Senin, 27 Maret 2017

Makalah MLM Dalam Pandangan Islam

JUAL BELI SISTEM MLM (MULTI LEVEL MARKETING)
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A.      Pendahuluan
1.         Latar Belakang
Belakangan ini semakin banyak muncul perusahaan-perusahaan yang menjual produknya melalui sistem Multi Level Marketing (MLM). Dimana sistem ini lebih cenderung membuat kerugian pada anggotanya tanpa ada jaminan untuk mendapatkan untung. Yang mana dalam sistem MLM anggota diperintahkan untuk membeli barang yang akan dipasarkan kepada konsumen. Di satu sisi, sistem ini memiliki keuntungan bagi pemilik usaha karena ia tak perlu mengeluarkan biaya dalam iklan produknya. Sehingga hemat dalam segi pemasaran. Dalam perkembangan MLM di Indonesia, terdapat pro kontra di antara para ulama ahli fiqih, hingga Majelis Ulama Indonesia juga aktif memberikan kepastian status hukum terhadap perdagangan berbasis MLM yang menjamur di Indonesia. Sebagai muslim yang baik, pastaslah bagi kita untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam mengenai hukum dari sistem MLM itu.
2.         Rumusan Masalah
Bagaimana hukum jual beli MLM (Multi Level Marketing) dalam perspektif hukum islam?
3.         Tujuan
Untuk mengetahui hukum jual beli MLM (Multi Level Marketing) dalam perspektif hukum islam

B.       Konsep MLM
1.         Definisi MLM
Multi Level Marketing (MLM) berasal dari bahasa inggris, multi berarti banyak, level berarti jenjang atau tingkat, sedangkan marketing artinya pemasaran. Jadi multi multi level marketing adalah pemasaran yang berjenjang banyak. Disebut multi level, karena merupakan suatu organisasi distributor yang melaksanakan penjualan yang berjenjang banyak atau bertingkat-tingkat.[1]
MLM ini disebut juga sebagai network marketing karena anggota kelompok tersebut semakin banyak, sehingga membentuk sebuah jaringan kerja (network) yang merupakan  suatu sistem pemasaran dengan menggunakan jaringan kerja berupa sekumpulan banyak orang yang kerjanya melakukan pemasaran.[2] Dimana mitra usaha mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang atau jasa yang dilakukannya sendiri dan anggota jaringan di dalam kelompoknya.
Sistem ini memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan sistem pemasaran yang lain, di antara ciri-ciri khusus tersebut adalah : terdapat banyak jenjang atau level, melakukan perekrutan anggota baru, penjualan produk, terdapat sistem pelatihan, serta adanya komisi atau bonus untuk tiap jenjangnya.[3]
MLM hanyalah suatu metode bisnis alternative yang berhubungan dengan Pemasaran dan Distribusi. Perhatian utama dari MLM adalah menentukan cara terbaik untuk menjual produk dari suatu perusahaan melalui inovasi di bidang pemasaran dan distribusi. MLM hanya berkaitan dengan bagaimana bisa menjual suatu produk dengan lebih efisien dan efektif kepada pasar.[4]
2.         Keunggulan MLM
a.         Keunggulan dari sisi kompensasi
Sistem kompensasi usaha MLM berbeda dengan sistem gaji bagi pegawai yang bersifat linier dan naik secara berkala, bisnis ini bersifat eksponensial. Setiap jenjang memiliki sumber penghasilan sesuai dengan prestasi si distributornya.[5]
b.        Keunggulan dari sisi modal
MLM lebih menekankan hubungan yang dimiliki oleh para distributor mereka sebagai modal utama.[6]
c.         Keunggulan dari sisi waktu
Bisnis MLM adalah bisnis dengan waktu fleksibel. Para distributor dalpat melakukan presentasi atau penjualan padaa waktu yang mereka tentukan sendiri.
d.        Keunggulan dari sisi pemasaran
Bisnis MLM memiliki jaringan pemasaran yang sangat baik. Ditambah dengan adanya sistem pendukung yang mudah ditiru dan dijalankan oleh setiap orang yang bergabung, memungkinkan bisnis ini akan terus berkembang.
e.         Keunggulan dari sisi kelompok
MLM adalah bisnis yang mengorganisasikan banyak orang, menggabungkan masing-masing kekuatannya, dan saling mendukung satu dengan yang lainnya.[7]
f.          Keunggulan dari sisi bisnis
MLM seperti membeli waralaba pribadi. Oleh karena itu, ketika sebuah jaringan sudah terbentuk, maka seseorang tinggal menunggu untuk mendapatkan hasil dari usahanya.
g.        Tempat belajar yang baik
MLM merupakan tempat yang baik untuk belajar keterampilan bisnis dalam kehidupan nyata.[8]
3.         Kekurangan MLM
a.         Masalah kejenuhan pasar
Kejenuhan pasar (market saturation) berkaitan dengan kondisi pasar dalam menanggapi suatu produk. Pada bisnis MLM dengan tidak adanya batasan jumlah distributor pada suatu daerah, sangat memungkinkan suatu daerah akan kelebihan distributor maka akan timbul persaingan yang kurang sehat.[9]
b.        Masalah keorganisasian
Semua struktur organisasi baik yang konvensional maupun MLM, mengadopsi variasi-variasi sari sistem piramida. Struktur organisasi dengan jenjang yang tidak dibatasi memungkinkan terjadinya penumpukan pada level-level akhir.
c.         Masalah materialisme
Beberapa usaha MLM cenderung melakukannya dengan menjanjikan pemberian bonus yang luas biasa. Inilah yang memandang MLM sedang mengkampanyekan materialisme.
d.        Masalah hubungan
Seorang distributor MLM akan selalu memandang hubungan sosial dengan orang lain sebagai prospek untuk membangun bisnis.[10]
4.         Mekanisme Transaksi MLM
Pada umumnya sistem bisnis MLM dilakukan dengan cara merekrut member (anggota) sekaligus sebagai konsumen dari perusahaan. Adapun secara terperinci bisnis MLM dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a.         Untuk memasarkan produk tertentu, pertama-tama perusahaan MLM berusaha menawarkan kepada konsumen untuk membeli satu paket produk dan biasanya sekaligus menawari menjadi anggota (member), dengan cara mengharuskan membayar sejumlah uang dengan harga tertentu.[11]
b.        Dengan membeli paket produk dari perusahaan MLM, pihak pembeli diberi satu formulir keanggotaan (member), sehingga dapat menjadi makelar (referee) untuk turut memasarkan produk kepada pihak lain.
c.         Apabila dari hasil pemasaran mendapatkan member baru (downline), berarti makelar tersebut menempati posisi sebagai atasan (upline).
d.        Jika member sebelumnya (upline) mampu menjaring member yang baru (downline) hingga jumlah tertentu, maka referee akan mendapatkan bonus dari perusahaan. Perhitungan pemberian bonus itu berasal dari hasil penjualan secara langsung maupun dari hasil kenerja downline (bonus jaringan).

Dalam transaksi MLM, selalu mengenal istilah up line dan down line. Pihak up line merupakan kelompok tingkat atas yang mempunyai kewajiban mencari anggota di bawahnya untuk menjadi anggota baru dalam proses pemasaran. Sedangkan down line merupakan bawahan yang yang bertugas mencari orang lain untuk menjadi anggota baru dalam proses marketing. Seorang yang sudah pada posisi up line mempunyai hak untuk menerima bonus dari bentuk fee dari apa yang sudah mereka kerjakan. Bagi up line, cukup berdiam, diri tanpa bekerja akan tetap memperoleh passive income berupa bonus yang dihasilkan dari kinerja pihak down line.[12]

C.      Problematika MLM Perspektif Hukum Islam
Untuk menentukan keabsahan bisnis MLM dari sudut pandang syariah, tidak cukup hanya dilihat pada sisi objeknya saja, melainkan harus ditinjau kembali secara keseluruhan dari aspek mekanisme transaksinya. Dalam dinamika pemikiran hukum bisnis berdasarkan prinsip syariah, apabila yang menjadi penilaian sebatas pada sisi objeknya, maka ada di antara kalangan yang berpendapat bisnis MLM halal hukumnya. Namun apabila ditinjau dari aspek keseluruhan, ternyata beberapa kalangan berpendapat bahwa bisnis MLM haram hukumnya.
Adapun sebab persoalan dalam bisnis MLM ialah :[13]
1.         Dalam bisnis MLM terdapat dua akad dalam satu transaksi (shafqatayn fi shafqah)
Pertama akad jual beli (al-bai) dan kedua akad permakelaran (samsarah). Karena itu apabila bisnis MLM masuk kategori ini, berarti bertentangan dengan sabda nabi SAW :
لَا يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلَا شَرْطَانِ فِي بَيْع
“Tidak dahalalkan salaf (akad pemesanan barang) dengan jual beli, dan tidak dihalalkan dua syarat dalam satu transaksi jual beli” (HR. Ibnu Majah, Hakim dan Ibnu Hibban).
لا تحل صفقتان في صفقة
“Tidaklah dihalalkan dua kesepakatan aqad dalam satu kesepakatan aqad” (HR. Thabrani).
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ
“Nabi SAW telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian”. (HR. Ahmad, Nasai, dan Tirmidzi)
2.         MLM merupakan pemasaran satu paket produk dengan membentuk piramida. Dengan sistem piramida, keberadaan upline lebih diuntungkan dari downline, baik ditinjau dari segi peluang merekrut member baru maupun bonus yang didapatkan. Karena pada level tertentu downline tidak mungkin bisa mencari anggota baru lagi, sehingga semua bonus dan point yang dijanjikan adalah impian belaka.[14]
3.         Perhitungan bonus bagi upline seharusnya hanya didasarkan pada hasil penjualan secara langsung, bukan dari hasil kinerja bawahan (downline) secara berjenjang. Karena apabila bonus diperoleh dari sistem jaringan, tanpa kerja pun pihak upline akan mendapat passive income dari kerja downline. Sehingga pada level tertentu, piihak downline pasti akan dirugikan..[15]
4.         Makelar di atas makelar dengan mengambil prosentase yang bukan haknya.
Aqad samsarah (makelaran) adalah aqad yang melibatkan seorang makelar dengan pemilik barang (shahib al-mâl) atau pembeli barang. Pada kasus MLM, seorang upline yang menempati posisi sebagai makelar, akan mendapatkan komisi atas pembelian yang dilakukan oleh bawahannya atau downline-nya, yang juga makelar. Ini menunjukkan bahwa upline tersebut mendapatkan komisi (prosentase) dari pembeli tidak lain downline yang sekaligus merupakan makelar juga. Praktek semacam ini tentunya adalah praktek yang bertentangan dengan syariat Islam.
Karena itu, memakelari makelar atau samsarah ‘ala samsarah tidak diperbolehkan. Sebab, kedudukan makelar adalah sebagai orang tengah. Atau orang yang mempertemukan (muslih) dua kepentingan yang berbeda, kepentingan penjual dan pembeli. Jika dia menjadi penengah orang tengah (mutawwith al-mutawwith), maka statusnya tidak lagi sebagai penengah. Dan gugurlah kedudukannya sebagai penengah, atau makelar.
5.         Di dalam MLM terdapat unsur perjudian, karena seseorang ketika membeli salah satu produk yang ditawarkan, sebenarnya niatnya  bukan karena ingin memanfaatkan atau memakai produk tersebut, tetapi dia membelinya sekedar sebagai sarana untuk mendapatkan point yang nilainya jauh lebih besar dari harga barang tersebut. Sedangkan nilai yang diharapkan tersebut belum tentu ia dapatkan.
6.         Di dalam MLM terdapat hal yang bertentangan dengan kaidah umum jual beli, seperti kaidah : Al Ghunmu bi al Ghurmi, bahwa keuntungan itu sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan atau resiko yang dihadapinya. Di dalam MLM ada pihak-pihak yang paling dirugikan yaitu mereka yang berada di level-level paling bawah, karena merekalah yang sebenarnya bekerja keras untuk merekrut anggota baru, tetapi keuntungannya yang menikmati adalah orang-orang yang berada pada level atas.

D.      Pandangan Para Ulama Mengenai Hukum MLM
1.         Fatwa Al Lajnah Ad Daimah (Komisi Fatwa di Kerajaan Saudi Arabia) tentang MLM yang Terlarang
Dalam fatwa Al Lajnah Ad Daimah No. 22935 tertanggal 14/3/1425 H menerangkan mengenai MLM yang terlarang terhimpun berbagai permasalahan berikut:
a.         Di dalamnya terdapat bentuk riba fadhl dan riba nasi-ah. Anggota diperintahkan membayar sejumlah uang yang jumlahnya sedikit lantas mengharapkan timbal balik lebih besar, ini berarti menukar sejumlah uang dengan uang yang berlebih. Ini jelas adalah bentuk riba yang diharamkan berdasarkan nash dan ijma’. Karena sebenarnya yang terjadi adalah tukar menukar uang. Dan bukan maksud sebenarnya adalah untuk menjadi anggota (seperti dalam syarikat) sehingga tidak berpengaruh dalam hukum.
b.        Di dalamnya terdapat bentuk ghoror yang diharamkan syari’at. Karena anggota tidak mengetahui apakah ia bisa menarik anggota yang lain ataukah tidak. Pemasaran berjenjang atau sistem piramida jika berlangsung, suatu saat akan mencapai titik akhir. Anggota baru tidaklah mengetahui apakah ketika menjadi bagian dari sistem, ia berada di level tertinggi sehingga bisa mendapat untung besar atau ia berada di level terendah sehingga bisa rugi besar.
c.         Di dalam MLM terdapat bentuk memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Karena yang sebenarnya untung adalah perusahaan (syarikat) dan anggota telah ditentukan untuk mengelabui yang lain. Di dalam muamalah ini terdapat penipuan dan pengelabuan terhadap manusia. Karena orang-orang mengira bahwa dengan menjadi anggota nantinya mereka akan mendapatkan untung yang besar.
d.        Beda Makelar dan MLM. Adapun pendapat bahwa transaksi ini tergolong samsaroh (makelar), maka itu tidak benar. Karena samsaroh adalah transaksi di mana pihak pertama mendapatkan imbalan atas usahanya mempertemukan barang (dengan pembelinya). Adapun MLM, anggotanya-lah yang mengeluarkan biaya untuk memasarkan produk tersebut. Hakekat sebenarnya dari samsaroh adalah memasarkan produk. Berbeda dengan maksud MLM yang ingin mencari komisi. Karena itu, orang yang bergabung dalam MLM memasarkan kepada orang yang akan memasarkan dan seterusnya.
e.         Beda Hibah dan Komisi MLM. Adapun pendapat bahwa komisi-komisi tersebut masuk dalam kategori hibah (hadiah), maka ini tidak benar. Komisi MLM sebenarnya hanyalah diperoleh karena bergabung dalam sistem pemasaran MLM. Apapun namanya, baik itu hadiah, hibah atau selainnya, maka hal tersebut sama sekali tidak mengubah hakikat dan hukumnya.[16]

2.         Fatwa DSN No : 75/DSN MUI/VII 2009  tentang PLBS
DSN MUI telah menerbitkan fatwa DSN No : 75/DSN MUI/VII 2009  tentang PLBS (Penjualan langsung Berjenjang Syariah). Dalam fatwa tersebut Sebuah perusahaan atau industry MLM dianggap halal dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah apabila memenuhi 12 point persyaratan. Yaitu :
a.         Adanya obyek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa barang atau produk jasa.
b.        Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang diharamkan dan atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram.
c.         Transaksi dalam perdagangan tersebut tidak mengandung unsur gharar, maysir, riba, dharar, dzulm, maksiat.
d.        Tidak ada kenaikan harga/biaya yang berlebihan (excessive mark-up), sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas/manfaat yang diperoleh.
e.         Komisi yang diberikan perusahaan kepada anggota baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume/ nilai hasil penjualan barang/  produk jasa, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha dalam PLBS.[17]
f.          Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) harus jelas jumlahnya ketika dilakukan transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan oleh perusahaan.
g.        Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara reguler tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.
h.        Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) tidak menimbulkan ighra’.[18]
i.          Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antara anggota pertama dengan anggota berikutnya.
j.          Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan dan acara seremonial yang dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan akhlak mulia, seperti syirik, kultus, maksiat dan lainlain.
k.        Setiap mitra usaha yang melakukan perekrutan keanggotaan berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anggota yang direkrutnya tersebut.
l.          Tidak melakukan kegiatan money game.[19]

E.       Analisis Perspektif Teori Hukum Islam          
Upah, hadiah ataupun bonus dalam bisnis MLM ini menurut hukum islam sesuai dengan akad ijarah yaitu upah atas pemanfaatan suatu barang atau imbalan suatu kegiatan, atau upah karena melakukan suatu aktifitas. Tapi dalam MLM dapat dibedakan yaitu komisi sesuai dengan akad Ijarah, sedangkan bonus sesuai dengan akad Ju’alah.[20] Secara secara istilah ju’alah adalah suatu tanggungjawab dalam bentuk janji memberikan imbalan upah tertentu secara sukarela terhadap seseorang yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan atau dihasilkan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Misalkan dalam satu bulan seseorang akan mendapatkan bonus Rp. 200.000 jika mampu mencapai target yang menjual sebanyak 10 Produk. Setiap menjual satu produk akan mendapat komisis Rp. 100.000. jadi, jika seorang distributor dalam satu bulan hanya bisa menjual 5 Produk maka hanya mendapat komisi sebesar Rp. 500.000. jika menjual 9 produk maka hanya mendapatkan komisi sebesar Rp. 900.000. tetapi jika dapat mencapai target yaitu menjual 10 Produk maka orang tersebut akan mendapatkan komisis sebesar Rp. 1.000.000 ditambah dengan bonus Rp. 200.000, sehingga mendapatkan Rp. 1.200.000.
Dari contoh diatas bahwa komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada distributor dapat dikategorikan ke dalam akad ijarah karena distributor telah memasarkan produknya, sedangkan bonus Rp. 200.000 yang diberikan perusahaan dapat dikategorikan ke dalam akad Ju’alah karena distributor telah berhasil mencapai target yang ditentukan oleh perusahaan.[21]
Dalam literatur hukum islam, sistem MLM ini dapat dikategorikan pembahasan fiqh muamalah dalam kitab Buyu’ mengenai perdagangan atau jual beli yang hukum asalnya dari aspek hukum jual-belinya secara prinsip boleh berdasarkan kaidah Fiqih sebagaimana dikemukakan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah.
أنّ الأصلَ في العِباَداتِ البُطْلاَنُ إلاَّ ما شَرَعَهُ اللّهُ ورسولُه، وعَكْسُ هذا، العُقُوْدُ والْمَطَاعِمُ، الأَصْلُ فيها الصِّحّةُ والحِلُّ إلاّ ما أَبْطَلَهُ اللّهُ ورسولُهُ
“Pada dasarnya semua ibadah hukumnya bathil (haram), kecuali apa yang disyari’atkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan sebaliknya, dalam semua transaksi (‘aqad, muamalah) dan makanan pada dasarnya sah dan halal, kecuali apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya”. 

Berdasarkan kaedah fiqih di atas, jelas bahwa dalam wilayah muamalah, Islam memberikan jalan bagi manusia untuk melakukan berbagai improvisasi dan inovasi melalui sistem, teknik dan mediasi dalam melakukan perdagangan atau bisnis lainnya. Selama muamalah itu tidak melanggar prinsip-prinsip syari’ah, maka hukumnya diperbolehkan. Oleh karena itu, dasar hukum yang dapat dijadikan panduan umat islam terhadap Bisnis MLM ini antara lain adalah konsep jual beli, tolong menolong, dan kerja sama (taawun).
Dalam Al-Qur’an dasar hukum jual beli diantaranya terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 275 :
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah telah Menghalalkan jual beli dan Mengharamkan riba.”

Sedangkan dasar hukum ta’awun diantaranya QS Al-Maidah ayat 2 :
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya.”[22]

Ada dua aspek untuk menilai apakah bisnis MLM itu sesuai dengan prinsip syariah atau tidak, yaitu :
1.         Aspek produk atau jasa yang dijual
2.         Sistem dari MLM itu sendiri.
Dari aspek produk yang dijual, dalam hal ini objek dari MLM harus merupakan produk yang halal dan jelas. Bukan produk yang dilarang oleh agama. Syarat objek dalam MLM adalah pada prinsipnya selain objeknya harus barang halal, produk itu juga harus bermanfaat, dapat diserahterimakan, dan mempunyai harga yang jelas. Oleh karena itu, meskipun MLM tersebut dikelola atau memiliki jaringan distribusi yang dijalankan oleh muslim, namun apabila objeknya tidak jelas bentuk, harga atau manfaatnya, maka tidak sah.[23]
Dalam menjalankan usahanya MLM syariah harus memenuhi hal-hal sebagai berikut :
1.         Sistem distribusi pendapatkan, haruslah dilakukan secara profesional dan seimbang. Dengan kata lain tidak terjadi eksploitasi antar sesama.
2.         Apresiasi distributor, haruslah apresiasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, misalnya tidak melakukan pemaksaan, tidak berdusta, jujur, dan tidak merugikan pihak lain, serta berakhlak mulia.
3.         Penetapan harga, kalaupun keuntungan (komisi dan bonus) yang akan diberikan kepada para anggota berasal dari keuntungan penjualan barang, bukan berarti harga barang yang dipasarkan harus tinggi. Hendaknya semakin besar jumlah anggota dan distributor, maka tingkat harga semakin menurun, yang pada akhirnya kaum muslimin dapat merasakan sistem pemasaran tersebut.
4.         Jenis produk, yang ditawarkan haruslah produk yang benar-benar terjamin kehalalan dan kesuciannya sehingga kaum muslimin merasa aman untuk menggunakan/mengkonsumsi produk yang dipasarkan.[24]
Jadi, pada dasarnya hukum dari MLM adalah mubah (boleh), asalkan tidak mengandung unsur-unsur :
1.         Riba
2.         Gharar atau ketidak jelasan
3.         Dharar atau merugikan/menzalimi pihak lain
4.         Jahalah atau tidak transparan.[25]

F.       Kesimpulan
Multi Level Marketing tidak bertentangan dengan hukum perikatan islam sepanjang memenuhi rukun dan syarat-syarat perikatan menurut hukum Islam serta tidak mengandung unsur-unsur riba, gharar, dharar dan jahalah. Selain itu, menyangkut keuntungaan yang diperoleh masing-masing pihak mitra kerja dalam sistem MLM yang berjenjang ini dapat disepadankan dengan ungkapan dalam QS. Al-baqarah ayat 261 :
مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

”Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah Melipatgandakan bagi siapa yang Dia Kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui”.


DAFTAR PUSTAKA


Amin, Muhammad. 2016. Strategi Pemasaran MLM (Multi Level Marketing) Perspektif Ekonomi Islam: Studi Kasuus Pada PT. Natural Nusantara cabang Purwokerto, Purwokerto : IAIN Purwokerto.

Dewan Syariah Nasional MUI. 2014.  Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, Jakarta : Erlangga.

Dewi, Gemala SH., LL.M. 2005. Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Jakarta : Prenada Media.

Fatwa Al Lajnah Ad Daimah (Komisi Fatwa di Kerajaan Saudi Arabia) tentang MLM yang Terlarang.  Sumber : https://rumaysho.com/2490-meninjau-hukum-mlm.html 

Kuswara. 2005. Mengenal MLM Syariah Dari Halal-Haram, Kiat Berwirausaha, Sampai dengan Pengelolaannya, Tangerang : Qultum Media.

S, Burhanudin. 2009. Hukum Kontrak Syariah, Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.

Santoso, Benny, S.T., M.Com. 2003.  All About MLM Memahami Lebih Jauh MLM dan Pernak-Perniknya, Yogyakarta : Andi
.




[1] Gemala Dewi, SH., LL.M., Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, (Jakarta : Prenada Media, 2005), Hlm. 187.
[2] Ibid, Hlm. 188.
[3] Kuswara, Mengenal MLM Syariah Dari Halal-Haram, Kiat Berwirausaha, Sampai dengan Pengelolaannya, (Tangerang : Qultum Media, 2005), Hlm. 17.
[4] Benny Santoso, S.T., M.Com., All About MLM Memahami Lebih Jauh MLM dan Pernak-Perniknya, (Yogyakarta : Andi, 2003), Hlm. 26.
[5] Kuswara, Mengenal MLM Syariah Dari Halal-Haram, Kiat Berwirausaha, Sampai dengan Pengelolaannya, (Tangerang : Qultum Media, 2005), Hlm. 36.
[6] Benny Santoso, S.T., M.Com., All About MLM Memahami Lebih Jauh MLM dan Pernak-Perniknya, (Yogyakarta : Andi, 2003), Hlm. 47.
[7] Kuswara, Mengenal MLM Syariah Dari Halal-Haram, Kiat Berwirausaha, Sampai dengan Pengelolaannya, (Tangerang : Qultum Media, 2005), Hlm. 37.
[8] Benny Santoso, S.T., M.Com., All About MLM Memahami Lebih Jauh MLM dan Pernak-Perniknya, (Yogyakarta : Andi, 2003), Hlm. 51.
[9] Kuswara, Mengenal MLM Syariah Dari Halal-Haram, Kiat Berwirausaha, Sampai dengan Pengelolaannya, (Tangerang : Qultum Media, 2005), Hlm. 38.
[10] Ibid, Hlm. 39.
[11] Burhanudin S, Hukum Kontrak Syariah, (Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta, 2009), Hlm. 269.
[12] Ibid, Hlm. 270.
[13] Ibid, Hlm. 272.
[14] Ibid, Hlm. 271.
[15] Ibid, Hlm. 273.
[16] Fatwa Al Lajnah Ad Daimah (Komisi Fatwa di Kerajaan Saudi Arabia) tentang MLM yang Terlarang.  Sumber : https://rumaysho.com/2490-meninjau-hukum-mlm.html 
[17] Dewan Syariah Nasional MUI , Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, (Jakarta : Erlangga, 2014), Hlm. 813.
[18] Ighra’ adalah memberikan iming-iming atau janji-janji manis yang berlebih-lebihan.
[19] Dewan Syariah Nasional MUI , Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, (Jakarta : Erlangga, 2014), Hlm. 814.
[20] Muhammad Amin, Strategi Pemasaran MLM (Multi Level Marketing) Perspektif Ekonomi Islam: Studi Kasuus Pada PT. Natural Nusantara cabang Purwokerto, (Purwokerto : IAIN Purwokerto, 2016), Hlm. 76.
[21] Ibid, Hlm. 77.
[22] Gemala Dewi, SH., LL.M., Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, (Jakarta : Prenada Media, 2005), Hlm.  189.
[23] Ibid, Hlm.  190.
[24] Ibid, Hlm.  191.
[25] Ibid, Hlm.  190.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar