Kamis, 06 Juli 2017

Makalah Logika : Silogisme

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Silogisme merupakan bentuk penyimpulan tidak langsung, karena dalam silogisme kita menyimpulkan pengetahuan baru yang kebenaranya diambil secara sintetis dari dua permasalahan yang dihubungkan dengan cara tertentu. Silogisme pada umumnya yang didefinisikan sebagai suatu bentuk penyimpulan secara deduktif berdasarkan hubungan dua pernyataan yang melahirkan pernyataan lain sebagai kesimpulannya. Penyimpulan dalam bentuk silogisme ada empat macam, yaitu silogisme kategorik, silogisme hipotetik, silogisme disyungtif, dan dilema. Dalam makalah ini akan diuraikan satu per satu beserta contoh dari macam-macam silogisme tersebut.

B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Definisi Silogisme Kategorik ?
2.    Bagaimana Definisi Silogisme Hipotetik ?
3.    Bagaimana Definisi Silogisme Disyungtif ?
4.    Bagaimana Definisi Dilema ?

C.  Tujuan
1.    Mengetahui Definisi Silogisme Kategorik.
2.    Mengetahui Definisi Silogisme Hipotetik.
3.    Mengetahui Definisi Silogisme Disyungtif.
4.    Mengetahui Definisi Dilema.

D.  Metodologi
Dalam penyusunan makalah ini metode penelitian yang dilakukan adalah secara kepustakaan yaitu dengan pengambilan data dari berbagai sumber.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Silogisme Kategorik
1.    Pengertian
Silogisme kategorik adalah silogisme yang terdiri dari tiga proposisi kategoris, yaitu dua buah premis dan sebuah konklusi. Hubungan antara term-term tidak bersyarat.[1] Silogisme kategoris merupakan proses menggabungkan tiga proposisi, dua menjadi dasar penyimpulan, satu menjadi kesimpulan..  Unsur-unsur penting yang terdapat dalam silogisme kategoris adalah :
a.    Tiga buah proposisi; premis mayor, premis minor dan konklusi
b.    Tiga buah term; term Subjek (S), term predikat (P) dan term antara (M)

Premis mayor adalah premis yang didalamnya terdapat term predikat (P) yang akan diperbandingkan dengan term antara (M). sedangkan premis minor didalamnya terdapat term subjek (S) yang akan diperbandingkan dengan term antara (M). dan kesimpulan adalah kebenaran baru yang diperoleh melalui proses penelaran yang berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara term mayor (P) dan term minor (S).[2]
Contoh :
Premis mayor     : Semua kendaraan umum (M) harus memiliki izin trayek (P)
Term minor        : Semua bis kota (S) adalah kendaraan umum (M)
Kesimpulan        : Jadi, semua bis kota(S) harus memiliki izin trayek (P)
Hubungan antara ketiga term tersebut (S-M-P) di dalam silogisme dapat disederhanakan sebagai berikut :
      M   =  P     
      S    =  M
      S    =  P
2.    Bentuk Silogisme Kategorik
Dalam memerhatikan kedudukan term pembandingan (M) dalam premis pertama maupun dalam premis kedua, silogisme kategorik dapat dibedakan antara empat bentuk atau empat pola, yakni sebagai berikut :[3]
a.    Silogisme Sub Pre
Suatu bentuk silogisme yang term perbandingannya dalam premis pertama sebagai subjek dan dalam premis kedua sebagai predikat.
Polanya :       M P
S M
S P
Contoh :
Semua manusia akan mati.
Rino adalah manusia.
Jadi, Rino akan mati.
b.    Silogisme Bis Pre
Suatu bentuk silogisme yang term perbandingannya menjadi predikat dalam kedua premis.
Polanya :       P M
S M
S P
Contoh :
Semua orang yang berjasa terhadap negara adalah pahlawan.
Soekarno adalah pahlawan.
Jadi, Soekarno adalah orang yang berjasa dalam negara.
c.    Silogisme Bis Sub
Suatu bentuk silogisme yang term perbandingannya menjadi subjek dalam kedua premis.
Polanya :       M P
M S
S P
Contoh :
Manusia adalah berbudaya.
Manusia itu juga berakal budi.
Jadi, semua manusia berakal budi adalah berbudaya.
d.   Silogisme Pre Sub
Suatu bentuk silogisme yang term perbandingannya dalam premis utama sebagai predikat dan dalam premis kedua sebagai subjek.
Polanya :       P M
M S
S P
Contoh :
Semua influenza adalah penyakit.
Semua penyakit adalah mengganggu kesehatan.
Jadi, sebagian yang menggangggu kesehatan adalah influenza.
3.    Hukum-hukum Silogisme Kategorik
Hukum-hukum dalam silogisme kategorik, yaitu:
a.    Apabila dalaam satu premis partikular, kesimpulan harus partikular juga, seperti:
Semua yang halal dimakan menyehatkan
Sebagian makanan tidak menyehatkan, jadi
Sebagian makanan tidak halal dimakan.
b.    Apabila salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga, seperti:
Semua korupsi tidak disenangi
Sebagian pejabat adalah korupsi, jadi
Sebagian pejabat tidak disenangi
c.    Dari dua premis yang sama-sama partikular, tidak sah diambil kesimpulan, seperti:
Beberapa politikus tidak jujur
Banyak cendekiawan adalah politikus, jadi
Banyak cendekiawan tidak jujur.
Kesimpulan yang dihasilkan dari premis partikular tidak pernah menghasilkan kebenaran yang pasti, oleh karena itu kesimpulan seperti:
Sebagian besar pelaut dapat menganyam tali
Hasan adalah pelaut,
Jadi, Kemungkinan besar Hasan dapat menganyam tali secara baik (tidak sah.)
d.   Dari dua premis yang sama-sama negatif, tidak menghasilkan kesimpulan apapun karena tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil  bila sedikitnya salah satu premisnya positif. Kesimpulan yang ditarik dari dua premis negatif adalah tidak sah.
Kerbau bukan bunga mawar
Kucing bukan bunga mawar
..... (Tidak ada kesimpulan)
e.    Paling tidak salah satu term penengah harus tertebar (mencakup)
Dari dua premis yang term penengahnya tidak tertebar akan menghasilkan kesimpulan yang salah, seperti [4] :
Semua tanaman membutuhkan air
Manusia membutuhkan air
Jadi : manusia adalah tanaman
f.     Term predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada di premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi salah. Seperti:
Kerbau adalah binatang
Kambing bukan binatang
Jadi: kambing bukan binatang.
(Binatang pada konklusi merupakan term negatif, sedangkan pada premis adalah positif)
g.    Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda kesimpulannya menjadi lain, seperti:
Bulan itu bersinar di langit
Januari adalah bulan
Jadi: januari bersinar di langit.
(Bulan pada premis minor adalah nama dari ukuran waktu yang panjangnya 31 hari, sedangkan pada premis mayor berarti planet yang mengelilingi bumi).
h.    Silogisme harus terdiri dari tiga term, yaitu term subjek, term predikat dan term middle. Apabila terdiri dari sebuah tema tidak bisa di turunkan konklusi, begitu pula bila terdiri dari dua atau lebih dari tiga term[5],
seperti :
Tangan saya menyentuh meja
Meja menyentuh lantai
Jadi, tangan saya menyentuh lantai (tidak sah)
( Dalam contoh tersebut terdapat empat term yaitu “tangan saya”. “menyentuh meja”, “meja”, dan “menyentuh lantai”, jadi tidak ada konklusi yang dapat diambil.) [6]

B.  Silogisme Hipotetik
1.    Pengertian
Silogisme hipotetik atau silogisme pengandaian adalah semacam pola penalaran deduktif yang mengandung hipotesis. Silogisme ini bertolak dari suatu pendirian , bahwa ada kemungkinan apa yang disebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidak terjadi. Premis mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis, dan premis minornya mengandung pernyataan apakah kondisi pertama terjadi atau tidak. Singkatnya rumus proposisi mayor dari silogisme ini adalah jika P maka Q.[7]
Ada 4 macam tipe silogisme hipotetik:
a.    Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik becak
Sekarang hujan
Jadi saya naik becak
b.    Silogisme hipotetik yang premis minonnya mengakui bagian konsekuennya, seperti:
Bila hujan, bumi akan basah
Sekarang bumi telah basah
Jadi hujan telah turun
c.    Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari anticedent, seperti:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa
Jadi kegelisahan akan timbul
d.   Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah
Pihak penguasa tidak gelisah
Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.[8]
2.    Hukum-hukum Silogisme Hipotetik
Bila anticedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, jadwal hukum silogisme hipotetik adalah:
a.    Bila A terlaksana maka B juga terlaksana
b.    Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana (tidak sah=salah)
c.    Bila B terlaksana, maka A terlaksana (tidak sah=salah)
d.   Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.[9]

C.  Silogisme Disyungtif
1.    Pengertian
Silogisme disyungtif adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disyungtif sedangkan premis minornya keputusan kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.[10]
Silogisme disyungtif ada dua macam:
a.    Silogisme disyungtif dalam arti sempit, mayornya mempunyai arti kontradiktif, seperti:
Ia lulus atau tidak lulus
Ternyata ia lulus, jadi
Ia bukan tidak lulus.
b.    Silogisme disyungtif dalam arti luas, premis mayornya mempunyai arti bukan kontradiktif, seperti:
Hasan di rumah atau di pasar
Ternyata tidak di rumah
Jadi, Hasan di pasar.

Silogisme disyungtif dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe:
a.    Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusinya adalah mengakui alternatif yang lain, seperti:
Ia berada di luar atau di dalam
Ternyata ia tidak berada di luar
Jadi ia berada di dalam.
b.    Premis minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari alternatif yang lain, seperti:[11]
Budi di masjid atau di sekolah
Ia berada di masjid
Jadi ia tidak berada di sekolah
2.    Hukum-hukum Silogisme Disyungtif
a.    Silogisme disyungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid, seperti:
Hasan berbaju putih atau tidak putih
Ternyata berbaju putih
Jadi ia bukan tidak berbaju putih
b.    Silogisme disyungtif dalam arti luas, kebenarannya konklusinya adalah sebagai berikut:
1)   Bila premis minor mengakui salah satu alternatif, maka konklusinya sah (benar), seperti:
Budi menjadi guru atau pelaut
Ia adalah guru
Jadi bukan pelaut
2)   Bila premis minor mengingkari salah sat alternatif, konklsinya tidak sah (salah), seperti:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogya
Ternyata tidak lari ke Yogya
Jadi ia lari ke Solo ( Bisa jadi ia lari ke kota lain).[12]

D.  Dilema
1.    Pengertian
Dilema adalah argumentasi, bentuknya merupakan campuran antara silogisme hipotetik dan silogisme disyungtif. Hal ini terjadi karena premis mayornya terdiri dari dua proposisi hipotetik dan premis minornya satu proposisi disyungtif. Konklusinya, berupa proposisi disyungtif, tetapi bisa proposisi kategorika. Dalam dilema, terkandung konsekuensi yang kedua kemungkinannya sama berat. Adapun konklusi yang diambil selalu tidak menyenangkan.
Bentuk penyimpulan dilema sering digunakan dalam perbincangan untuk menuntut pada lawan bicara mengambil kesimpulan yang sulit atau tidak menyenangkan.
Contoh :
a.    Jika engkau berbuat adil, manusia akan membencimu. Jika engkau tidak berbat adil, dewa-dewa akan membencimu. Sedangkan kau harus berbuat adil atau tidak adil. Berbuat adil atau tidak engkau akan dibenci.
b.    Apabila para mahasiswa suka belajar, maka motivasi menggiatkan belajar tidak berguna. Sedangkan bila mahasiswa malas belajar motivasi itu tidak membawa hasil. Karena itu motivasi menggiatkan belajar itu tidak bermanfaat atau tidak membawa hasil.

Pada kedua contoh tersebut, konklusi berupa proposisi disjungtif, Contoh pertama adalah dilemma bentuk baku, kedua bentuk non baku. Sekarang kita ambil contoh dilema yang konklusinya merupakan keputusan kategorika:
a.    Jika Budi kalah dalam perkara ini , ia harus membayarku berdasarkan keputusan pengadilan. Bila ia menang ia juga harus membayarku berdasarkan perjanjian . Ia mungkin kalah dan mungkin pula menang. Karena itu ia harus tetap harus membayar kepadaku.[13]
b.    Setiap orang yang saleh membutuhkan rahmat supaya tekun dalam kebaikan . Setiap pendusta membutuhkan rahmat supaya dapat ditobatkan. Dan setiap manusia itu saleh atau pendusta. Maka setiap manusia membutuhkan rahmat.
Dilema dalam arti lebih luas adalah situasi (bukan argumentasi) dimana kita harus memilih dua alternative yang kedua-duanya mempuyai konsekuensi yang tidak diinginkan, sehingga sulit menentukan pilihan.[14]
2.    Hukum-Hukum Dilema
Agar dilema dapat menjadi suatu cara pembuktian yang terjadi tautologi maka baik premis sebagai landasan penalaran maupun kesimpulannnya, menurut Y.P. Hayon harus memenuhi hukum-hukum tertentu, yaitu :
a.    Premis yang berupa disjungsi harus sempurna, artinya harus menyebutkan semua bagian dan kemungkinan secara lengkap
b.    Bagian-bagian disjungsi yang disebutkan harus bertentangan secara eksplisit satu dengan yang lain.
c.    Konsekuensi yang dihasilkan dari masing-masing bagian disjungsi harus bersifat sah.
d.   Kesimpulan yang diturunkan dari premis-premis sebuah dilema harus merupakan satu-satunya kesimpulan sehingga peluang akan adanya retorsi ata kesimpulan lain yang mengandung penyangkalan eksplisit, tidak dimungkinkan.[15]
3.    Cara Mengatasi Dilema
Ada beberapa cara yang dapat kita pakai dalam mengatasi dilema yang kita hadapi:
a.    Dengan meneliti kausalitas premis mayor.
Dalam dilema sering terdapat hubungan kausalitas tidak benar yang dinyatakan dalam premis mayornya. Dalam contoh ke 2 diatas dikemukakan bahwa motivasi peningkatan belajar tidak berguna atau tidak membawa hasil. Konklusi ini tidak benar, karena ditarik dari premis mayor yang mempunyai hubngan kausalitas tidak benar. Tidak semua mahasiswa yang tidak belajar mempunyai sebab yang sama. Dari sekian banyak mahasiswa yang tidak belajar, bisa disebabkan kurangnya kesadaran, sehingga motivasi sangat berguna bagi mereka. Untuk mengatasi dilema model ini kita tinggal menyatakan bahwa premis tidak mempunyai dasar kebenaran yang kuat.
b.    Dengan meneliti alternatif yang dikemukakan.
Mungkin sekali alternatif pada permasalahan yang diketengahkan tidak sekedar dinyatakan, tetapi lebih dari itu. pada masa lalu, seorang pemimpin sering berkata: Pilihlah Sukarno atau biarlah negara ini hancur. Benarkah hanya Sukarno yang bisa menyelamatkan negara ini? Apakah tidak ada orang lain yang bisa menggantinya? Tentu saja ada, sehingga alternatifnya lebih dari dua.
c.    Dengan kontra dilema
Bila dilema yang kita hadapi tidak mengandung kemungkinan diatas, maka dapat kita atasi dengan mengemukakan dilema tandingan. Dalam contoh 1, dilema itu dapat kita jawab dengan kontra dilema sebagai berikut:
Jika saya berbuat tidak adil, maka manusia akan mencintaiku
Jika saya berbat adil, maka dewa-dewa akan mencintaiku
Jadi berbuat adil atau tidak berbuat adil saya akan tetap dicintai.
d.   Dengan memilih alternatif yang paling ringan.
Bila dilema yang kita hadapi tidak mungkin dihadapi dengan teknik diatas, maka jalan terakhir adalah memilih alternatif yang paling ringan. Pada dasarnya tidak ada dilema yang menampilkan alternatif yang benar-benar sama beratnya. Dalam dilema serpa dibawah ini kita hanya dapat memilih alternatif yang paling ringan,
Contoh: apabila tuan masih tercatat sebagai pegawai negeri, maka tuan tidak bisa menduduki jabatan tertinggi pada PT ‘Buana Jaya’ ini. Untuk mendduki jabatan tertinggi pada PT ini maka anda harus rela melepas status tuan sebagai pegawai negeri. Sementara itu, anda berat melepas pekerjaan anda sebagai pegawai negeri, sedangkan bila tidak menjabat sebagai pimpinan pendapatan anda di PT itu tetap sedikit.[16]
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Silogisme merupakan bentuk penyimpulan tidak langsung. Dikatakan demikian karena dalam silogisme kita menyimpulkan pengetahuan baru yang kebenarannya diambil secara sintetis dari dua permasalahan yang dihubungkan.
1.    Silogisme Kategorik, adalah proses penggabungan tiga proposisi, dua menjadi dasar penyimpulan, satu menjadi kesimpulan.
2.    Silogisme Hipotetik, adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik yang menetapkan atau mengingkari term anteceden atau term konsekuen premis mayornya.
3.    Silogisme Disyungtif, adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disyungtif sedangkan premis minornya keputusan kategorika yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang di sebut oleh premis mayor.
4.    Dilema, adalah argumentasi, bentuknya merupakan campuran antara silogisme hipotetik dan silogisme disyungtif, hal ini terjadi karena premis mayornya terdiri dari dua proposisi hipotetik dan premis minornya satu

B.  Penutup
Demikianlah uraian yang dapat penulis sampaikan dalam makalah ini. kritik dan saran konstruktif dari pembaca sangat diharapkan untuk mewujudkan hasil yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca umumnya.

   

DAFTAR PUSTAKA


Karomani. 2009. Logika, Yogyakarta : Graha Ilmu.

Mehra, Partap Sing dkk. 1996. Pengantar Logika Tradisional, Bandung: Bina Cipta.

Mundiri. 2012. Logika, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Soekadidjo.1994. Logika Dasar, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sumaryono. 1999. Dasar-dasar Logika, Yogyakarta: Penerbit  Kanisius.

Surajiyo dkk. 2009. Dasar-Dasar Logika, Jakarta : PT Bumi Aksara.
 



[1] Soekadidjo, Logika Dasar, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm.41
[2] Sumaryono, Dasar-dasar Logika, (Yogyakarta: Penerbit  Kanisius, 1999), hal 91.
[3] Surajiyo dkk, Dasar-Dasar Logika, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2009), hlm.67.
[4] Mundiri, Logika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm.103-104.
[5] Ibid, hlm.105
[6] Partap Sing Mehra dkk, Pengantar Logika Tradisional, (Bandung: Bina Cipta, 1996), hlm.66.
[7] Karomani, Logika, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), hlm.97.
[8] Mundiri, Logika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm.130.
[9] Ibid, hlm.131.
[10] Ibid, hlm.134.
[11] Ibid, hlm.135.
[12] Ibid, hlm.136 – 137.
[13] Ibid.,hlm.138-139.
[14] Ibid.,hlm.140.
[15] Surajiyo dkk, Dasar-Dasar Logika, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2009), hlm. 99-100.
[16] Mundiri, Logika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm.140-142.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar