa
menyewa).[37]
Barang-barang modal juga mendapatkan return
on capital dalam bentuk bagian dari laba (profit) jika transaksi yang dipergunakan adalah musyarakah atasa dasar “Suatu barang yang dapat disewakan, maka
barang tersebut dapat dilakukan musyarakah atasnya”.
Berbeda
dengan fix capital, circulating capital (dalam hal ini uang)
tidak akan mendapatkan return on capital
dalam bentuk upah sewa seperti dalam ijarah.
Ia dibutuhkan sebagai alat tukar saja. Tetapi ia memiliki return on capital bila dikembangkan dalam bentuk akad mudharabah. Ia juga dapat dipinjamkan (qardh) tetapi tidak diperbolehkan
pengembaliannya melebihi pokoknya.[38]
KESIMPULAN
Dari
pembahasan yang dijabarkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa Uang adalah
benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk
mengadakan tukar menukar/perdagangan. Disetujui adalah terdapat kata sepakat di
antara anggota-anggota masyarakat untuk menggunakan satu atau beberapa benda
sebagai alat perantara dalam kegiatan tukar menukar.
Perbedaan
konsep uang dalam ekonomi Islam dan konvensional terdapat pada uang yang tidak
identik dengan modal, uang adalah public goods, modal adalah private goods, uang adalah flow concept, dan modal adalah stock concept dalam konsep uang secara
Islam. Kemudian dalam perubahan fungsi uang terbagi menjadi tiga yaitu commodity money atau uang barang, token money atau uang kertas serta deposit money atau uang giral.
Dalam
ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu, pengertiannya ada beberapa makna yaitu: al-naqdu berarti yang baik dari dirham,
menggenggam dirham, membedakan dirham, dan al-naqdu
juga berarti tunai. Dalam Islam,
uang dipandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditi. Peranan uang ini
dimaksudkan untuk melenyapkan ketidakadilan, ketidakjujuran, dan pengisapan dalam
ekonomi tukar-menukar (barter). Karena dalam system barter ada unsur
ketidakadilan yang digolongkan sebagai riba
al Fadhl, yang dilarang dalam Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M. Nur Rianto Al, S.E.,
M.Si. 2010. Teori Makro Ekonomi Islam :
Konsep, Teori dan Analisis, Bandung : Alfabeta.
Huda, Nurul et. al. 2008. Makro Ekonomi Islam : Pendekatan Teoritis,
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Karim, Adiwarman A. Ir. S.E., M.B.A., M.A.E.P. 2010. Ekonomi Makro Islami, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
Karim, Adiwarman Azwar, Ir. H.
S.E., M.B.A., M.A.E.P. 2004, Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Naf’an, 2014. Ekonomi Makro : Tinjauan Ekonomi Syariah, Yogyakarta
: Graha Ilmu.
Nasution, Mustafa Edwin et. al.
2010. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Suprayitno, Eko. 2005. Ekonomi Islam : Pendekatan Ekonomi Makro
Islam dan Konvensional, Yogyakarta : Graha Ilmu.
[1] Naf’an, Ekonomi Makro: Tinjauan Ekonomi Syariah, (Yogyakarta
: Graha Ilmu, 2014), hlm. 49.
[2] M. Nur Rianto Al Arif,
S.E., M.Si., Teori Makro Ekonomi Islam :
Konsep, Teori dan Analisis, (Bandung : Alfabeta, 2010), hlm. 45.
[3] Naf’an, Ekonomi Makro: Tinjauan Ekonomi Syariah...hlm.
49.
[4] Naf’an, Ekonomi Makro: Tinjauan Ekonomi Syariah...hlm.
50.
[5] Ibid., hlm. 51.
[6] Ibid., hlm. 52.
[7] Ibid., hlm. 53.
[8] Ibid., hlm. 54.
[9] M. Nur Rianto Al Arif,
S.E., M.Si., Teori Makro Ekonomi Islam...hlm.
46.
[10] Ibid., hlm. 47.
[11] Ibid., hlm. 62.
[12] Ibid., hlm. 63.
[13] Ibid., hlm. 64.
[14] Eko Suprayitno, Ekonomi Islam : Pendekatan Ekonomi Makro Islam
dan Konvensional, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2005), hlm. 198.
[15] Mustafa Edwin Nasution,
et. al., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,
(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 248.
[16] Ibid., hlm. 249.
[17] Naf’an, Ekonomi Makro: Tinjauan Ekonomi Syariah...
hlm. 65.
[18] Ibid., hlm. 67.
[19] Naf’an, Ekonomi Makro: Tinjauan Ekonomi Syariah...
hlm. 69.
[20] Ibid., hlm. 68.
[21] Ir. Adiwarman A. Karim,
S.E., M.B.A., M.A.E.P., Ekonomi Makro Islami,
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 87.
[22] Ibid., hlm. 88.
[23] M. Nur Rianto Al Arif, S.E.,
M.Si., Teori Makro Ekonomi Islam...
hlm. 62.
[24] Naf’an, Ekonomi Makro: Tinjauan Ekonomi Syariah...hlm.
69
[25] M. Nur Rianto Al Arif,
S.E., M.Si., Teori Makro Ekonomi Islam...hlm.
64.
[26] Ibid., hlm. 56.
[27] Eko Suprayitno, Ekonomi Islam : Pendekatan Ekonomi Makro Islam...hlm.
202.
[28] Ibid., hlm. 203.
[29] Ibid., hlm. 204.
[30] Ibid., hlm. 205.
[31] Ir. H. Adiwarman Azwar
Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P., Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 385.
[32] Ibid., hlm. 386.
[33] Ibid., hlm. 387.
[35] Nurul Huda et. al., Makro Ekonomi Islam : Pendekatan Teoritis,
(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 92.
[36] Ibid., hlm. 93.
[37] Ibid., hlm. 94.
[38] Ibid., hlm. 95.
Borgata Hotel Casino & Spa - Poker News
BalasHapus› www.poormansguidetocasinogambling › www.poormansguidetocasinogambling.com › poker-news › poker-news › poker-news 실시간 바카라 사이트 › poker-news › poker-news-theater › www.poormansguidocasinogambling Poker News · AUGUST 2015. 승인전화없는 꽁머니 사이트 5:42 PM ET · Jul 15, 188 벳 2015. AUGUST 2015. 5:42 bet365 가상 축구 PM ET · Jul 15, 2015. AUGUST 2015. 6:12 페이 백 먹튀 PM ET.