Jumat, 04 Maret 2016

Makalah Dinasti Fathimiyah

BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang Masalah
Kejayaan Islam (the golden age of Islam) ditandai dengan penyebaran agama Islam hingga ke benua Eropa. Pada masa itulah berdiri sejumlah pemerintahan atau kekha-lifahan Islamiyah. Seperti dinasti Umayyah, Abbasiyah, Fatimiyah, Turki Utsmani dan Ayyubiyah. Selain penyebaran agama, kemajuan Islam juga ditandai dengan kegemilangan peradaban Islam.
Banyak tokoh-tokoh Muslim yang muncul sebagai cendekiawan dan memiliki pengaruh besar dalam dunia peradaban hingga saat ini. Namun, setelah perebutan kekuasaan dan kepemimpinan yang kurang cakap, akibatnya pemerintahan Islam mengalami kemunduran. Salah satunya adalah dinasti Fatimiyah. Dinasti Fatimimiyah adalah satu-satunya Dinasti Syiah dalam Islam. Dinasti ini didirikan di Tunisia pada 909 M, sebagai tandingan bagi penguasa dunia muslim saat itu yang berpusat di Baghdad, yaitu Bani Abbasiyah.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.    Bagaimanakah sejarah Pembentukan Dinasti Fatimiyah ?
2.    Bagaimanakah kemajuan yang dicapai oleh Dinasti Fatimiyah ?
3.    Mengapa Dinasti Fatimiyah mengalami kemunduran ?
4.    Apa yang menjadi faktor penyebab Kehancuran Dinasti Fathimiyah ?

C.      Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka penulis dapat menentukan tujuan pembahasan makalah sebagai berikut :
1.    Mengetahui sejarah Pembentukan Dinasti Fatimiyah.
2.    Mengetahui kemajuan yang dicapai oleh Dinasti Fatimiyah.
3.    Mengetahui penyebab kemunduran Dinasti Fatimiyah.
4.    Mengetahui faktor penyebab Kehancuran Dinasti Fathimiyah.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah Pembentukan Dinasti Fathimiyah
Dinasti Fathimiyah berkuasa tahun 297-567 H/ 909-1171 M di Afrika Utara tepatnya di Mesir dan Syiria. Dinamakan dinasti Fathimiyah karena dinisbatkan nasabnya kepada keturunan Ali Fathimiyah, puteri Rasululloh SAW, istri Ali bin Abi Thalib dan Fatimiyah dari Ismail  anak Ja’far Sidiq keturunan keenam dari Ali. Awalnya kelompok ini dibangun dan dibentuk menjadi sistem agama dan politik oleh Abdullah Ibn Maimun. Setelah itu berubah menjadi gerakan kekuatan, dengan tokohnya Said ibn Husein. Kemudian sekte ini menyebar dan menjadi landasan munculnya dinasti Fathimiyah.
Awal munculnya dinsti Fathimiyah dimulai dari seorang pendukung dari Yaman bernama Abu Abdullah Al-Husein yang berhasil mengibarkan pidato dan mendapatkan kekuatan di Afrika Utara. Kemudian ia mengangkat Said Ibn Husein sebagai pemimpin atau imam pertana dengan gelar Ubaidullah Al Mahdi. Said berhasil mengusir Zidatullah, seorang penguasa Aglabiyah terakhir dari negerinya yang merupakan kekuatan islam di sunni diwilayah Afrika. Pada mulanya dinasti Fatimiyah berbasis di Ifrikiyah. Kemudian berpusat di Maroko, dengan alasan keamanan, pemerintahannya dipindahkan ke Mesir setelah dapat menaklukan dinasti Ikhsyidiyah dan kemudian mendirikn ibukota bari di Qahorah (Qairo).[1]

B.       Kemajuan Yang di Capai Dinasti Fathimiyah
1.    Bidang Politik
Bila dicermati ada sejumlah hal penting yang ditempuh oleh para penguasa awal khilafah Fathimiyah ini untuk memperlancarkan stabilitas politik, yaitu antara lain Al-Mahdi, Khalifah pertama, melakukan pembersihan figur-figur yang dicurigai atau dianggap sebagai penghalang programnya, termasuk tokoh-tokoh penting awal yang juga sama-sama sangat besar jasanya dalam pembentukan Khilafah Fathimiyah. Selain itu juga dilakukan pengembangan militer sebagai tulang punggung pemerinthan. Pengembangan kekuatan militer ini dapat di lihat dari tindakan al-Mahdi dalam membangun kota Mahdiyah, sebelah selatan kota Qairawan.
Langkah lain yang dilakukan juga adalah pengembangan wilayah kekuasaan. Pengembangan wilayah kekuasaan ini berkaitan erat dengan kemiliteran. Perluasan wilayah kekuasaan diarahkan untuk meguasai daerah-daerah strategis, dan upaya antisipasi terhadap gerakan-gerakan yang membahayakan posisi Khilafah Fathimiyah.  Dengan begitu stabilitas politik Fathimiyah tetap terjaga.
2.    Bidang Administrasi
Pemerintah dinasti Fathimiyah dipimpin oleh seorang Khalifah. Kemudian untuk menjalankan pemerintahan, seorang khalifah dibantu oleh seorang wazir.[2] Secara Administratif posisi wazir dalam kekhalifahan ini menjadi sangat penting karena membantu khalifah dalam penyelesaian urusan-urusan srategis. Ada wazir yang membawahi urusan militer dan birokrasi, lembaga keuangan dan lembaga peradilan.
3.    Bidang Ekonomi
Perekonomian pemerintah Fathimiyah dapat dibilang cukup bagus. Kemajuan ini tidak bisa dilepaskan dari luasnya wilayah yang dikuasai dan stabilitas politik yang mapan. Kondisi ini berdampak majunya bidang ekonomi, termasuk didalamnya kemajuan bidang perdagangan dan sektor industri. Tentu faktor ekonomi ini juga menopang lamanya eksistensi dinasti ini bertahan hingga dua setengah abad.
Salah satu khalifah yang sangat menaruh perhatian terhadap peningkatan perekonomian rakyat adalah Khalifah al-Mu’iz. Pada masa kekuasaan khalifah al-Mu’iz melakukan usaha-usaha peningkatan bidang pertanian, ia melakukan pembangunan saluran irigasi baru dalam meningkatkan hasil pertanian. Ia juga membangun pabrik-pabrik dan industri, sehingga terjadi meningkatkan volume kegiatan perdagangan di beberapa kota. Demikian juga hubungan perdagangan dengan negara-negara lain, seperti Eropa dan India juga mengalami peningkatan.
Selain itu penguasa Fathimiyah juga berhasil mengembangkan pelabuhan, seperti Iskandariyah. Pelabuhan Iskandariyah sangat penting artinya dalam pertumbuhan perekonomian Fathimiyah. Karena itu, tingkat kemakmuran yang dicapai oleh khalifah Fathimiyah cukup bagus.
4.    Bidang Pendidikan
Di antara contoh perhatian pemerintah Fathimiyah dalam bidang pendidikan adalah lahirnya Universitas al-Azhar kairo. Universitas ini berawal dari pembangunan sebuah masjid yang selanjutnya dikembangkan fungsinya sebagai lembaga pendidikan tinggi. Nama Al-Azhar, dimaksudkan sebagai penghargaan terhadap Fathimiyah al-Zahra, puteri Nabi Muhammad SAW. Lembaga lain yang lahir pada zaman Fathimiyah adalah darul Hikmah, lembaga ini merupakan sebuah perpustakaan terkenal yang di dirikan oleh khalifah al-Hakim sekitar tahun 1004 M.
Diantara bidang keilmuan yang berkembang pada masa khilafah Fathimiyah diantaranya adalah matematika, astronomi, fisika, optika, kedokteran, dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan ini berkembang pula bidang-bidang lain seperti seni arsitektur, seni sastra, seni musik dan sebagainya.

C.      Kemunduran Dinasti Fathimiyah
Para sejarawan menyimpulkan kemunduran dinasti Fathimiyah ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah :
1.    Figur Khalifah Yang Lemah
Dalam sejarah Khilafah Fathimiyah terdapat beberapa khalifah yang dianggap sebagai figur yang lemah. Kelemahan ini disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya adalah diangkat dalam usia yang relatif masih muda.[3] Adapun kelemahan itu karena khalifah terlena dengan kemewahan istana serta melakukan sikap-sikap yang sewenang-wenang dan cenderung amoral, yang menyebabkan ketidaksukaan masyarakat terhadap khilafah Fathimiyah khususnya kepada Khalifahnya. Pengangkatan khalifah dalam usia yang masih muda ini merupakan konsekuensi logis dari model pergantian khalifah secara garis keturunan.
Sebagai akibat dari pengangkatan khalifah di usia muda itu menjadikan otoritas untuk menjalankan roda pemerintahan umumnya didominasi oleh para wazir. Karena faktor usia khalifah masih muda terkadang muncul sikap sewenang-wenang khalifah. Seperti yang dilakukan oleh khalifah al-Hakim, dia terkenal sebagai khalifah yang keras dan sewenang-wenang. Sikapnya cenderung dipengaruhi oleh hawa nafsunya.  
Sikap kesewenangan al-Hakim ditunjukan dengan kebenciannya kepada orang-orang Mesir sendiri, bertindak sewenang-wenang dan merendahkan mereka, harta dan nyawa dirampas. Hal ini berakibat pada buruknya keamanan pemerintahan, menurunnya ketentraman di masyarakat, dan timbulnya sikap-sikap yang amoral.
2.    Perebutan Kekuasaan di Tingkat Istana
Sebagai akibat dari diangkatnya khalifah di usia muda mengakibatkan peranan wazir menjadi sangat penting  dan kompetetif,  sehingga perebutan kekuasaan antar wazir tak terhindarkan lagi. Ini terutama terjadi di antara para wazir yang sangat ambisius terhadap jabatan dan mereka ingin mendapatkan pengaruh di istana, terlebih lagi dengan melihat kondisi khalifah yang sangat lemah. Antar wazir berlomba saling menjatuhkan di antara para wazir sendiri. Ada juga wazir yang berusaha mengangkat khalifah padahal khalifah terakhir sudah menunjuk penggati dirinya.[4] Dan dari pertentangan inilah secara berangsur-angsur dinasti Fathimiyah mengalami kehancuran.
3.    Konflik di Tubuh Militer
Pada saat al-Aziz menjabat sebagai khalifah keempat, dia membuat kebijakan untuk merekrut  orang-orang Turki dan Negro. Kebijakan ini dilakukan untuk mengimbangi kekuasaan para pegawai istana yang telah terlanjur membesar yang mereka ini sebagian besar berasal dari suku Barbar yang terkenal keras. Ternyata, rekruitmen ini menimbulkan kemelut di dalam tubuh militer dan antara mereka terus-menerus terjadi perselisihan yang melemahkan kekuasaan Fathimiyah. Tentu saja kemelut di kalangan militer ini berdampak pada stabilitas pemerintahan yang tidak aman lagi.
4.    Bencana Alam Berkepanjangan
Faktor lain yang ikut andil dalam melemahkan eksistensi khilafah Fathimiyahadalah bencana ala. Pada masa al-Muntashir, selama tujuh tahun (1065-1072 H), Mesir ditimpa musibah kelaparan akibat kekeringan. Sungai Nil yang merupakan urat nadi wilayah Mesir saat itu mengalami kekeringan yang menyebabkan pertanian mengalami kegagalan. Demikian juga penyakit merajalela dimana-mana. Penguasa mengalami kesulitan mengatasi kondisi yang demikian. Musibah ini, tentu mengganggu kondisi ekonomi di pemerintahan Fathimiyah.
5.    Keterlibatan Non-Islam dalam Pemerintahan
Di antara sekian banyak khalifah Fathimiyah yang terkenal memiliki andil dalam memajukan dinasti ini adalah khalifah al-Aziz. Dia memberikan sumbangan yang sangat besar bagi kemajuan Dinasti Fathimiyah. Di antara kebijakan al-Aziz adalah al-Aziz sering memberikan pos-pos penting dan strategis kepada orang-orang non-Islam. Tampaknya kebijakan ini memang turut memajukan Fathimiyah tetapi pada sisi lain ini justru menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan kemunduran dinasti ini, karena kebijakan ini ternyata menimbulkan kecmburuan, kejengkelan dan bahkan kemarahan di kalangan kaum muslimin. Benih-benih kejengkelan ini tentu membahayakan kehidupan sosial politik Fathimiyah.    

D.      Kehancuran Dinasti Fathimiyah
Setelah kekuasaan berjalan sekitar dua setengah abad, kemudian khilafah Fathimiyah mengalami kehancurannya. Kehancuran khalifah ini terjadi  pada masa kekhalifahan al-Adhid.[5]
Diantara faktor yang menyebabkan dinasti Fathimiyah mengalami kehancuran, antara Lain :
1.    Perpecahan yang terjadi di kalangan pemimpin.
2.    Kebijakan mengimpor tentara dari Turki dan Negro yang tidak patut aturan dan pertikaian dengan pasukan suku Berber.
3.    Munculnya perang salib yang disebabkan oleh dirusaknya gereja masa pemerintahan Al-Manshur.
4.    Al-Adhid (Raja Terakhir Fathimiyah) meminta bantuan Shalahuddin al-Ayyubi untuk mempertahankan Mesir dari tentara salib, yang kemudian peperangan dimenangkan Shalahuddin. Maka pemerintahan Mesir berpindah ke tangan bani Ayyubiyah.[6]
5.    Perlawanan masyarakat Mesir yang semakin meluas terhadap ajaran Syiah yang di bawa oleh Daulah Fathimiyyah.


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari uraian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.    Dinasti Fatimiyah didirikan oleh Said ibn Husayn (Ubaidillah al-Mahdi) berpusat di Maroko, dengan ibukotanya al-Manshur-iyah.
2.    Kemajuan Dinasti Fatimiyah puncaknya terjadi pada masa Al-Aziz. Ia adalah putra dari Al-Muizz yang bernama Nizar dan bergelar al-Aziz (yang perkasa). Al-Aziz, berhasil mengatasi persoalan keamanan di wilayah Suriah dan Palestina dan berhasil meredam berbagai upaya pemberontakan yang terjadi di wilayah-wilayah kekuasaannya.. Dinasti Fatimah mengalami kemajuan antara lain karena: militernya kuat, administrasi pemerintahannya baik, ilmu pengetahuan berkembang, dan ekonominya stabil.
3.    Keruntuhan Dinasti Fatimiyah disebabkan oleh beberapa kelemahan yang ada pada masa pemerintahannya. Kelemahan-kelemahan itu antara lain: sistem pemerintahan berubah menjadi sistem parlementer, terjadinya persaingan perebutan wazir, adanya resistensi dari orang-orang Sunni dan Nasrani di Mesir, terjadinya perebutan kekuasaan antara bangsa Barbar dan bangsa Turki terutama dalam bidang militer, adanya pemaksaan ideologi syi’ah kepada rakyat yang mayoritas sunni, datangnya serbuan dari tentara salib, lemahnya para khilafah, perluasan wilayah difokuskan ke bagian Timur sementara pembinaan di Afrika Utara terabaikan sehingga menyebabkan berkurangnya pengaruh Dinasti Fatimiyah di sana.



DAFTAR PUSTAKA

Fudi, Imam. 2012. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Yogyakarta : Teras.

Khoiriyah. 2012. Reoritasi wawasan Sejarah Islam Dari Abad Sebelum Islam hingga Dinasti-Dinasti Islam, Yogyakarta : Teras.






[1] Khoiriyah, M.Ag, Reoritasi wawasan Sejarah Islam Dari Abad Sebelum Islam hingga Dinasti-Dinasti Islam, (Yogyakarta : Teras, 2012), hlm.171-172.
[2] Wazir adalah Menteri atau Pejabat Pemerintahyang Tinggi.
[3] Terdapat beberapa nama khalifah yang diangkat dalam usia muda, diantaranya adalah Khalifah al-Hakim yang diangkat dalam usia 11 tahun, usia yang masih belia untuk ukuran seorang pmimpin negara. Demikian juga al-Zahir yang menjadi khalifah dalam usia 16 tahun, al-Muntashir dalam usia 11 tahun, al-Musta’li dalam usia 9 tahun, al-Amir dalam usia 5 tahun, al-Zafir dalam usia 16 tahun, al-Faiz dalam usia 4 tahun, dan al-Adhid, Khalifah terakhir, diangkat dalam usia 9 tahun.
[4] Misalnya yang terjadi pada penggantian khalifah al-Muntashir, di mana setelah al-Muntashir meninggal dunia pada akhir tahun 1094, tindakan setelah al-Afdal yang menjabat sebagai wazir kala itu mengatur penggantian l-Muntashir, padahal al-Muntashir telah menunjuk putranya yang pertama, yaitu Nizar, tetapi al-Afdal justru menunjuk putranya yang lebih muda, al-Musta’li, dan membujuk para pejabat senior untuk menerima keputusannya itu. 
[5] Prof.Dr. Imam Fuadi, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Yogyakarta : Teras, 2012), hlm. 4-15.
[6] Khoiriyah, M.Ag, Reoritasi wawasan Sejarah Islam Dari Abad Sebelum Islam hingga Dinasti-Dinasti Islam, (Yogyakarta : Teras, 2012), hlm.176-177.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar