PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Produksi merupakan mata rantai konsumen, yaitu menyediakan barang
dan jasa yang merupakan kebutuhan konsumen. Produsen sebagaimana konsumen,
bertujuan untuk memperoleh mashlahah maksimum melalui aktivitasnya. Al-Qur’an
menekankan manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus
mempunyai hubungan dengan kebutuhan manusia. Berarti barang itu harus
diproduksi untuk memenuhi kebutuhan manusia, bukan untuk memproduksi barang
mewah secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya
tenaga kerja yang dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak
produktif.
Untuk menghasilkan barang dan jasa kegiatan produksi melibatkan
banyak faktor produksi. Fungsi produksi menggambarkan hubungan antar jumlah
input dengan output yang dapat dihasilkan dalam satu waktu periode tertentu.
Dalam teori produksi memberikan penjelasan tentang perilaku produsen tentang
perilaku produsen dalam memaksimalkan keuntungannya maupun mengoptimalkan efisiensi
produksinya. Dimana Islam mengakui pemilikian pribadi dalam batas-batas
tertentu termasuk pemilikan alat produksi, akan tetapi hak tersebut tidak
mutlak.
B.
Rumusan Masalah
Bagimana faktor-faktor yang mempengaruhi proses produksi dan teori
poduksi menurut pandangan Islam ?
C.
Tujuan
Untuk
Mengetahu faktor-faktor yang mempengaruhi proses produksi dan teori poduksi
menurut pandangan Islam.
PEMBAHASAN
A.
Faktor-Faktor
Produksi
Dalam aktivitas
produksinya, produsen mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang dan
jasa. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat produksi, faktor produksi
dibedakan menjadi faktor produksi tetap (fixed input) dan faktor
produksi variabel (variabel input). Faktor produksi tetap adalah faktor
produksi yang jumlah penggunaannya tidak tergantung pada jumlah produksi. Ada
atau tidak adanya kegiatan produksi, faktor produksi itu harus tetap tersedia. Sementara
jumlah penggunaan faktor produksi variabel tergantung pada tingkat produksinya.[1]
Dalam pandangan Baqir Sadr (1979), ilmu ekonomi dapat dibagi
menjadi dua bagian yaitu : perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi konvensional
terletak pada filosofi ekonomi, bukan pada ilmu ekonominya. Filosofi ekonomi
memberikan pemikiran dengan nilai islam dan batasan syariah, sedangkan ilmu ekonomi
berisi alat-alat analisis ekonomi yang dapat digunakan. Dengan kata lain,
faktor produksi ekonomi islam dengan ekonomi konvensional tidak berbeda, yang
secara umum dapat dinyatakan dalam :[2]
1.
Sumber Daya
Alam
Sumber
daya alam adalah segala sesuatu yang disediakan oleh alam yang dapat
dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang meliputi segala sesuatu
yang ada di dalam bumi, seperti tanah, tumbuhan, hewan, udara, sinar matahari,
hujan, bahan tambang dan lain sebagainya. Faktor produksi sumber daya alam
merupakan faktor produksi asli karena telah tersedia di alam langsung.
2.
Sumber Daya
Manusia (Tenaga kerja)
Tenaga
kerja manusia adalah segala kegiatan manusia baik jasmani maupun rohani yang
dicurahkan dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa maupun
faedah suatu barang.
3.
Modal
Modal
menurut pengertian ekonomi adalah barang atau hasil produksi yang digunakan
untuk menghasilkan produk lebih lanjut. Di dalam proses produksi, modal dapat
berupa peralatan-peralatan dan bahan-bahan.
4.
Sumber Daya
Pengusaha (Manajemen)
Sumber
daya ini disebut juga kewirausahaan. Pengusaha berperan mengatur dan
mengkombinasikan faktor-faktor produksi dalam rangka meningkatkan kegunaan
barang atau jasa secara efektif dan efisien. Pengusaha berkaitan dengan manajemen.
Karena sebagai pemicu proses produksi, pengusaha perlu memiliki kemampuan yang
dapat diandalkan untuk mengkombinasikan faktor-faktor produksi, sehingga
pengusaha harus mempunyai kemampuan merencanakan, mengorganisasikan,
mengarahkan dan mengendalikan usaha.[3]
5.
Teknologi
Di
era kemajuan produksi yang ada saat ini, teknologi mempunyai perananan yang
sangat besar dalam sektor ini. Berapa banyak produsen yang kemudian tidak bisa survive
karena adanya kompetitor lainnya dan lebih banyak yang bisa menghasilkan
barang/jasa jauh lebih baik, karena didukung oleh faktor teknlogi.[4]
B.
Kurva Isoquant
(Hasil Sama)
Isoquant adalah kurva
yang menggambarkan kombinasi dua macam input (faktor produksi) untuk
menghasilkan output/produksi yang sama jumlahnya. Padat karya adalah suatu
proses produksi yang banyak menggunakan tenaga kerja (1 modal dan 20 tenaga
kerja). Padat modal adalah suatu proses produksi yang banyak menggunakan modal
(1 tenaga kerja dan 20 modal.)[5]
Bentuk kurva isoquant tidak pernah membentuk kurva vertikal
maupun horizontal, karena lazimnya tidak mungkin untuk menghasilkan barang
dalam jumlah tidak terhingga atau nol dengan menggunakan jumlah faktor produksi
terbatas. Ridge line adalah garis yang membatasi batas atas dan batas
produksi.[6]
C.
Kurva Isocost
(Biaya Sama)
Suatu kurva yang menggambarkan biaya yang dikeluarkan oleh produsen
dalam rangka berproduksi dengan menggunakan beberapa faktor input tertentu. Isocost
adalah yang membatasi dan membedakan kemampuan produksi produsen. Makin besar isocost-nya,
maka makin besar pula hasil yang akan dapat diperoleh dan sebaliknya. Kurva isocost
berslope negative, yaitu penambahan setiap 1 unit input akan menyebabkan
penurunan pemakaian input lain, sebaliknya bila input lain dikurangi maka akan
menyebabkan input yang satunya akan bertambah.[7] Isocost
dapat juga berslope positif, karena bila produsen menambahkan input yang satu,
maka input yang lainnya juga bertambah, sebaliknya bila yang satunya dikurangi,
maka yang lainnya juga berkurang yang diikuti oleh berkurangnya produksi.[8]
D.
Produksi Dalam
Pandangan Islam
Prinsip dasar ekonomi Islam adalah keyakinan kepada Allah SWT.
sebagai Rabb dari alam semesta. Dengan keyakinan akan peran dan
kepemilikan absolut dari Allah Rabb semesta alam, maka konsep produksi
di dalam ekonomi Islam tidak semata-mata bermotif maksimalisasi keuntungan
dunia tetapi lebih penting untuk mencapai maksimalisasi keutungan akhirat.[9]
Islam pun sesungguhnya menerima motif-motif berproduksi seperti
pola pikir ekonomi konvensional. Hanya bedanya, lebih jauh Islam juga
menjelaskan nilai-nilai moral di samping utilitas ekonomi. Bahkan sebelum itu,
Islam menjelaskan mengapa produksi harus dilakukan. Menurut ajaran Islam
manusia adalah khalifatullah atau wakil Allah dimuka bumi dan
berkewajiban untuk memakmurkan bumi dengan jalan beribadah kepada-Nya.
Dalam
Q.S al-An’am (6) ayat 165 Allah berfirman :
وَهُوَ الَّذِي
جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ
لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۗ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ
لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan
Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu
tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat
siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [10]
Dalam
peran sebagai khalifatullah seorang produsen tentu tidak akan
mengabaikan masalah eksternalitas seperti pencemaran. Bagi Islam, memproduksi
sesuatu bukanlah sekedar untuk dikonsumsi sendiri atau dijual ke pasar. Dua
motivasi itu belum cukup, karena masih terbatas pada fungsi ekonomi. Islam
secara khas menekankan bahwa setiap kegiatan produksi harus pula mewujudkan
fungsi sosial. Ini tercermin dalam Q.S al-Hadiid ayat 7 :
آمِنُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ ۖ
فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
Berimanlah
kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang
Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di
antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang
besar. [11]
Adapun beberapa prinsip produksi dalam ekonomi Islam selalu
bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Beberapa
prinsip produksi dalam ekonomi Islam yang berkaitan dengan maqasid
al-syariah antara lain :
1.
Kegiatan
produksi harus dilandasi nilai-nilai Islam dan sesuai dengan maqasid
al-syariah. Tidak memproduksi barang/jasa yang bertentangan dengan
penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
2.
Prioritas
produksi harus sesuai dengan prioritas kebutuhan, yaitu dlaruriyat, hajiyat dan
tahsiniyat.
3.
Kegiatan
produksi harus memperhatikan aspek keadilan, sosial, zakat, sedekah, infak dan
wakaf.[12]
4.
Mengelola
sumber daya alam secara optimal, tidak boros, tidak berlebihan dan tidak
merusak lingkungan.
5.
Distribusi
keuntungan yang adil antara pemilik dan pengelola, manajemen dan buruh.
Kaitannya dengan prinsip produksi dalam ekonomi Islam, M.M.
Metwally berpendapat bahwa fungsi kepuasan perusahaan (produsen) tidak hanya
dipengaruhi oleh variabel tigkat keuntungan, tetapi juga oleh variabel
pengeluaran yang bersifat sosial dalam bentuk charity atau good
deeds. Oleh karena itu perusahaan Islami harus dapat mencapai tingkat
keuntungan yang wajar guna mempertahankan kegiatan usahanya dengan mencoba
memaksimumkan fungsi daya guna.
Fungsi daya guna tersebut merupakan fungsi dari jumlah pengeluaran
untuk sedekah, dengan kendala keuntungan setelah pembayaran zakat, yang
besarnya kurang dari tingkat minimum yang aman buat perusahaan. Pengeluaran
perusahaan untuk charity atau good deeds akan meningkatkan
permintaan akan produksi. Berarti tingkat pengeluaran untuk sedekah
menghasilkan efek penggandaan terhadap kenaikan kemampuan beli masyarakat.[13]
E.
Nilai-Nilai
Islam dalam Produksi
Upaya produsen untuk memperoleh mashlahah yang maksimum
dapat terwujud apabila produsen mengaplikasikan nilai-nilai Islam. Dengan kata
lain, seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal
yang islami, seagaimana dalam kegiatan konsumsi. Sejak dari kegiatan
mengorganisasikan faktor produksi, proses produksi, hingga pemasaran dan
pelayanan kepada konsumen semuanya harus mengikuti moralitas dan aturan teknis
yang dibenarkan oleh aturan Islam.
Nilai-nilai islam yang relevan dengan produksi dikembangkan dari
tiga nilai utama dalam ekonomi Islam, yaitu : khilafah, adil dan takaful.
Secara lebih rinci nilai-nilai Islam dalam produksi meliputi :[14]
1.
Berwawasan
jangka panjang.
2.
Menepati janji
dan kontrak, yaitu tidak akan pernah mengkhianati kontrak kerja yang disepakati
hanya untuk mencari keuntungan yang lebih besar.
3.
Memenuhi
takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran. Hal ini akan berimbas pada
peningkatan kepercayaan konsumen kepada produsen.
4.
Berpegang teguh
pada kedisiplinan dan dinamis, yaitu mampu memenuhi batas waktu dalam setiap kontrak
kerjanya.
5.
Memuliakan
prestasi atau produktivitas. Semakin tinggi tingkat produktivitas, semakin
besar pula reward yang diterima individu tersebut.
6.
Mendorong
ukhuwah antara sesama pelaku ekonomi. Persaingan yang dalam ekonomi Islam
bukanlah persainan yang saling mematikan, melainkan persaingan yang menjunjun
tinggi prinsip dan aturan syariat.
7.
Menghormati hak
milik individu, tidak mengambil hak milik orang lain.
8.
Mengikuti
syarat syah dan rukun akad/transaksi.
9.
Adil dalam
bertransaksi, tidak boleh ada eksploitasi dalam ekonomi Islam. Kedua belah
posisi berada pada posisi yang seimbang.
10.
Memiliki
wawasan sosial sehingga harus ada dana yang dialokasikan yang ditujukan untuk
keperluan sosial dan di jalan Allah SWT.
11.
Pembayaran upah
tepat waktu dan layak, tidak boleh mengeksploitasi hak-hak karyawan.
12.
Menghindari
jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam Islam, meskipun memberikan
keuntungan yang lebih tinggi.[15]
Penerapan nilai diatas dalam produksi tidak saja akan mendatangkan
keuntungan bagi produsen, tetapi sekaligus mendatangkan berkah. Kombinasi
keuntungan dan berkah yang diperoleh oleh produsen merupakan satu mashlahah
yang akan memberi kontribusi bagi tercapainya falah.[16]
F.
Mekanisme
Produksi Islami
Dari faktor produksi yang ada maka faktor modal harus mendapatkan
perhatian dari perspektif Islam. Modal dalam ekonomi konvensional berhubungan
dengan bunga, namun di dalam Islam bunga adalah hal yang dilarang (riba).
Gambaran mekanisme produksi islami dapat dilakukan dengan menggunakan analisis
kurva atau grafis yang menunjukan hubungan antara jumlah barang yang diproduksi
dan biaya yang dikeluarkan.
1.
Kurva Biaya (Cost)
Untuk memproduksi suatu produk tertentu dibutuhkan biaya tetap (FC)
dan biaya keseluruhan (TC). Produk yang dihasilkan dijual untuk
mendapatkan penerimaan, maka akan ditemukan toral penerimaan dari hasil
penjualan produk atau disebut total revenue (TR). Hubungan antara FC,
TC, dan TR dapat digambarkan dalam grafik berikut :
Besarnya biaya FC tidak dipengaruhi oleh berapa banyak output atau
produk yang dihasilkan.[17]
Oleh karena itu garis FC digambarkan sebagai garis horisontal. Contoh : salah
satunya adalah biaya bunga yang harus dibayar produsen, besarnya beban bunga
yang harus dibayar bergantung pada berapa banyaknya kredit yang diterima
produsen, bukan pada berapa banyaknya output yang dihasilkan.
Variabel cost adalah biaya yang besarnya ditentukan langsung oleh
berapa banyak output yang dihasilkan. Total cost adalah keseluruhan biaya yang
dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang (TC = FC + VC). Total penerimaan (total
revenue) adalah jumlah penerimaan yang diperoleh dari penjualan produk yang
dapat dijual.
Dengan adanya beban bunga besarnya biaya tetap naik, dengan
demikian biaya keseluruhan naik. Maka besarnya Q bergeser dari Q1 ke
Q2. Total penerimaan dalam mekanisme bunga sama sekali tidak akan
berpengaruh. Artinya TR = TRi.[18]
2.
Kurva
Penerimaan (Revenue)
Total penerimaan merupakan hal penting dalam mekanisme non bunga
atau bagi hasil. Oleh karena itu penetapan nisbah merupakan hal yang
mempengaruhi penerimaan. Dalam kaitannya dengan penerimaan ada tiga model,
yaitu : Revenue Sharing (rs), Profit Sharing (ps) dan Profit and Lose
Sharing (pls).
a.
Revenue Sharing
Revenue Sharing adalah
mekanisme bagi hasil di mana seluruh biaya ditanggung oleh pengelola modal.
Sementara pemilik modal tidak menanggung biaya produksi. Bergesernya kurva
total penerimaan dari TR menuju TRrs, titik BEP yang tadinya berada pada jumlah
Q akan bergeser ke Qrs.
Mekanisme revenue sharing memiliki persamaan dan perbedaan
dengan mekanisme bunga. Persamaannya adalah bergesernya Q ke Qi/Qrs, (bahwa Qi
> Q dan Qrs > Q) pada kedudukannya di titik BEP, sementara perbedaannya
adalah jika mekanisme bunga yang bergerak adalah kurva biaya tetap dan biaya
total, namun pada mekanisme revenue sharing kurva yang bergeser adalah
kurva total penerimaan (TR) searah jarum jam. Apakah Qi > Qrs atau Qi <
Qrs atau Qi=Qrs adalah ditentukan oleh seberapa besar bunga dibandingkan dengan
berapa nisbah bagi hasil.
b.
Profit Sharing
Dalam akad muamalah Islam, dikenal akad mudharabah yaitu
akad yang disepakati antara pemilik modal dengan pelaksana usaha mengenai
nisbah bagi hail sebagai pedoman pembagian keuntungan. Namun jika usaha
tersebut mengalami kerugian, maka seluruh kerugian akan ditanggung oleh pemodal
100%.[19]
Pada profit sharing seluruh biaya ditanggung oleh pemodal,
maka yang dibagi adalah keuntungan. Kurva TR pada mekanisme bagi hasil akan
berputar dengan poros titik BEP (BEP sebagai tanda mulai terjadinya
keuntungan). Tingkat produksi sebelum titik BEP mencapai (Q < Qps) adalah
keadaan dimana biaya lebih besar daripada total penerimaan (TC > TR) dan
sebaliknya. Putaran TRps akan terjadi hanya berkisar antara kurva TR dengan TC,
yaitu ruang yang menggambarkan besarnya keuntungan.
Disamping akad mudharabah, ada akad Musyarakah. Pada
akad ini kedua belah pihak menyepakati nisbah bagi hasil dan penangungan
kerugian sesuai dengan penyertaan modalnya. Mulut buaya sebelum titik BEP
adalah menunjukan kondisi kerugian, sedang mulut buaya di atas titik BEP adalah
menunjukan kondisi keuntungan.
c.
Profit and Loss
Sharing
Dalam akad bagi untung dan bagi rugi dapat dilakukan pada akad syirkah.
Bagi untung dan bagi rugi tidak terjadi secara simetris, karena adanya dasar
yang berbeda. Bagi untung didaasarkan pada nisbah, sementara bagi rugi didasarkan
pada besaran penyertaan modal. Bagi untung terjadi antara kurva TR dan TC dan
bagi rugi terjadi antara kurva TC dan TR, dengan sumbu putaranna dari titik 0.
Obyek yang dibagi hasilkan adalah TR-TC.
3.
Efisiensi
Produk
Efisiensi produk menurut kriteria ekonomi harus memenuhi salah satu
dari dua kriteria : Minimalisasi biaya untuk memproduksi jumlah yang sama dan Optimalisasi
produksi dengan jumlah biaya yang sama.[20] Dengan
kriteria ini, mana yang lebih efisien sistem produksi dengan sistem bunga atau
dengan sistem bagi hasil :
a.
Minimalisasi
biaya untuk memproduksi jumlah yang sama.
Ternyata untuk jumlah produk yang sama, biaya total sistem bagi
hasil (TCrs) selalu lebih kecil
dibandingkan biaya total dengan sistem bunga (TCi). Jadi menurut
kriteria ini, produksi dengan sistem bagi hasil lebih efisien dibanding sistem
bunga.[21]
b.
Maksimalisasi
Produksi untuk biaya yang sama
Dengan membuat garis horisontal dari sumbu biaya (jumlah biaya yang
sama), maka total produk untuk revenue sharing lebih besar diandingkan
dengan total produk sistem bunga (Qrs > Qi). Jadi menurut kriteria ini
produksi dengan sistem bagi hasil lebih efisien dibanding sistem bunga.
c.
Implikasi Lain
: Pola yang sama dapat dilakukan untuk sistem yang lainnya, yaitu profit sharing
dan profit and loss sharing.
Kurva diatas dapat diketahui, jumlah Qi < Qps < Qrs. Besar
kecilnya Qps sengan Qrs sangat dipengaruhi oleh besarnya nisbah yang
disepakati.[22]
Jadi sistem bagi hasil bukan saja lebih efisien, tetapi juga akan mendorong produsen
untuk berproduksi pada skala ekonomi yang lebih besar.[23]
KESIMPULAN
Produksi
adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa
manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga
materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam
“memproduksi” tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan
manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan
mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif). Dalam konsep ekonomi
konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar
besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi konvensional, tujuan
produksi dalam islam yaitu memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
Kegiatan
produksi dalam persfektif ekonomi Islam pada akhirnya mengerucut pada manusia
dan eksistensinya, yaitu mengutamakan harkat manusia. Walaupun dalam ekonomi Islam
tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba
tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum Islam. Mashlahah
bagi produsen terdiri dari dua komponon, yaitu keuntungan dan keberkahan. Seluruh
kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang Islami,
sebagimana juga dalam kegiatan konsumsi. Secara lebih rinci nilai-nilai ini
misalnya adalah berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi pada tujuan
akhirat.
DAFTAR
PUSTAKA
Arif, M. Nur Rianto Al. 2015. Pengantar Ekonomi Syariah Teori
dan Praktik, Bandung : CV Pustaka Setia.
Fauzia, Ika Yunia, Dr. Lc., M.Ec dan Dr. Abdul Kadir Riyadi, Lc,
M.S.Sc. 2015. Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqasid al-syariah,
Jakarta : Prenadamedia Group.
Karim, Adiwarman, Ir. S.E., M.A. 2002. Ekonomi Mikro Islami,
Jakarta : IIIT Indonesia.
Mawardi. 2007. Ekonomi Islam, Pekanbaru: Alaf Riau, 2007.
Muhammad, Drs. M.Ag. 2004. Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam,
Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.
Nasution, Mustafa Edwin et al. 2006. Pengenalan Eksklusif
Ekonomi Islam, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), 2014. Ekonomi
Islam. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
[1] Dr. Ika Yunia
Fauzia, Lc., M.Ec dan Dr. Abdul Kadir Riyadi, Lc, M.S.Sc., Prinsip Dasar
Ekonomi Islam Perspektif Maqasid al-syariah, (Jakarta : Prenadamedia Group,
2015), hlm. 118.
[2] Ir. Adiwarman
Karim, S.E., M.A., Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta : IIIT Indonesia,
2002), hlm. 81.
[3] Mawardi, Ekonomi Islam, (Pekanbaru: Alaf Riau,
2007), hlm. 69-72.
[4] Dr. Ika Yunia
Fauzia, Lc., M.Ec dan Dr. Abdul Kadir Riyadi, Lc, M.S.Sc., Prinsip Dasar
Ekonomi Islam...hlm. 121.
[5] Drs. Muhammad,
M.Ag., Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta :
BPFE-Yogyakarta, 2004), hlm. 258.
[6] Ibid., hlm.
259.
[7] Ibid., hlm.
259.
[8] Ibid., hlm.
260.
[9] Mustafa Edwin
Nasution, et al., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2006), hlm.104.
[10] Ibid., hlm.105.
[11] Ibid., hlm.106.
[12] Dr. Ika Yunia
Fauzia, Lc., M.Ec dan Dr. Abdul Kadir Riyadi, Lc, M.S.Sc., Prinsip Dasar
Ekonomi Islam...hlm. 128.
[13] Ibid., hlm.
129.
[14] Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta
: PT RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 252.
[15] M. Nur Rianto
Al Arif, Pengantar Ekonomi Syariah Teori dan Praktik, (Bandung : CV
Pustaka Setia, 2015), hlm. 218.
[16] Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi...hlm. 252.
[17] Drs. Muhammad,
M.Ag., Ekonomi Mikro...hlm. 261.
[18] Ibid., hlm.
262.
[19] Ibid., hlm.
264.
[20] Ibid., hlm.
265.
[21] Ir. Adiwarman
Karim, S.E., M.A., Ekonomi Mikro...hlm. 89.
[22] Drs. Muhammad,
M.Ag., Ekonomi Mikro...hlm. 265.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar