Kamis, 03 Maret 2016

Pelaksanaan Pemilu di Indonesia


 PELAKSANAAN PEMILU DI INDONESIA
 




1.PEMILU TAHUN 1955

Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota - anggota DPR dan Konstituante. Landasan konstitusional Pemilu tahun 1955 adalah Pasal 35, Jo. Pasal 57, Jo. Pasal 135 ayat ( 2) UUD Sementara 1950. Sedangkan landasan operasionalnya adalah Undang Undang Nomor 7 tahun 1953 tentang Pemilu. Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu 1955, dan telah dipersiapkan sejak pemerintahan Perdana Menteri Natsir. Namun, Pemilu baru terlaksana pada saat kepala Pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap. Sesuai Tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu :

a). Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 Partai Politik dan individu.
b). Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih 514 anggota Konstituante. Tahap ini di selenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.

Dari kedua tahap Pemilu tersebut, PNI, Masyumi, Nahdatul Ulama, dan Partai Komunis Indonesia tampil sebagai peraih suara terbanyak.Pemilu 1955 merupakan pemilu pertama yang diadakan oleh Republik Indonesia. Pemilu ini merupakan reaksi atas Maklumat Nomor X/1945 tanggal 3 Nopember 1945 dari Wakil Presiden Moh. Hatta, yang menginstruksikan pendirian partai-partai politik di Indonesia. Pemilu pun – menurut Maklumat – harus diadakan secepat mungkin. Namun, akibat belum siapnya aturan perundangan dan logistik (juga kericuhan politik dalam negeri seperti pemberontakan), Pemilu tersebut baru diadakan tahun 1955 dari awalnya direncanakan Januari 1946.
Sistem yang digunakan adalah proporsional. Menurut UU nomor 7 tahun 1953 tersebut, terdapat perbedaan sistem bilangan pembagi pemilih (BPP) untuk anggota konstituante dan anggota parlemen.
 Jumlah anggota DPR di masing-masing daerah pemilihan adalah hasil bagi antara total penduduk WNI di masing-masing wilayah tersebut dengan 300.000; Jumlah anggota DPR di masing-masing daerah pemilihan adalah bilangan bulat hasil pembagian tersebut; Jika kurang dari 3, dibulatkan menjadi 3; Sisa jumlah anggota DPR dibagikan antara daerah-daerah pemilihan lainnya, seimbang dengan jumlah penduduk warganegara masing-masing;
2. PEMILU TAHUN 1971

            Pemilu tahun 2971 merupakan Pemilu pertama pada masa pemerintahan Orde Baru. Pemilu ini dilaksanakan tanggal 3 juli 1971 dengan menggunakan sistem gabungan. Landasan operasional Pemilu tahun 1971 adalah Ketetapan MPRS Nomor. XLII / MPRS/1968 ( Perubahan dari Ketetapan MPRS Nomor XI/MPRS/1966 ), Undang Undang Nomor 15 tahun 1969 tentang Pemilu dan Undang Undang Nomor 16 tahun 1969 tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Pemilu 1971 ditujukan untuk memilih anggota DPR. Pemilu tahun 1971 menghasilkan Golkar, NU, Parmusi, PNI, dan PSII Sebagai partai peraih suara terbanyak. 71 diadakan tanggal 3 Juli 1971. Pemilu ditujukan memilih 460 anggota DPR dimana 360 dilakukan melalui pemilihan langsung oleh rakyat sementara 100 orang diangkat dari kalangan angkatan bersenjata dan golongan fungsional oleh Presiden.
Untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD digunakan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar. Pemilu diadakan di 26 provinsi Indonesia. Rakyat pemilih mencoblos tanda gambar partai. Untuk memilih anggota DPR daerah pemilihannya adalah Daerah Tingkat I (provinsi) dan sekurang-kurangnya 400.000 penduduk memiliki satu orang wakil dengan memperhatikan bahwa setiap provinsi minimal memiliki wakil minimal sejumlah daerah tingkat II (kabupaten/kota) di wilayahnya. Setiap daerah tingkat II minimal punya satu orang wakil.
Dalam Pemilu 1971, total pemilih terdaftar adalah 58.179.245 orang dengan suara sah mencapai 54.699.509 atau 94% total suara.[6] Dari total 460 orang anggota parlemen yang diangkat presiden, 75 orang berasal dari angkatan bersenjata sementara 25 dari golongan fungsional seperti tani, nelayan, agama, dan sejenisnya. Dari ke-25 anggota golongan fungsional kemudian bergabung dengan Sekber Golkar sehingga kursi Golkar meroket hingga ke angka 257 (dari 232 ditambah 25). Dari 460 orang anggota parlemen, jumlah anggota berjenis kelamin laki-laki 426 dan perempuan 34 orang.


3. PEMILU TAHUN 1977
            Pemilu tahun 1977 merupakan Pemilu kedua pada masa pemerintahan Orde Baru. Pemilu dilaksanakan pada tanggal 2 Mei 1977 dengan menggunakan proporsional dengan daftar tertutup. Landasan Operasional Pemilu adalah Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/1973, Undang Undang Nomor 4 tahun 1975 tentang pemilu dan Undang Undang  Nomor 5 tahun 1975 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Pemilu 1977 ditujukan guna memiliki parlemen unicameral yaitu DPR di mana 360 orang dipilih lewat pemilu ini sementara 100 orang lainnya diangkat oleh Presiden Suharto.
Sebelum Pemilu tahun 1977 dilaksanakan, Pemerintah telah mengeluarkan ketetapan tentang peleburan (fusi) Partai politik yang dituangkan dalam Undang Undang Nomor 3 tahun 1975 tantang Partai Politik Dan Golkar. Peleburan tersebut mengakibatkan pemilu 1977 hanya diikuti oleh tiga Organisasi Partai Pemilu (OPP), Yang terdiri dari :
a). Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakanfusi dari Nahdatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Pergerakan Tarbiyah Islam (Perti), dan Partai Syarikat Islam (PSII).
b). Golongan Karya (Golkar) yang merupakan goongan fungsional yang terdiri dari buruh dan pegawai, petani, pengusaha nasional, alim – ulama, angkatan 45, dan angkatan jasa.
c). Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan fusi dari Partai Nasional Indonesia (PNI), Ikatan Penduung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Murba, Partai Katolik, dan Partai Kristen Indonesia (Parkindo).

            Persyaratan untuk ikut serta sebagai pemilih adalah berusia sekurangnya 17 tahun atau pernah menikah, kecuali mereka yang menderita kegilaan, eks PKI ataupun organisasi yang berkorelasi dengannya, juga narapidana yang terkena pidana kurung minimal 5 tahun tidak diperbolehkan ikut serta. Sementara itu, kandidat yang boleh mencalonkan diri sekurang berusia 21 tahun, lancar berbahasa Indonesia, mampu baca-tulis latin, sekurangnya lulusan SMA atau sederajat, serta loyal kepada Pancasila sebagai ideologi negara. Voting dilakukan di 26 provinsi dengan sistem proporsional daftar partai (party list system).
 Pada Pemilu 1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan DI Aceh mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih 18.743.491 suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971. Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-basis eks Masjumi. Ini seiring dengan tampilnya tokoh utama Masjumi mendukung PPP. Tetapi kenaikan suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan suara dan kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan suara secara nasional tidak begitu besar.


4. PEMILU TAHUN 1982

            Pemilu 1982 merupakan Pemilu ketiga pada masa Pemerintahan Orde Baru. Pemilu 1982 dilaksanakan pada tanggal 4 Mei 1982. Landasan Operasional Pemilu 1982 adalah Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/1978, Undang – Undang nomor 2 tahun 1980 tentang Pemilu dan Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1980 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Pada Pemilu 1982 Organisasi Peserta Pemilu terdiri dari dua partai politik  dan Golongan Karya. Tujuannya sama seperti Pemilu 1977 di mana hendak memilih anggota DPR (parlemen). Hanya saja, komposisinya sedikit berbeda. Sebanyak 364 anggota dipilih langsung oleh rakyat, sementara 96 orang diangkat oleh presiden.
Pemilihan Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu :
1.   Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2.   Golongan Karya (Golkar)
3.   Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai Pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.

Voting dilakukan di 27 daerah pemilihan berdasarkan sistem Proporsional dengan Daftar Partai (Party-List System). Partai yang beroleh kursi berdasarkan pembagian total suara yang didapat di masing-masing wilayah pemilihan dibagi electoral quotient di masing-masing wilayah. Jumlah total pemilih terdaftar adalah 82.132.263 orang dengan jumlah suara sah mencapai 74.930.875 atau 91,23%. Golkar beroleh 48.334.724 suara (58,44%) sehingga berhak untuk mendapat 246 kursi parlemen. PPP beroleh 20.871.880 suara (25,54%) sehingga berhak untuk mendapat 94 kursi parlemen. PDI beroleh 5.919.702 suara (7,24%) sehingga berhak mendapat 24 kursi parlemen.
            Anggota DPR yang diangkat Presiden Suharto berasal dari ABRI sejumlah 75 orang dan golongan fungsional sebanyak 21 orang. Golongan fungsional lalu bergabung dengan Golkar sehingga kursi parlemen Golkar naik menjadi 267 kursi. Dari 360 anggota parlemen, yang berjenis kelamin laki-laki sejumlah 422 dan perempuan 38 orang.
 Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh. Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari PPP. Secara nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan masing-masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih 48.334.724 suara atau 242 kursi. Adapun cara pembagian kursi pada Pemilu ini tetap mengacu pada ketentuan Pemilu 1971.

No.
Partai
Suara
%
Kursi
% (1977)
Keterangan
1
Golkar
48.334.724
64,34
242
62,11
+ 2,23
2
PPP
20.871.880
27,78
94
29,29
- 1,51
3
PDI
5.919.702
7,88
24
8,60
- 0,72
Jumlah
75.126.306
100,00
364
100,00


4.   PEMILU TAHUN 1987

Pemilu 1987 dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Republik Indonesia pada tanggal 23 April 1987 dengan menggunakan sistem Proporsional dengan varian Party-List. Landasan operasional Pemilu tahun 1987 adalah Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1983, Undang – Undang Nomor 1 tahun 1985 dan Keputusan Presiden Nomor 70 tahun 1985.
Peserta Pemilu tahun 1987 sama dengan Pemilu 1982. Sebelum Pemilu 1987 dilaksanakan, pemerintah melalui Undang – Undang Nomor 3 tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golkar menetapkan bahwa Pancasila menjadi satu – satunya asas bagi setiap partai politik dan Golkar, sehingga Partai Persatuan Pembangunan yang semula berlambang Ka’bah diganti dengan lambang Bintang.
Tujuan pemilihan sama dengan pemilu sebelumnya yaitu memilih anggota parlemen atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tingkat I Provinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya seluruh Indonesia untuk Periode 1987 - 1992. Total kursi yang tersedia adalah 500 kursi. Dari jumlah ini, 400 dipilih secara langsung dan 100 diangkat oleh Presiden Suharto.

Total pemilih yang terdaftar adalah sekitar 94.000.000 dengan total suara sah mencapai 85.869.816 atau 91,30%.[11] Golkar beroleh 62.783.680 suara (73,16%) sehingga berhak atas 299 kursi parlemen. PPP beroleh 13.701.428 suara (15,97%) sehingga berhak atas 61 kursi parlemen. PDI beroleh 9.384.708 suara (10,87%) sehingga berhak atas 40 kursi parlemen. Jumlah anggota parlemen dari ABRI yang diangkat Presiden Suharto berjumlah 75 orang (kursi) sementara dari golongan fungsional 25 orang (kursi).  Jumlah anggota parlemen yang berjenis kelamin laki-laki adalah 443 sementara yang perempuan 57 orang. Sementara itu, jumlah anggota parlemen berusia 21-30 tahun adalah 5 orang, 31-40 tahun 38 orang, 41-50 tahun 173 orang, 51-60 tahun 213 orang, 61-70 tahun 70 orang, dan 71-80 tahun 1 orang.
Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan kemerosotan terbesar PPP, yakni hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61 kursi. Penyebab merosotnya PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan diubahnya lambang dari Ka’bah kepada Bintang dan terjadinya penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Sementara itu Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi. PDI, yang tahun 1986 dapat dikatakan mulai dekat dengan kekuasaan, sebagaimana diindikasikan dengan pembentukan DPP PDI hasil Kongres 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam, berhasil menambah perolehan kursi secara signifikan dari 30 kursi pada Pemilu 1982 menjadi 40 kursi pada Pemilu 1987 ini.


6. PEMILU TAHUN 1992

            Pemilu 1992 merupakan Pemilu kelima pada masa pemerintahan Orde Baru. Pemilu 1992 di laksanakan pada tanggal 9 Juni 1992 dengan menggunakan Sistem Pemilu seperti pemilu sebelumnya yaitu Proporsional dengan varian Party-List. Landasan operasional Pemilu 1992 adalah Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1988, Undang – Undang Nomor 1 tahun 1985 dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1990.
Pemilihan Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu :
5.   Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
6.   Golongan Karya (Golkar)
7.   Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai Pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.

Tujuan Pemilu 1992 adalah memilih secara langsung 400 kursi DPR. Total pemilih yang terdaftar adalah 105.565.697 orang dengan total suara sah adalah 97.789.534. Untuk hasil Pemilu 1992, Golkar beroleh 66.599.331 suara (68,10%) sehingga berhak atas 282 kursi parlemen. PPP beroleh 16.624.647 suara (17,01%) sehingga berhak atas 62 kursi parlemen. PDI beroleh 14.565.556 suara (10,87%) sehingga berhak atas 56 kursi parlemen. Presiden Suharto mengangkat 75 orang (kursi) untuk ABRI dan 25 orang (kursi) untuk golongan fungsional.
Komposisi anggota DPR totalnya adalah 500 orang. Dari jumlah tersebut yang berjenis kelamin laki-laki adalah 439 orang sementara perempuan 61 orang. Di sisi lain, kisaran usia anggota DPR ini adalah 21-30 tahun 3 orang; 31-40 tahun 45 orang; 41-50 tahun 144 orang; 51-65 tahun 287 orang; dan di atas 65 tahun 21 orang.


7. PEMILU TAHUN 1997

            Pemilu tahun 1997 adalah Pemilu keenam pada masa pemerintahan Orde Baru. Pemilu 1997 dilakasanakan pada tanggal 29 Mei 1997 dengan menggunakan sistem proposional berdasarkan stelsel daftar. Landasan operasional pemilu 1997 adalah Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1988, Undang – Undang Nomor 1 tahun 1985 dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1995.
            Dari Pemilu tahun 1977 – 1997 urutan perolehan suara tidak berubah, yaitu Golkar selalu tampil sebagai pemenang disusul PPP dan PDI.
 Pemilu 1997 merupakan Pemilu terakhir di masa administrasi Presiden Suharto. Tujuan pemilu ini adalah memilih 424 orang anggota DPR. Pada tanggal 7 Maret 1997, sebanyak 2.289 kandidat (caleg) telah disetujui untuk bertarung guna memperoleh kursi parlemen. Hasil Pemilu 1997 adalah Golkar beroleh 84.187.907 suara (74,51%) sehingga berhak atas 325 kursi parlemen. PPP beroleh 25.340.028 suara (22,43%) sehingga berhak atas 89 kursi parlemen. PDI beroleh 3.463.225 suara (3,06%) sehingga berhak atas 11 kursi parlemen. Anggota parlemen yang diangkat Presiden Suharto hanya dari ABRI saja yaitu 75 orang (kursi). Total anggota parlemen 500 orang.
 Pemilu 1997 ini menuai sejumlah protes. Di Kabupaten Sampang, Madura, puluhan kotak suara dibakar massa oleh sebab kecurangan Pemilu dianggap sudah keterlaluan. Sementara itu, PDI mengalami penurunan suara signifikan akibat intervensi pemerintah terhadap kepemimpinan partai. Megawati Sukarnoputri dihabisi secara politik dengan cara pemerintah mendukung pimpinan tandingan Suryadi dan Fatimah Ahmad. Dari 500 anggota DPR, yang berjenis kelamin laki-laki adalah 443 orang sementara perempuan adalah 57 orang. Distribusi anggota DPR yang berusia 21-30 tahun 3 orang; 31-40 tahun 51 orang; 41-50 tahun 134 orang; 51-65 orang 310 orang; dan di atas 65 tahun 2 orang.
Pada Pemilu 1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan DI Aceh mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih 18.743.491 suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971. Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-basis eks Masjumi. Ini seiring dengan tampilnya tokoh utama Masjumi mendukung PPP. Tetapi kenaikan suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan suara dan kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan suara secara nasional tidak begitu besar.
PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Secara nasional tambahan kursi hanya 5.
PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi partai-partai yang berfusi sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang 1 kursi di banding gabungan suara PNI, Parkindo dan Partai Katolik.


8. PEMILU TAHUN 1999

            Setelah Presiden Soeharto lengser dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan Presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru dipercepat atau segera dilaksanakan, sehingga hasil – hasil Pemilu 1997 segera diganti.
            Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie kemudian mengeluarkan kebijakan untuk mempercepat Pemilu yang seharusnya dilaksanakan pada tahun 2003 menjadi dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Presiden Habibie.
            Pada saat itu alasan yang digunakan dipercepatnya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia Internasional, karena pemerintahan dan lembaga – lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang baru.
            Hal ini berarti bahwa dengan pemilu dipercepat, yang terjadi bukan hanya bakal digantinya keanggotaan DPR dan MPR sebelum selesai masa kerjanya, tetapi Presiden B.J. Habibie sendiri memangkas masa jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai tahun 2003, suatu kebijakan dari seorang Presiden yang belum pernah terjadi sebelumnya.
            Pemilu tahun 1999 berpijak pada Ketetapan MPR XV/MPR/1998, Undang – Undang Nomor 4 tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Pemilu 1999 menggunakan sistem proporsional berdasarkan stelsel daftar dengan jumlah peserta sebanyak 48 Partai Politik. Pemilu tahun 1999 menempatkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meraih suara terbanyak disusul partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Pemilu 1999 adalah pemilu pertama pasca kekuasaan presiden Suharto. Pemilu ini diadakan di bawah kepemimpinan Presiden B.J. Habibie. Pemilu ini terselenggara di bawah sistem politik Demokrasi Liberal. Artinya, jumlah partai peserta tidak lagi dibatasi seperti pemilu-pemilu lalu yang hanya terdiri dari Golkar, PPP, dan PDI.
Sebelum menyelenggarakan Pemilu, pemerintahan B.J. Habibie mengajukan tiga rancangan undang-undang selaku dasar hukum dilangsungkannya pemilu 1999, yaitu RUU tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu, dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Ketiga RUU ini diolah oleh Tim Tujuh yang diketuai Profesor Ryaas Rasyid dari Institut Ilmu Pemerintahan. Setelah disetujui DPR, barulah pemilu layak dijalankan. Pemilu 1999 diadakan berdasarkan Undang-undang Nomor 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.




Pemilihan Umum ini diikuti oleh 48 partai politik:


·         Partai Indonesia Baru
·         Partai Kristen Nasional Indonesia
·         Partai Nasional Indonesia – Supeni
·         Partai Aliansi Demokrat Indonesia
·         Partai Kebangkitan Muslim Indonesia
·         Partai Ummat Islam
·         Partai Kebangkitan Ummat
·         Partai Masyumi Baru
·         Partai Persatuan Pembangunan
·         Partai Syarikat Islam Indonesia
·         Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
·         Partai Abul Yatama
·         Partai Kebangsaan Merdeka
·         Partai Demokrasi Kasih Bangsa
·         Partai Amanat Nasional
·         Partai Rakyat Demokratik
·         Partai Syarikat Islam Indonesia 1905
·         Partai Katolik Demokrat
·         Partai Pilihan Rakyat
·         Partai Rakyat Indonesia
·         Partai Politik Islam Indonesia Masyumi
·         Partai Bulan Bintang
·         Partai Solidaritas Pekerja
·         Partai Keadilan
·         Partai Nahdlatul Ummat
·         Partai Nasional Indonesia – Front Marhaenis
·         Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
·         Partai Republik
·         Partai Islam Demokrat
·         Partai Nasional Indonesia – Massa Marhaen
·         Partai Musyawarah Rakyat Banyak
·         Partai Demokrasi Indonesia
·         Partai Golongan Karya
·         Partai Persatuan
·         Partai Kebangkitan Bangsa
·         Partai Uni Demokrasi Indonesia
·         Partai Buruh Nasional
·         Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
·         Partai Daulat Rakyat
·         Partai Cinta Damai
·         Partai Keadilan dan Persatuan
·         Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia
·         Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia
·         Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
·         Partai Nasional Demokrat
·         Partai Ummat Muslimin Indonesia
·         Partai Pekerja Indonesia
·         Partai Nasional Bangsa Indonesia





Dalam pemilihan anggota DPR, daerah pemilihannya (selanjutnya disingkat Dapil) adalah Dati I (provinsi), pemilihan anggota DPRD I dapilnya Dati I (provinsi) yang merupakan satu daerah pemilihan, sementara pemilihan anggota DPRD II dapilnya Dati II yang merupakan satu daerah pemilihan. Jumlah kursi anggota DPR untuk tiap daerah pemilihan ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk Dati I dengan memperhatikan bahwa Dati II minimal harus mendapat 1 kursi yang penetapannya dilakukan oleh KPU.
Jumlah partai yang terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM adalah 141 partai, sementara yang lolos verifikasi untuk ikut Pemilu 1999 adalah 48 partai. Pemilu 1999 diadakan tanggal 7 Juni 1999. Namun, tidak seperti pemilu-pemilu sebelumnya, Pemilu 1999 mengalami hambatan dalam proses perhitungan suara. Terdapat 27 partai politik yang tidak bersedia menandatangani berkas hasil pemilu 1999 yaitu: Partai Keadilan, PNU, PBI, PDI, Masyumi, PNI Supeni, Krisna, Partai KAMI, PKD, PAY, Partai MKGR, PIB, Partai SUNI, PNBI, PUDI, PBN, PKM, PND, PADI, PRD, PPI, PID, Murba, SPSI, PUMI, PSP, dan PARI.[15]
Karena penolakan 27 partai politik ini, KPU menyerahkan keputusan kepada Presiden. Presiden menyerahkan kembali penyelesaian persoalan kepada Panitia Pengawas Pemilu (selanjutnya disingkat Panwaslu. Rekomendasi Panwaslu adalah, hasil Pemilu 1999 sudah sah, ditambah kenyataan partai-partai yang menolak menandatangani hasil tidak menyertakan point-point spesifik keberatan mereka. Sebab itu, Presiden lalu memutuskan bahwa hasil Pemilu 1999 sah dan masyarakat mengetahui hasilnya tanggal 26 Juli 1999. Masalah yang muncul adalah pembagian kursi sisa. Partai-partai beraliran Islam melakukan stembus-accord (penggabungan sisa suara) menurut hitungan Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) hanya beroleh 40 dari 120 kursi. Di sisi lain, 8 partai beraliran Islam yang melakukan stembus-accord tersebut mengklaim mampu memperoleh 53 dari 120 kursi sisa.

Perbedaan pendapat ini lalu diserahkan PPI kepada KPU. KPU, di depan seluruh partai politik peserta pemilu 1999 menyarankan voting. Voting ini terdiri atas dua opsi. Pertama, pembagian kursi sisa dihitung dengan memperhatikan suara stembus-accord. Kedua, pembagian tanpa stembus-accord. Hasilnya, 12 suara mendukung opsi pertama, dan 43 suara mendukung opsi kedua. Lebih dari 8 partai melakukan walk-out. Keputusannya, pembagian kursi dilakukan tanpa stembus-accord. Penyelesaian sengketa hasil pemilu dan perhitungan suara ini masih dilakukan oleh badan-badan penyelenggara pemilu karena Mahkamah Konstitusi belum lagi terbentuk.
Total jumlah suara partai yang tidak menghasilkan kursi 9.700.658 atau meliputi 9,17% suara sah. Hasil ini diperoleh dengan menerapkan sistem pemilihan Proporsional dengan Varian Roget. Dalam sistem ini, sebuah partai memperoleh kursi seimbang dengan suara yang diperolehnya di daerah pemilihan, termasuk perolehan kursi berdasarkan the largest remainder (sisa kursi diberikan kepada partai-partai yang  punya sisa suara terbesar).
Perbedaan antara Pemilu 1999 dengan Pemilu 1997 adalah bahwa pada Pemilu 1999 penetapan calon terpilih didasarkan pada rangking perolehan suara suatu partai di daerah pemilihan. Jika sejak Pemilu 1971 calon nomor urut pertama dalam daftar partai otomatis terpilih bila partai itu mendapat kursi, maka pada Pemilu 1999 calon terpilih ditetapkan berdasarkan suara terbesar atau terbanyak dari daerah di mana seseorang dicalonka. Dari total 500 anggota DPR yang dipilih, sebanyak 460 orang berjenis kelamin laki-laki dan hanya 40 orang yang berjenis kelamin perempuan. Sebab itu, persentase anggota DPR yang berjenis kelamin perempuan hanya meliputi 8% dari total.
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.


9. PEMILU TAHUN 2004

            Pemilihan Umun Indonesia 2004 adalah Pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih Presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar – benar berbeda dari Pemilu sebelumnya.  Pemilu 2004 sekaligus membuktikan upaya serius mewujudkan sistem pemerintahan Presidensil yang dianut oleh pemerintah Indonesia. Pada Pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung Presiden dan Wakil Presiden (sebelumnya Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR yang anggota – anggotanya dipilih melalui Presiden). Selain itu, pada pemilu ini pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tidak dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999). Pada Pemilu ini, yang dipilih adalah pasangan calon (pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden), bukan calon Presiden dan calon Wakil Presiden secara terpisah. Landasan operasional Pemilu 2004 adalah Undang – Undang RI Nomor 12 tahun 2003 tantang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Undang – Undang RI Nomor 22 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Daerah, Serta Undang – Undang RI Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Sistem pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan Daftar Calon Terbuka. Proporsional Daftar adalah sistem pemilihan mengikuti jatah kursi di tiap daerah pemilihan. Jadi, suara yang diperoleh partai-partai politik di tiap daerah selaras dengan kursi yang mereka peroleh di parlemen.
Pelaksanaan Pemilu tahun 2004 dilakukan dalam tiga tahap, yaitu sebagai berikut :
a). Pemilu Legislatif
            Pemilu Legislatif adalah tahap pertama dari rangkaian tahapan Pemilu 2004. Pemilu legislatif ini diikuti 24 Partai Politik, dan dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004. Pemilu ini bertujuan untuk memilih partai politik (sebagai persyaratan Pemilu Preside) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR dan DPRD. Pemilu tahap pertama juga ditujukan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Partai – Partai Politik yang memperoleh suara lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calonnya untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu pada Pemilu Presiden putaran pertama. Pemilu Legislatif tahun 2004 menempatkan kembali Golkar sebagai peraih suara terbanyak disusul PDIP, PPP, Partai Demokrat, PKB, PAN, dan PKS.

b). Pemilu Presiden Putaran Pertama
            Setelah Pemilu Legislatif selesai, partai  yang memiliki suara lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya untuk maju ke Pemilu Presiden Putaran Pertama. Apabila dalam Pemilu ini ternyata ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen, maka pasangan calon itu langsung diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Selebihnya, Pemilu Presiden putaran kedua akan diselenggarakan dengan ua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak. Pemilu prresiden putaran pertama 2004 ini diikuti oleh 5 pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, dan diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004.
            Ada lima pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang dicalonkan di Pemilu Presiden putaran pertama, yaitu :
(1). H. Wiranto, SH. Dan Ir.H. Salahuddin Wahid (dicalonkan oleh Partai Golongan Karya).
(2). Hj. Megawati Soekarno Putri dan KH. Ahmad Hasyim Muzadi (dicalonkan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan).
(3). Prof. Dr.H.M. Amien Rais dan Dr.Ir.H. Siswono Yudo Husodo (dicalonkan oleh Partai Amanat Nasional).
(4). DR.H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs.H. Muhammad Jusuf Kalla (dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Persatuan dan Kesatuan Indonesia).
(5). Dr.H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M.Sc. (dicalonkan oleh Partai Persatuan Pembangunan).
            Hasil Pemilu ini diumumkan pada tanggal 26 Juli 2004, dengan hasil ini masih perlu diadakan Pemilu Presiden putaran kedua karena belum adanya pasangan calon yang mendapatkan suara paling tidak 50 persen.

c). Pemilu Presiden Putaran Kedua
            Sesuai hasil Pemilu Presiden putaran pertama di atas, yaitu belum ada pasangan calon yang memperolehan suara lebih dari 50 persen, maka diadakanlah Pemilu Presiden putaran kedua. Pasangan – pasangan calon yang mengikuti Pemilu Presiden putaran kedua ini adalah dua pasangan calon dengan yang memperoleh suara terbanyak pada Pemilu Presiden putaran pertama 2004 yang lalu. Pemilu ini diadakan pada tanggal 20 September 2004.
            Ada dua Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh suara terbanyak pada Pemilu Presiden putaran pertama yang dicalonkan di Pemilu Presiden Putaran kedua, yaitu :
(1). Hj. Megawati Soekarno Putri dan KH. Ahmad Hasyim Muzadi (dicalonkan oleh partai Demokrasi Indonesia Perjuangan).
(2). DR.H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs.H. Muhammad Jusuf Kalla (dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Persatuan dan Kesatuan Indonesia).

            Hasil Pemilu Presiden putaran kedua telah dihitung dan diumumkan oleh KPU pada tanggal 4 Oktober 2004 melalui Keputusan KPU Nomor 98/SK/KPU/2004. Pada putaran kedua ini, pasangan DR.H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs.H. Muhammad Jusuf Kalla berhasil memperoleh suara terbanyak mengalahkan pasangan Hj. Megawati Soekarno Putri dan KH.Ahmad Hasyim Muzadi.
            Dengan demikian pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla ditetapkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI menggantikan Presiden dan Wakil Presiden Hj. Megawati Soekarno Putri dan Dr.H. Hamzah Haz. Pelantikannya sendiri dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 2004 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Acara pelantikannya tersebut dihadiri pemimpin – pemimpin negara sahabat, yaitu :
(1)   Perdana Menteri Australia            : John Howard.
(2)   Perdana Menteri Singapura           : Lee Hsien Loong.
(3)   Perdana Menteri Malaysia : Abdullah Ahmad Badawi.
(4)   Perdana Menteri Timor Leste       : Mari Alkatiri.
(5)   Sultan Brunei Hassanal Bolkiah.

            Dan serta 5 utusan – utusan negara lainnya. Pada malam hari yang sama, sekitar pukul 23.50 WIB, Presiden DR.H. Susilo Bambang Yudoyono mengumumkan anggota kabinet yang baru, yaitu Kabinet Indonesia Bersatu.


10. PEMILU TAHUN 2009

            Tahun 2009 merupakan tahun Pemilihan Umum ( Pemilu) untuk indonesia. Pada tanggal 9 April lebih dari 100 juta pemilih telah memberikan suara mereka dalam Pemilihan legislatif untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD).
            Pemilu 2009 dilaksanakan menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 2008. Jumlah kursi DPR ditetapkan sebesar 560 di mana daerah dapil anggota DPR adalah provinsi atau bagian provinsi. Jumlah kursi di tiap dapil yang diperebutkan minimal tiga dan maksimal sepuluh kursi. Ketentuan ini berbeda dengan Pemilu 2004.
            Hasil pemilihan anggota DPR pada tanggal 9 April tidak banyak memberikan kejutan. Mayoritas masyarakat Indonesia sekali lagi menunjukkan bahwa mereka lebih memilih partai nasional dibandingkan partai keagamaan. Tiga partai yang mendapatkan jumlah suara terbanyak bukan merupakan partai keagamaan dan mereka adalah Partai Demokrat (PD) dengan 20,8 persen perolehan suara, Golkar dengan 14,45 persen perolehan suara, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan 14,03 persen perolehan suara. Empat partai Islam – Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Nasional (PKB) masing-masing hanya memperoleh 7,88 persen; 6,01 persen; 5,32 persen; dan 4,94 persen suara. Dua partai lainnya (Gerindra dan Hanura), yang juga bukan merupakan partai agama, memperoleh 4,46 persen dan 3,77 persen suara.
Pemilu tanggal 9 April juga mengurangi jumlah partai yang duduk di DPR. Hanya sembilan partai yang disebutkan di atas yang mendapatkan kursi di DPR. Sementara 29 partai lainnya gagal mencapai ketentuan minimum perolehan suara pemilu sebesar 2,5 persen dan tidak mendapatkan kursi di DPR. Hal ini diharapkan mengurangi jumlah partai politik yang akan bersaing untuk pemilu tahun 2014.

Pemilihan Legislatif. Menurut Pasal 23 Undang-undang Nomor 10 tahun 2008, jumlah kursi untuk anggota DPRD Provinsi minimal tiga puluh lima dan maksimal seratus kursi. Jumlah ini ditentukan melalui perhitungan jumlah penduduk wilayah provinsi masing-masing dimana: (1). provinsi berpenduduk minimal 1.000.000 mendapat alokasi 35 kursi; (2). provinsi berpenduduk 1.000.000–3.000.000 mendapat alokasi 45 kursi; (3). provinsi berpenduduk 3.000.000–5.000.000 mendapat alokasi 55 kursi; (4). provinsi berpenduduk 5.000.000–7.000.000 mendapat alokasi 65 kursi; (5). provinsi berpenduduk 7.000.000–9.000.000 mendapat alokasi 75 kursi; (6). provinsi berpenduduk 9.000.000–11.000.000 mendapat alokasi 85 kursi; dan (7). provinsi berpenduduk di atas 11.000.000 mendapat alokasi 100 kursi. Selanjutnya pasal 24 undang-undang ini menyebutkan bahwa daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi adalah kabupaten atau kota atau gabungan kabupaten atau kota di mana jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD provinsi sama dengan pemilu 2004.
Daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten atau kota adalah kecamatan atau gabungan kecamatan yang jumlahnya sama seperti pemilu 2004. Jumlah kursi DPRD kabupaten atau kota paling sedikit 20 dan paling banyak 50 kursi, yang besaran kursinya ditentukan oleh: (1). wilayah berpenduduk hingga 100.000 mendapat alokasi 20 kursi; (2). wilayah berpenduduk 100.000–200.000 mendapat alokasi 25 kursi; (3). wilayah berpenduduk 200.000–300.000 mendapat alokasi 30 kursi; (4). wilayah berpenduduk 300.000–400.000 mendapat alokasi 35 kursi; (5). wilayah berpenduduk 400.00–500.000 mendapat alokasi 40 kursi; (6). wilayah berpenduduk 500.000–1.000.000 mendapat alokasi 45 kursi; (7). wilayah berpenduduk > 1.000.000 mendapat alokasi 50 kursi.
Pemilihan DPD. Untuk pemilihan anggota DPD ditetapkan 4 kursi bagi setiap provinsi. Provinsi adalah daerah pemilihan untuk anggota DPD. Dan dengan demikian dengan total provinsi sejumlah 33, jumlah anggota DPD Indonesia adalah 132 orang. Sistem pemilihan untuk anggota DPD menggunakan Single Non Transferable Vote (SNTV). Pemilu 2009 masih menggunakan sistem yang mirip dengan Pemilu 2004. Namun, electoral threshold dinaikkan menjadi 2,5%. Artinya, partai-partai politik tatkala masuk ke perhitungan kursi caleg hanya dibatasi bagi yang berhasil mengumpulkan komposisi suara di atas 2,5%. Pemilu ini pun mirip dengan Pemilu 1999 di mana 48 partai ikut berlaga dalam kompetisi dagang janji ini.
Pemilihan Presiden. Pemilu Presiden tahun 2009 menggunakan Two Round System. Artinya, jika pada putaran pertama tidak terdapat pasangan yang menang 50 plus 1 atau merata persebaran suara di lebih dari setengah daerah pemilihan maka konsekuensinya harus diadakan putaran kedua. Untungnya, dana negara tidak terbuang sia-sia karena pemilu Presiden 2009 ini cuma berlangsung satu putaran saja. Pilpres yang direkapitulasi oleh KPU pada 22 – 4  Juli 2009 ini diikuti oleh tiga pasang calon yaitu :
(1). Hj. Megawati Soekarno Putri – H. Prabowo Subianto
(2). DR.H. Susio Bambang Yudhoyono – Prof.DR. Boediono
(3). Drs.H. Muhammad Jusuf Kalla – H. Wiranto, SH

 Hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 resmi diumumkan oleh KPU dan menghasilkan data berikut:
(1). Hj. Megawati Soekarno Putri – H. Prabowo Subianto (32.548.105 atau 26,79%)
(2). DR.H. Susio Bambang Yudhoyono – Prof.DR. Boediono (73.874.562 atau 60,80%)
(3). Drs.H. Muhammad Jusuf Kalla – H. Wiranto, SH (15.081.814 atau 12.41%)

Dengan demikian, pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden DR.H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Prof.DR. Boediono keluar sebagai pemenang dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 dan sah untuk mengatur administrasi negara kesatuan Republik Indonesia Periode 2009 hingga 2014.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar