Kamis, 06 Juli 2017

Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah

PEMBAHASAN

A.      Definisi Dana Pensiun
Di negara maju penyelenggaraan program pensiun sudah dilakukan sejak tahun 1800-an. Di Canada UU dana pensiun yang dikenal dengan nama Pension Fund Societies Act of 1887, mulai dilaksanakan sejak tahun 1887, merupakan program pensiun untuk pegawai pemerintah federal, karyawan kereta api, dan lembaga keuangan. Di Indonesia melalui UU No. 7 Tahun 1993 tentang Pajak Penghasilan dan Keputusan Menteri Keuangan No. 250 / KMK.001 / 1985 tanggal 6 Maret 1985 telah diberikan perlakuan khusus kepada usaha swasta yang menyelenggarakan program pensiun.[1] Untuk lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraan program pensiun, pemerintah telah menetapkan suatu UU tentang Dana Pensiun, yaitu UU No. 11 Tahun 1992 yang ditetapkan pada tanggal 20 April 1992. Selain itu, pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan yang berkaitan dengan UU No.11/1992 yaitu Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun Lembaga Keuangan.[2]
Dana pensiun merupakan sekumpulan aset yang dikelola dan dijanjikan oleh suatu lembaga untuk menghasilkan manfaat pensiun, yaitu suatu pembayaran berkala yang dibayarkan kepada peserta dengan cara yang ditetapkan dalam ketentuan yang menjadi dasar penyelenggaraan program pensiun.[3] Dana pensiun sesuai dengan undang-undang No. 11 Tahun 1992 adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Penyelenggaraan dana pensiun dapat dikelola oleh pemberi kerja atau dengan menyerahkan kepada lembaga-lembaga keuangan yang menawarkan jasa pengelolaan dana pensiun.[4]

B.       Tujuan Penyelenggaraan Dana Pensiun
1.        Bagi Pemberi Kerja
a.         Kewajiban Moral. Perusahaan mempunyai kewajiban moral untuk memberikan rasa aman kepada karyawan pada saat mencapai usia pensiun. Kewajiban moral tersebut diwujudkan dengan memberikan jaminan ketenangan atas masa depan para karyawannya.
b.        Loyalitas. Jaminan yang diberikan untuk karyawan akan memberikan
dampak positif pada perusahaan. Karyawan akan termotivasi untuk bekerja lebih baik dengan loyalitas dan dedikasi yang tinggi.
c.         Kompetisi pasar tenaga kerja. Dengan memasukan program pensiun sebagai suatu bagian dari total kompensasi yang diberikan kepada karyawan diharapkan perusahaan akan memiliki daya saing dan nilai lebih dalam usaha mendapatkan karyawan yang berkualitas dan profesional di pasaran tenaga kerja.[5]
2.        Bagi Karyawan
a.         Rasa aman terhadap masa yang akan datang. Karyawan mengharapkan mendapatkan jaminan ekonomis karena penghasilan yang ia terima memasuki masa pensiun.
b.        Kompensasi yang lebih baik. Karyawan mempunyai tambahan kompensasi meskipun baru bisa ia nikmati pada saat mencapai usia pensiun atau berhenti bekerja.[6]

C.      Peserta dan Usia Pensiun
Peserta adalah setiap orang yang memenuhi persyaratan peraturan dana pensiun. Pasal 19 UU No. 12 Tahun 1992 menyatakan bahwa setiap karyawan yang termasuk golongan karyawan yang memenuhi syarat kepesertaan dalam dana pensiun yang didirikan oleh pemberi kerja, berhak menjadi peserta apabila telah berusia 18 tahun atau telah menikah dan memiliki masa kerja sekurangnya 1 tahun pada pendiri atau mitra pendiri.
Usia pensiun adalah usia ketika peserta berhak mengajukan pensiun dan mendapatkan manfaat pensiun. Usia pensiun dapat dibedakan menjadi 4 :
1.        Pensiun normal (normal retirement)
Adalah usia paling rendah saat karyawan berhak untuk pensiun tanpa perlu persetujuan dari pemberi kerja dengan memperoleh manfaat pensiun penuh.
2.        Pensiun dipercepat (early retirement)
Adalah ketentuan pensiun yang mengizinkan peserta pensiun untuk mempercepat pensiun karena suatu hal. Besarnya manfaat pensiun yang dapat diperoleh ditentukan berdasarkan perhitungan ekuivalen akturial (actuarial equivalent).[7] Manfaat pensiun diberikan kepada peserta apabila yang bersangkutan berhenti menyetor iuran setelah mencapai usia sekurang-kurangnya 10 tahun sebelum dicapainya usia normal yang pembayarannya dilakukan secepat-cepatnya pada saat peserta mencapai usia 10 tahun sebelum pensiun normal.[8]
3.        Pensiun ditunda (deffered retirement)
Ketentuan ini memperkenankan karyawannya yang secara mental dan fisik masih sehat untuk tetap bekerja melampaui usia pensiun normal, dengan ketentuan pembayaran pensiun dimulai pada tanggal pensiun normal meskipun yang bersangkutan tetap meneruskan bekerja dan memperoleh gaji dari perusahaan bersangkutan.
4.        Pensiun cacat
Apabila karyawan mengalami cacat dan dianggap tidak lagi mampu melaksanakan pekerjaannya, berhak memperoleh manfaat pensiun.[9]

D.      Program Pensiun dan Jenis Kelembagaan Dana Pensiun
Program pensiun adalah program yang mengupayakan manfaat pensiun bagi pesertanya. Menurut UU No. 11 Tahun 1992 program pensiun terdiri dari tiga golongan :[10]
1.        Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) / Defined Benefit.
Pada PPMP, besar manfaat pensiun ditentukan berdasarkan rumus tertentu yang telah ditetapkan di awal. Rumus tersebut biasanya dikaitkan dengan dengan masa kerja dan penghasilan kita.[11] Dengan metode ini, pensiunan akan mendapat penghasilan tetap selama sisa hidupnya. Berapa besarnya penghasilan tetap tersebut, tergantung atas dasar perhitungan yang ditetapkan dan disetujui kedua belah pihak.[12] Di Indonesia sesuai dengan UU No. 11/1992 Pasal 15, seluruh iuran kedua belah pihak serta hasil investasi yang diperoleh harus disetor kepada dana pensiun.[13]
2.        Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) / Defined Contribution
Besarnya iuran dalam program ini ditetapkan dalam bentuk presentase tertentu dari gaji setiap bulannya, misalnya 5 % dari gaji. Iuran yang dikumpulkan ini dikembangkan dengan menginvestasikan dalam suatu porto folio aset yang memberikan penghasilan. Besarnya pensiun yang akan diterima seorang pensiunan adalah jumlah iurannya ditambah dengan hasil pengembangan dana pensiun itu sendiri. Jadi, makin baik pengembangan dana tersebut akan makin baik penerimaan pensiun setiap bulannya.[14]
3.        Program pensiun berdasarkan keuntungan / Profit Sharing Pension Plan
Program pensiun berdasarkan keuntungan adalah program pensiun iuran pasti, dengan iuran hanya dari pemberi kerja yang didasarkan pada rumus yang dikaitkan dengan keuntungan pemberi kerja. Formula yang umum digunakan untuk menentukan jumlah iuran yang dibayarkan adalah Program pensiun pemberian keuntungan, yaitu program pensiun yang bersumber pembiayaan atau iurannya berasal dari presentase tertentu dari keuntungan yang diperoleh perusahaan sebelum pajak. Iuran berubah-ubah setiap tahun tergantung laba perusahaan.[15]

Penyelenggaraan program pensiun dapat dilakukan oleh perusahaan pemberi kerja atau oleh suatu lembaga keuangan.[16]
1.        Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK)
Lembaga ini dibentuk oleh orang atau badan yang memperkerjakan karyawan, selaku pendiri dan untuk menyelenggarakan progran pensiun manfaat pasti atau program pensiun iuran pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawan sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewaajiban terhadap pemberi kerja.[17]
2.        Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)
Adalah lembaga dana pensiun yang dibentuk bank atau perusahaan asuransi jiwa, untuk menyelenggarakan program pensiun pasti bagi perorangan. Baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.[18]

E.       Dana Pensiun Lembaga Keuangan Islam (DPLK)
Penerapan prinsip syariah dalam lembaga Dana Pensiun sangat dimungkinkan, yaitu menggunakan skema yang bebas dari unsur-unsur yang dilarang dalam Islam yaitu unsur maisyir, gharar, riba, ryswah, dan bathil.[19] Dengan demikian dana yang terkumpul dari iuran yang dibayar oleh peserta, harus diinvestasikan yang dibenarkan secara syariah. Misalnya diinvestasikan pada efek-efek yang sesuai dengan prinsip syariah, yakni  efek dari perusahaaan yang sudah terdaftar dalam Jakarta Islamic Idex.
Secara faktual di Indonesia pada tahun 2001 Dana Pensiun yang menerapkan prinsip syariah ini baru ada satu yakni Dana Pensiun Syariah yang dikeluarkan oleh PT. Principal Indonesia. Polanya hampir sama dengan tabungan. Sementara pada tahun 2007 sudah terdapat beberapa perusahaan yang mengelola Dana Pensiun Syariah diantaranya : Bank Muamalat Indonesia (BMI), Manulife dan Allianz.[20] Lambannya pertumbuhan dana pensiun Islam disebabkan beberapa faktor diantaranya :
1.        Kebutuhan Regulasi Dana Pensiun Islam
Harus diakui bahwa perkembangan dana pensiun Islam relatif tertinggal bila dibandingkan dengan industri keuangan Islam yang lain. Hal ini diantaranya disebabkan minimnya dukungan strategi dan regulasi. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa hal :
a.         Strategi pengembangan industri. Ketika perbankan, asuransi dan pasar modal Islam sudah memiliki dan masuk dalam rood map strategi pengembangan masing-masing industri, dana pensiun Islam belum disentuh sedikitpun dalam kebijakan dan srategi pengembangan industri dana pensiun 2007-2011.
b.        Dana pensiun Islam belum ada satu pun peraturan dan fatwa DSN-MUI yang mendukung, sehingga regulasi sebagai kerangka operasional dana pensiun Islam hanya mengacu pada peraturan dana pensiun dan Fatwa MUI yang umum.
c.         Ketentuan Investasi langsung dalam UU No. 11/1992 tentang dana pensiun. Selama ini Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Islam mengeluhkan tentang produk investasi terikat (mudarabah mukayyadah/restricted investment) yang berpotensi besar, tidak dapat dimasuki oleh DPLK Islam.[21]
2.        Keterbatasan Instrumen Investasi Islam
Pilihan investasi Islam masih menjadi salah satu hambatan bagi dana pensiun Islam. Padahal sebagaimana asuransi dan perbankan Islam, dana Pensiun Islam pun harus mengelola dan menginvestasikan dananya pada portofolio instrumen Islam.[22]

Berdasarkan pada kondisi tersebut, maka ada beberapa langkah penting yang dapat ditempuh untuk membangun sistem tata kelola yang efektif bagi Dana Pensiun Syariah dalam konteks ke-Indonesiaan saat ini, antara lain :[23]
1.        Good Pension Fund Governance (GPFG)
Dalam mengelola program pensiun, diperlukan komitmen pendiri dan pengelola untuk mengelola dana peserta secara hati-hati. Oleh karena itu, dalam mengelola dana pensiun agar dapat memenuhi harapan para stakeholder perlu dikelola secara profesional. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah mewajibkan seluruh lembaga dana pensiun untuk menyusun sekaligus menerapkan Pedoman dan Tata Kelola Dana Pensiun sejak 1 Januari 2008.[24] Keputusan tersebut tertuang dalam keputusan ketua Nomor KEP-136/BL/2006 dengan tujuan mendorong penyusunan pedoman tata kelola yang baik di lingkungan dana pensiun sekaligus memberikan acuan kepada pendiri, pemberi kerja, pengurus, dan pengawas dana pensiun.
Pada dasarnya GPFG mencakup 5 hal yang mendasar, yaitu struktur governance, pengelolaan dana peserta secara amanah, kepatuhan pada regulasi dan penerapan GPFG, implementasi manajemen resiko serta Corporate Social Responsibility (CSR) secara menyeluruh. CPFG merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan oleh dana pensiun untuk mendorong pengembangan lembaga, pengelolaan sumber daya dan risiko secara efisien dan efektif, serta pertanggungjawaban pengurusan dana peniun kepada peserta, pendiri/pemberi kerja dan pihak terkait lainnya.[25]
2.        Good Islamic Pension Fund Governance (GIPFG)
Dalam konteks pengembangan dana pensiun Islam, dibutuhkan tindakan-tindakan penting yang harus diambil untuk memperkuat kelembagaannya. Tindakan yang paling mendasar adalah menegakan Good Islamic Pension Fund Governance (GIPFG). Tanpa GIPFG yang efektif, kecil kemungkinan untuk memperkuat dana pensiun Islam dan memungkinkan mereka untuk berekspansi secara cepat serta menjalankan perannya secara efektif.[26]
Untuk membangun sistem tata kelola yang efektif bagi dana pensiun Islam dalam konteks ke Indonesiaan saat ini, ada sejumlah pilar yang mesti ditegakan dalam mekanisme GIPFG, diantaranya :
a.         Peran strategis Dewan Pengawas Islam.
b.        Dana pensiun Islam juga harus memiliki sistem internal kontrol dan manajemen resiko yang tangguh.
c.         Peningkatan sistem transparansi pengelolaan dana pensiun syariah.
d.        Peran yang lebih luas auditor eksternal
e.         Transformasi budaya korporasi yang islami dan peningkatan kualitas SDM.
f.         Perangkat hukum dan peraturan dari Bapepam-LK yang sesuai dengan karakteristik dana pensiun Islam.[27]
3.        Kepatuhan dan Audit Islam
Berkembangnya kompliksitas bisnis lembaga keuangan sekaligus krisis yang dihadapi sistem keuangan internasional telah meningkatkan fungsi audit eksternal ke posisi sangat penting dalam semua sistem keuangan. Namun hal tersebut menjadi lebih krusial lagi bagi sistem   keuangan Islam, terutama bagi dana pensiun Islam. Auditor eksternal perlu memastikan tidak hanya masalah kesesuaian laporan keuangan terhadap standar-standar pelaporan keuangan, tetapi juga laba/rugi yang diumumkan harus mereflesikan kondisi yang sebenarnya, serta profit harus didapat tanpa pelanggaran syariah.
Untuk memastikan kepatuhan tersebut, maka peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) cukup sentral. Oleh karena itu, perlu dipastikan bahwa seluruh dana pensiun Islam memiliki dewan Islam ini dalam struktur organisasinya. Selain itu, dalam konteks pemenuhan kepatuhan pada prinsip Islam dan untuk menegakan GIPFG, ke depan trennya juga akan mengarah dibutuhkannya kantor-kantor audit syariah independen. Hal ini untuk mengurangi terlalu tersentralisasinya review Islam di DPS.[28]  

F.       Potensi Pasar dan Peran Dana Pensiun Syariah
Pengelolaan dana pensiun yang sesuai dengan ajaran Islam akan memiliki banyak manfaat bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang loyal terhadap syariah. Al-quran sendiri mengajarkan umatnya untuk tidak meninggalkan keturunan yang lemah dan menyiapkan hari esok agar lebih baik. Ajaran ini dapat dimaknai sebagai pentingnya pencadangan sebagian kekayaan untuk hari depan. Demikian ini sangat penting, mengingat setelah pensiun, manusia masih memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Dengan cadangan dana tersebut, ketika seseorang memasuki masa kurang produktif, masih memiliki sumber pendapatan.
Dana pensiun syariah memiliki potensi besar untuk berkembang di Indonesia, hal ini bisa ditandai dengan alasan :
1.        Masih sedikit proporsi masyarakat yang mau mengikuti dana pensiun.
2.        Berkembangnya lembaga keuangan dan bisnis syariah, tentunya SDM yang bekerja dalam institusi tersebut menjadi segmented target dan captive market yang jelas bagi dana pensiun syariah.[29]
3.        Rasa percaya (trust), rasa memiliki dan awarness masyarakat terhadap pentingnya industri keuangan dan bisnis syariah yang terus membaik program dana pensiun syariah Manulife yang berkembang relatif cukup baik.[30]

Untuk dapat memahami peran dana pensiun perlu dilihat pada konsideran UU No. 11 / 1992 sebagai berikut .
1.        Bahwa sejalan dengan hakikat pembangunan nasional, diperlukan penghimpunan dan pengelolaan dana guna memelihara kesinambungan penghasilan pada hari tua dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.        Bahwa dana pensiun merupakan sarana penghimpunan dana guna meningkatkan peran serta masyarakat dalam melestarikan pembangunan nasional yang mengikat dan berkelanjutan.
3.        Bahwa adanya dana pensiun dapat pula meningkatkan motivasi dan ketenangan kerja untuk meningkatkan produktivitas.
4.        Dana pensiun yang sangat besar jumlahnya dan dapat berperan secara aktif dalam pembiayaan pembangunan, sebagai salah satu lembaga keuangan penghimpunan dana, sekaligus membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja dan memperbesar produksi nasional.[31]






KESIMPULAN


Dana pensiun sesuai dengan undang-undang No. 11 Tahun 1992 adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Penyelenggaraan dana pensiun dapat dikelola oleh pemberi kerja atau dengan menyerahkan kepada lembaga-lembaga keuangan yang menawarkan jasa pengelolaan dana pensiun. Dana pensiun syariah adalah dana pensiun yang dikelola berdasarkan prinsip syariah.
Ide dana pensiun diselenggarakan untuk memberikan jaminan kesejahteraan bagi karyawan atau keluarganya pada saat karyawan memasuki masa pensiun atau mengalami kecelakaan semasa kerja yang mengakibatkan cacat tubuh atau meninggal dunia. Jaminan kesejahteraan tersebut dalam bentuk pensiun (pensiun benefit) diberikan kepada karyawan atau keuarganya yang dibayarkan secara berkala sesuai dengan peraturan dana pensiun.
Dana pensiun pada prinsipnya di perbolehkan jika dikelola dengan cara yang sesuai dengan syariah dan menghindari trust atau bunga. Sehingga dana pensiun syariah yang berkembang lebih lanjut perlu adanya regulasi dan ketetapan fatwa MUI yang harapannya dapat berkembang di pangsa pasar yang lebih kompetitif. Program pensiun syariah di Indonesia masih dilaksanakan secara terbatas oleh DPLK di beberapa bank dan asuransi syariah. Perkembangan dana pensiun syariah relatif tertinggal bila dibandingkan dengan industri keuangan syariah yang lain. Hal ini terjadi diantaranya disebabkan minimnya dukungan strategi dan regulasi.







DAFTAR PUSTAKA


Anshori, Abdul Ghofur, Prof. Dr. S.H., M.H. 2008. Penerapan Prinsip Syariah Dalam Lembaga Keuangan dan Lembaga Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008.

Budisantoso, Totok dan Sigit Triandaru 2006. Bank dan Lembaga keuangan Lain, Jakarta : Salemba Empat.

Darmawi, Herman, Drs. 2006. Pasar Finansial dan Lembaga-Lembaga Finansial, Jakarta : PT Bumi Aksara.

Huda, Nurul dan Mohammad Heykal. 2010. Lembaga Keuangan Islam : Tinjauan Teoritis dan Praktis, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Huda, Nurul dkk. 2012. Keuangan Publik Islam : Pendekatan Teoritis dan Sejarah, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Pandia, Frianto. SE., dkk. 2005. Lembaga Keuangan, Jakarta : PT Rineka Cipta.

S, Burhanuddin. 2011. Hukum Bisnis Syariah, Yogyakarta : UII Press.

Simorangkir, O. P. Drs. 2004. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, Bogor : Ghalia Indonesia.



[1] Drs. O. P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 184.
[2] Ibid.,  hlm. 185.
[3] Burhanuddin S, Hukum Bisnis Syariah, (Yogyakarta : UII Press, 2011), hlm. 200.
[4] Totok Budisantoso dan Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga keuangan Lain........hlm. 268.
[5] Ibid., hlm. 268.
[6] Ibid., hlm. 269.
[7] Ibid., hlm. 271.
[8] Frianto Pandia, SE., dkk, Lembaga Keuangan, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 124.
[9] Totok Budisantoso dan Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga keuangan Lain........hlm. 272.
[10] Ibid., hlm. 274.
[11] Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam : Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 337.
[12] Drs. Herman Darmawi, Pasar Finansial dan Lembaga-Lembaga Finansial, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 219.
[13] Drs. O. P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank.....hlm. 187.
[14] Drs. Herman Darmawi, Pasar Finansial dan Lembaga-Lembaga Finansial, .....hlm. 219.
[15] Totok Budisantoso dan Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga keuangan Lain......hlm. 276.
[16] Drs. Herman Darmawi, Pasar Finansial dan Lembaga-Lembaga Finansial......hlm. 219.
[17] Totok Budisantoso dan Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga keuangan Lain........hlm. 272.
[18] Ibid., hlm. 273-274.
[19] Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H., Penerapan Prinsip Syariah Dalam Lembaga Keuangan dan Lembaga Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 91.
[20] Ibid., hlm. 92.
[21] Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam : Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 342.
[22] Ibid.,  hlm. 343.
[23] Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H., Penerapan Prinsip Syariah Dalam Lembaga Keuangan dan Lembaga Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 94.
[24] Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam : Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 346.
[25] Ibid.,  hlm. 347.
[26] Ibid.,  hlm. 348.
[27] Ibid., hlm. 358-360.
[28] Ibid., hlm. 354.
[29] Nurul Huda dkk, Keuangan Publik Islam : Pendekatan Teoritis dan Sejarah....hlm. 302.
[30] Ibid., hlm. 303.
[31] Totok Budisantoso dan Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga keuangan Lain...hlm. 277.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar