PEMBAHASAN
A.
Intervensi
Pasar
Intervensi menurut KBBI adalah campur tangan dalam perselisihan
antara dua pihak (orang, golongan, negara dan sebagainya). Pasar adalah sebuah
mekanisme pertukaran barang dan jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak
peradaban awal manusia. Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang penting
dalam perekonomian.[1]
Intervensi pasar telah dilakukan di zaman Rasulullah dan Khulafaur
Rasyidin. Saat itu harga gandum di Madinah naik, maka pemerintah melakukan
impor gandum dari Mesir. Market intervention menjadi sangat penting
dalam menjamin penggandaan barang kebutuhan pokok. Dalam keadaan kekurangan
barang kebutuhan pokok, pemerintah dapat memaksa pedagang yang menahan
barangnya untuk menjual barangnya ke pasar. Bila daya beli masyarakat lemah,
pemerintah pun dapat membeli barang kebutuhan pokok tersebut dengan uang dari
Baitul Maal, untuk selanjutnya menjual dengan tangguh bayar seperti yang telah
dilakukan oleh Umar ra. Bila harta yang ada di Baitul Maal tidak mencukupi,
pemerintah dapat meminta si kaya untuk menambah kontribusinya. Dalam keadaan
ini nilai uang yang tidak berubah, kenaikan harga atau penurunan harga
semata-mata ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Bila lebih
banyak makanan daripada yang diperlukan disuatu kota, maka harga makanan murah
demikian sebaliknya.
Market intervention
tidak selalu diartikan pemerintah menambah jumlah ketersediaan barang. Ia juga
berarti menjamin kelancaran perdagangan antar kota. Terganggunya jalur
perdagangan antar kota akan menyebabkan pasokan barang berkurang atau secara
grafis kurva penawaran bergeser ke kiri. Intervensi pemerintah dalam mengatasi
terganggunya jalur perdagangan, akan membuat normal kembali pasokan, yang
secara grafis digambarkan dengan kurva penawaran yang bergeser ke kanan.[2]
B.
Intervensi Harga
Secara umum, jumhur ulama juga sepakat bahwa penetapan harga
adalah kebijakan yang tidak dianjurkan oleh ajaran islam jika pasar dalam
situasi normal. Dari sisi mikro ekonomi, penetapan harga ini juga dapat
merugikan produsen, konsumen dan perekonomian secara keseluruhan. Surplus yang
dinikmati oleh konsumen dan produsen akan saling bertambah dan berkurang.
Sebagian berkurangnya surplus konsumenakan berpindah kepada produsen, atau
sebaliknya.
Namun, ada sebagian lain yang tidak saling berpindah, melainkan
benar-benar hilang karena Inefisiensi
Kebijakan ini. Akhirnya secara keseluruhan perekonomian akan menikmati surplus
yang lebih kecil di bandingkan persaingan dengan pada sistem pasar bebas. Jenis
kebijakan intervensi harga yang dikenal lazim ada dua yaitu : penerapan harga
diatas harga pasar (floor price ) dan penetapan harga di bawah haraga
pasar ( ceiling price ).
1.
Penetapan harga
diatas harga pasar (floor price)
Kebijakan ini menetapkan harga pada suatu tingkat diatas harga
pasar. Hal ini dilakukan biasanya untuk melindungi produsen dari harga yang
terlalu rendah sehingga tidak memperoleh margin keuntungan yang memadai (
bahkan merugi). Harga yang terjadi atas kekuatan pasar di pandang tidak
menguntungkan produsen sehingga harus di naikan oleh pemerintah maka munculah
kebijakan floor price (harga pasar) dimana pemerintah menetapkan tingkat
harga terendah dari suatu barang, sementara harga ini dia atas harga pasar.
Contoh kebijakan ini adalah kebijakan harga dasar gabah yang telah
lama dilakukan pemerintah untuk menstabilisasi harga beras. Pada saat panen
raya padi, maka penawaran beras dipasar mengalami kenaikan sehingga secara
alamiah harga akan turun.
Penetapan haraga diatas haraga pasar akan menyebabkan terjadinya
kelebihan penawaran. Kelebihan ini kemungkinan besar tidak akan diserap oleh
konsumen, sebab harganya terlalu tinggi. Sehingga konsumen akan mencari beras
di pasar gelap yang menjual pada harga pasar. Sehingga importir-importir gelap
akan berlomba-lomba mendatangkan beras yang bisa memberikan harga pasar. Dan
dalam kenyataannya pasar gelap selalu di sertai kolusi,korupsi dan Nepotisme
antara pihak-pihak yang terkait yang menyebabkan beras-beras di pasar resmi
tidak laku dan dalam kondisi seperti ini para produsen terpaksa akan menjual
berasnya pada harga pasar (dari pada tidak laku). Dengan adanya floor priceprodusen
akan mendapat tambahan producer surplus, namun kedua pihak baik konsumen
maupun produsen akan kehilangan jumlah surplus yang tidak dapat dinikmati oleh
keduanya. Penurunan total surplus ini disbut dengan dead weight loss.
Kurva
2.
Penetapan harga
di bawah harga pasar ( celling price )
Mekanisme
kebijakan ini merupakan kebalikan dari kebijakan sebelumya, dimana pemerintah
menetapkan harga lebih rendah dari pada harga pasar. Alasan yang umum dalam
mengambil kebijakan ini adalah untuk melindungi konsumen dari harga yang selalu
tinggi. Pengaruh penetapan harga ini akan menimbulkan banyak distorsi bagi
perekonomian. Karena harga terlalu rendah, maka akan terjadi kelebiahan
permintaan sebab konsumen membeli dengan harga lebih murah dari yang
seharusnya, Namun bagi produsen harga ini jelas tidak menguntungkan sehingga
produsen enggan untuk melepaskan barang-barangnya ke pasar dan para produsen
akan cenderung menjual barangnya kepasar lain (black market) yang bisa
memberinya harga yang lebih tinggi.
Dalam kebijakan
ini, pemerintah memberikan batasan tertinggi harga dari suatu barang. Tentu
saja harga yang ditetapkan berada dibawah harga pasar yang seharusnya sebab
tujuan dari kebijakan ini adalah melindungi konsumen dari kenaikan harga pasar.[3]
Kurva
Inilah indahnya Islam, bukan saja korupsi dan kolusi yang dilarang
dalam Islam namun juga jalan kearah korupsi dan kolusi dilarang. Dalam konteks
ini Rosulullah saw menolak untuk melakukan price intervention selama
kekuatan pasar berjalan rela sama rela tanpa ada yang melakukan distorsi.
Dengan adanya ceiling price ini, konsumen mendapat tambahan consumer
surplus, namun kedua pihak baik konsumen dan produsen akan kehilangan
sejumlah surplu yang tidak dapat dinikmati oleh keduanya. Penurunan total
surplus ini disebut dead weight loss.
C.
Intervensi
Harga Islami
Dalam ekonomi
konvensional, pabrik monopoli biasanya dikecam sebagai bentuk persaingn yang
tidak sehat. Di Amerika Serikat, misalnya, sejak 1890 telah diberlakukan
Sherman Act yang menyatakan setiap usaha monopoli atau usaha mengontrol
perdagangan adalah ilegal. Kemudian diikuti oleh Federal Trade Commission Act
dan Clayton Act (1914), Robinson-Patman Act (1936), Celler Kefauver (1950),
Hart-Scott-Rodino (1976), dan seterusnya. Meskipun demikian, toh AS tetap
memberikan pengecualian untuk beberapa jenis industri seperti pertanian dan
perikanan, serikat buruh, asosiasi ekspor, radio dan televisi, transportasi,
lembaga keuangan dan baseball. Sikap mendua ini tidak aneh karena dalam
teori ekonomi konvensional juga dikenal monopolis yang dibenarkan, misalnya
natural monopoli seperti PLTA yang memerlukan investasi sangat besar. Karena
itu sektor ini perlu dilindungi dari masuknya pesaing baru.
Dalam ekonomi
Islam tidak dikenal sikap mendua itu. Siapapun boleh berbisnis tanpa peduli
apakah dia satu-satunya penjual (monopoli) ada penjual lain. Jadi, monopoli
sah-sah saja. Namun, siapapun dia tidak boleh melakukan ikhtikar, yaitu
mengambil keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit
barang untuk barang yang lebih tinggi atau istilah ekonominya monopolistic
rent. Inilah indahnya Islam: monopoli boleh, monopolistic tidak
boleh. Bersumber dari Said bin al Musayyab dari Ma’mar bin Abdullah al-Adawi
bahwa Rosulullah saw bersabda: “Tidaklah orang melakukan ikhtiar itu kecuali
ia berdosa” (HR Muslim, Ahmad, Abu Dawud). Jelaslah Islam menghargai hak
penjual dan pembeli untuk menentukan harga sekaligus melindungi hak keduanya.
Dalam rangka
melindungi hak pembeli dan penjual, Islam membolehkan bahkan mewajibkan
pemerintah melakukan price intervention bila kenaikan harga disebabkan
adanya distorsi terhadap genuine demand dan genuine supply.
Khulafaur Rasyidin pun pernah melakukan price intervention, umar ibn
Khattab r.a. ketika mendatangi suatu pasar dan menemukan bahwa Habib bin Abi
Balta’ menjual anggur kering pada harga di bawah harga pasar. Umar r.a.
langsung menegurnya: “naikkan hargamu atau tinggalkan pasar kami”. Kebolehan price
intervention antara lain karena:
1.
Price
intervention menyangkut
kepentingan masyarakat, yaitu melindungi penjual dalam hal profit margin sekaligus
melindungi pembeli dalam hal purchasing power.
2.
Bila tidak
dilakukan price intervention maka penjual dapat menaikkan harga dengan
cara ikhtiar atau ghaban faa-hisy. Dalam hal ini si penjual menzalimi si
pembeli.
3.
Pembeli
biasanya mewakili masyarakat yang lebih luas, sedangkan penjual mewakili
kelompok masyarakat lebih kecil. Sehingga price interventionberarti pula
melindungi kepentingan masyarakat yang lebih luas.[4]
D.
Teori Ibn Taymiyah
Sekitar lima
abad sebelum kelahiran Adam Smith (1776), Ibn Taymiyah (1258) telah
membicarakan mekanisme pasar menurut Islam. Melalui
konsep teori harga dan kekuatan supply and demand dalam karya-karyanya seperti
yang termuat dalam kitab Al-Hisbah. Padahal Ibn Taymiyah sama sekali belum
pernah membaca buku terkenal The wealth of Nation karangan Bapak
ekonomi Klasik Adam Smith karena memang Ibn Taymiyah lahir lima ratus tahun
sebelum Adam Smith. Beliau menganalisa
masalah ini dari perspektif ekonomi dan memaparkan secara detail tentang
kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi tingkat harga.
Ketika
masyarakat pada masanya beranggapan bahwa kenaikan harga merupakan akibat dari
ketidakadilan dan tindakan melanggar hukum dari si penjual, atau mengkin
sebagai akibat manipulasi pasar, Ibn Taymiyah langsung membantahnya. Dengan
tegas ia mengatakan bahwa harga ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan
(supply and demand).
Dalam
pandangannya yang lebih luas, Ibn Taimiyyah lebih lanjut mengemukakan tentang
konsep mekanisme pasar didalam bukunya “Al-Hisbah fil Islam”. Beliau
mengatakan, bahwa di dalam sebuah pasar bebas (sehat), harga dipengaruhi dan
dipertimbangkan oleh kekuatan penawaran dan permintaan (supply and demand).
Suatu barang akan turun harganya bila terjadi keterlimpahan dalam produksi atau
adanya penurunan impor atas barang-barang yang dibutuhkan. Dan sebaiknya ia
mengungkapkan bahwa suatu harga bisa naik karena adanya “penurunan jumlah
barang yang tersedia” atau adanya “peningkatan jumlah penduduk” mengindikasikan
terjadinya peningkatan permintaan. Ibn Taymiyah mengatakan bahwa naik turunnya
harga tidak selalu disebabkan oleh tindakan sewenang-wenang dari penjual. Bisa
jadi penyebabnya adalah penawaran yang menurun akibat inefisiensi produksi,
penurun jumlah impor barang-barang yang diminta, atau juga tekanan pasar.
Karena itu,
jika permintaan terhadap barang meningkat, sementara penawaran menurun, maka
harga barang akan naik. Begitu juga sebaliknya, jika permintaan menurun,
sementara penawaran meningkat, maka harga akan turun. kelangkaan (Scarcity)
atau melimpahnya (abundance) barang mungkin
disebabkan tindakan yang adil dan mungkin juga disebabkan ulah orang tertentu
secara tidak adil/zalim. Kelangkaan minyak tanah
misalnya, bisa terjadi disebabkan ulah oknum-oknum tertentu dengan mengekspor
keluar negeri sehingga pasar minyak tanah di dalam negeri menjadi langka.
Selanjutnya Ibn
Taymiyah menyatakan, penawaran bisa dari produksi domestik dan impor.
Terjadinya perubahan dalam penawaran, digambarkan sebagai peningkatan atau
penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan sedangkan perubahan permintaan
(naik atau turun) sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan konsumen. Di
sini Ibn Taymiyah benar-benar telah berhasil mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengruhi naik turunnnya harga. ”Besar kecilnya kenaikan harga,
tergantung pada besar kecilnya perubahan penawaran atau permintaan. Bila
seluruh transaksi sudah sesuai aturan maka kenaikan harga yang terjadi
merupakan kehendak Allah atau sunnatullah (hukum
supply and demand)”.[5]
Dalam kitab fatwa-nya Ibn Taymiyah memberikan
beberapa factor yang mempengaruhi permintaan dan kemudian tingkat harga yaitu:
1.
Keinginan orang (al-raghabah) terhadap barang
yang sering kali berbeda-beda
2.
Jumlah barang yang diminta (demander/tullab) juga
mempengaruhi harga
3.
Harga yang dipengaruhi
4.
Harga yang bervariasi menurut kualitas pembeli barang
tersebut (al-mu’awid)
5.
Tingkat harga yang dipengaruhi oleh jenis uangyang
digunakan untuk transaksi
KESIMPULAN
1.
Intervensi pasar merupakan kegiatan yang sangat
penting dalam perekonomian untuk menjamin
penggandaan barang kebutuhan pokok. Dalam keadaan kekurangan barang kebutuhan
pokok, pemerintah dapat memaksa pedagang yang menahan barangnya untuk menjual
barangnya ke pasar. Namun, intervensi pasar tidak
selalu diartikan pemerintah menambah jumlah ketersediaan barang. Ia juga
berarti menjamin kelancaran perdagangan antar kota.
2.
Intervensi harga Jenis
kebijakan intervensi harga yang dikenal lazim ada dua yaitu : penerapan harga
diatas harga pasar (floor price ) dan penetapan harga di bawah haraga
pasar ( celling price )
3.
Intervensi harga islami dalam ekonomi Islam tidak dikenal sikap mendua itu. Siapapun boleh
berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual (monopoli) ada penjual
lain. Jadi, monopoli sah-sah saja. Namun, siapapun dia tidak boleh melakukan
ikhtikar, yaitu mengambil keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara
menjual lebih sedikit barang untuk barang yang lebih tinggi atau istilah
ekonominya monopolistic rent. Inilah indahnya Islam: monopoli boleh, monopolistic
tidak boleh. Dalam rangka melindungi hak pembeli
dan penjual, Islam membolehkan bahkan mewajibkan pemerintah melakukan price
intervention bila kenaikan harga disebabkan adanya distorsi terhadap genuine
demand dan genuine supply.
4.
Teori Ibn Taymiyah mengatakan
bahwa naik turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh tindakan sewenang-wenang
dari penjual. Bisa jadi penyebabnya adalah penawaran yang menurun akibat
inefisiensi produksi, penurun jumlah impor barang-barang yang diminta, atau
juga tekanan pasar. Karena itu, jika permintaan terhadap barang meningkat,
sementara penawaran menurun, maka harga barang akan naik. Begitu juga
sebaliknya, jika permintaan menurun, sementara penawaran meningkat, maka harga
akan turun. kelangkaan (Scarcity) atau melimpahnya (abundance) barang mungkin
disebabkan tindakan yang adil dan mungkin juga disebabkan ulah orang tertentu
secara tidak adil/zalim.
DAFTAR PUSTAKA
Karim,Adiwarman Aswar. 2001. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. (Jakarta:
Gema Insani).
Karim,
Adiwarman A. 2012. Ekonomi Mikro
Islami cet.5. (Depok,
RajaGrafindo Persada).
P3EI UII Yogyakarta. 2014. Ekonomi
islam cet.6.(Jakarta:Rajawali Pers).
[2]Adiwarman A. Karim, Ekonomi
Mikro Islami cet.5,
(Depok, RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 180-181.
[3]P3EI UII Yogyakarta, Ekonomi
islam cet.6, (Jakarta:Rajawali Pers,2014), hlm. 337-339.
[4]Adiwarman A. Karim, Ekonomi
Mikro Islami cet.5,(Depok, RajaGrafindo Persada,
2012), hlm. 188-189.
[5] Adiwarman
Aswar Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), hlm. 160-162
Tidak ada komentar:
Posting Komentar