Kamis, 03 Maret 2016

Makalah Kedudukan Aqidah, Syariah dan Akhlak dalam Ekonomi

KEDUDUKAN AQIDAH, SYARI’AH DAN AKHLAK
DALAM EKONOMI




Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Pengantar Ekonomi Islam
Dosen Pengampu : H. Sochimin, L.c.,M.Si.

Disusun Oleh :

1.    Harry Faishal Aqmal                           (1522201091)
2.    Noviriyanti                                          (1522201099)
3.    Siti Rofikoh Fatihatul Ghaniy             (1522201106)



JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
PURWOKERTO
2016
BAB 1
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Dalam agama Islam terdapat tiga ajaran yang sangat ditekankan oleh Allah dan Rasul-Nya, yang harus diamalkan dan dibenarkan dalam hati. Yaitu iman (akidah), Islam (Syariah), dan ihsan (akhlak). Dalam sistem ekonomi Islam yang berlandaskan al-Qur'an dan al-Hadits sebagai pedoman yang sangat kompleks dan sempurna. Sistem ekonomi Islam ini muncul bukan hanya mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya lalu bisa menghalalkan segala secara, tetapi untuk mencari tujuan hidup yang lebih baik dan mencari keridhoan Allah SWT dan keuntungan adalah sebagai hadiah yang diberikan Allah untuk kita.
Tata susun ajaran Islam yang meliputi Aqidah, Syari'ah, dan Akhlaq dan di dalam lingkup syari'ah akan dijelaskan lingkup muamalah dan salah satu aspeknya ialah ekonomi. Dari situ dapat dijelaskan bahwa ketiganya ini menjadi saling berkait antara satu sama lainnya yang dapat mendukung untuk memunculkan sistem ekonomi Islam.

B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Tata Susun Ajaran Islam ?
2.    Bagaimana Kedudukan Aqidah, Syari’ah dan Akhlak dalam Ekonomi ?

C.  Tujuan
1.    Mengetahui Tata Susun Ajaran Islam
2.    Mengetahui Kedudukan Aqidah, Syari’ah dan Akhlak dalam Ekonomi.

D.  Metodologi
Dalam penyusunan makalah ini metode penelitian yang dilakukan adalah secara kepustakaan yaitu dengan pengambilan data dari berbagai sumber.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Tata Susun Ajaran Islam
Sistem ekonomi Islam dibangun pada tujuan yang tidak saja berkaitan dengan tujuan hidup pada saat ini yang bermuara pada kesejahteraan (wealfare) tiap-tiap individu. Akan tetapi, kesejahteraan tersebut harus secara nyata berimplikasi pada kehidupan yang lebih fundamental yaitu kesejahteraan duniawi dan ukhrawi (keselamatan dunia akhirat).
Realisasi dari perwujudan ini dapat dirujukan pada tata susunan ajaran Islam yang dapat dilihat pada gambar berikut.[1]





Gambar : Tata Susun Ajaran Islam
Islam merupakan suatu agama yang memberikan tuntutan kepada seluruh aspek kehidupan, baik hubungan manusia dengan Tuhan atau manusia dengan sesama makhluk Tuhan. Inilah yang sering disebut implementasi Islam secara Kaffah (menyeluruh). Pengertian implementasi secara kaffah ini adalah : Ajaran Islam dilaksanakan secara keseluruhan, jadi tidak diambil beberapa bagian saja secara parsial, dan meliputi seluruh aspek kehidupan, yaitu seluruh aspek kehidupan harus dibingkai ajaran Islam. Dengan menjalankan Islam secara kaffah berarti menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan (way of life), bukan sekedar pedoman ritual antara manusia dengan Tuhan saja.
Islam memosisikan kegiatan ekonomi sebagai salah satu aspek penting untuk mendapatkan kemuliaan (falah), dan karenanya kegiatan ekonomi –sebagaimana kegiatan lainnya- pelu dituntun dan dikontrol agar berjalan seirama dengan ajaran Islam secara keseluruhan. Falah hanya akan dapat diperoleh jika ajaran Islam dilaksanakan secara menyeluruh atau kaffah. Agama Islam memberikan tuntunan bagaimana manusia seharusnya berinteraksi dengan Allah (ibadah mahdhah) dan bagaimana manusia melaksanakan kehidupan bermasyarakat (mu’amalah), baik dalam lingkungan keluarga, kehidupan bertetangga, bernegara, berekonomi, bergaul antar bangsa, dan sebagainya.[2]

B.  Kedudukan Aqidah, Syariah dan Akhlak dalam Ekonomi
1.    Aqidah
Dalam pengertian umun, aqidah adalah rukun iman. Aqidah merupakan fundamental dari keyakinan dan keimanan (sense of faith). Dalam membangun keyakinan, seorang muslim tentang aqidah, dibutuhkan totalitas tidak cukup dengan logika yang dimiliki karena aspek-aspek yang diyakini dalam aqidah (yang meliputi kepercayaan kepada Allah SWT., malaikat, kitab-kitab, para Rasul dan Nabi, hari kiamat, qodo dan qodar). Hal itu bersifat transenden[3], tidak secara langsung korelatif dengan problem-problam dan kaidah-kaidah ekonomi.
Pembangunan sistem ekonomi Islam tidak dilatar belakangi oleh aqidah dan aliran-aliran tertentu atau fanatisme yang berlebihan terhadap aliran-aliran aqidah dalam Islam, tapi dilatar belakangi oleh semangat mengimplementasika tujuan-tujuan yang bersifat ukhrawi dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam sistem ekonomi.[4]
Landasan  aqidah akan membimbing perilaku individu dalam aktifitas ekonomi untuk selalu meyakini bahwa segala yang dilakukan akan mendapatkan konsekuensi-konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan sang Khalik. Ekonomi Islam merupakan bagian dari aqidah, yakni untuk memberikan keyakinan bagi setiap individu bahwa sistem ekonomi Islam jika dilakuakan, maka akan mendapatkan pahala jika melanggar ketentuan-ketentuan syariah maka akan mendapatkan dosa.[5]
Akidah merupakan dasar keseluruhan tatanan kehidupan dalam Islam, termasuk tatanan ekonomi. Tatanan dalam Islam merupakan bagian dari akidah yaitu bertugas untuk memperdalam akar-akarnya, menyebarluaskan cahayanya, dan membentenginya dari segala rintangan, serta merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Ekonomi Islam adalah ekonomi yang berlandaskan keTuhanan. Ia terpancar dari akidah keTuhanan, akidah tauhid. Akidah yang dengan sengaja diturunkan Allah pada Rasulnya untuk manusia.[6]
Hubungan ekonomi Islam dengan akidah Islam tampak jelas dalam banyak hal, seperti pandagan Islam terhadap alam semesta yang disediakan untuk kepentingan manusia. Hubungan ekonomi Islam dengan akidah dan syariah tersebut memungkinkan aktivitas ekonomi dalam Islam menjadi ibadah.[7] 

2.    Syari’ah
Syariah secara etimologis berarti peraturan atau undang-undang, yaitu peraturan-peraturan mengenai tingkah laku yang mengikat, harus dipatuhi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Secara terminologis syariah dapat berarti luas dan khusus. Dalam pengertian yang luas, syariah Islam berarti seluruh ketentuan ajaran agama Islam yang bersumber dari Al-qur’an dan hadits yang berarti meliputi aqidah, akhlak, dan amaliyah (perbuatan nyata). Dalam pengertian yang khusus, syariah berarti ketentuan-ketentuan atau peraturan agama Islam yang mencakup hanya bidang amaliyah saja (perbuatan nyata) dari umat Islam dan tidak termasuk di dalamnya bidang aqidah dan bidang akhlak. 
Berdasarkan pada gambar tata susun ajaran Islam, syariah Islam dalam kajian ini lebih berpengertian khusus yaitu syariah terkelompokkan pada rumpun ibadah (vertical) dan muamalah (horizontal). Ekonomi merupakan bagian muamalah pada hak-hak publik, sejajar dengan persoalan politik dan social.[8]
Syariah ini bukan saja meyeluruh atau komprehensif, tetapi universal. Komprehensif berarti syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan Khaliqnya. Ibadah juga merupakan sarana untuk mengingatkan secara kontinu tugas manusia sebagai khalifah.-Nya di muka bumi ini. Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi Rules of the game atau aturan main manusia dalam kehidupan sosial.
Universal bermakna syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari akhir nanti. Universal ini tampak jelas terutama pada bidang muamaah. Selain mempunyai cakupan yang sangat luas dan fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan non muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali, “Dalam bidang muamalah, kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita."
Sifat muamalah ini dimungkinkan karena Islam mengenal hal yang diistilahkan sebagai tsawabit wa mutaghayyirat dalam sektor ekonomi, misalnya yang merupakan prinsip larangan riba, sistem bagi hasil, pengambilan keuntungan, pengenaan zakat,[9] dan lain-lain.[10]   
Syariah menjadi norma yang memberikan jalan dan petunjuk manusia dalam menjalani kehidupannya. Untuk memastikannya, syariah menerapkan tujuan-tujuan yang harus dicapai dalam kerangka menjaga harmoni kehidupan manusia.
Sistem ekonomi berdasarkan prinsip syariah tidak hanya merupakan sarana untuk menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi, tetapi juga  merupakan sarana untuk merealokasi sumber-sumber daya kepada orang-orang yang berhak menurut syariah sehingga dengan demikian tujuan efisiensi ekonomi dan keadilan dapat dicapai secara bersama-sama. Selanjutnya, dengan keberhasilan mencapai tujuan ekonomi berdasarkan prinsip syariah berarti terciptanya lingkungan masyarakat yang sempurna.
Namun, tujuan tersebut tidak mungkin dapat terwujud tanpa usaha yang maksimal. Dibutuhkan strategi untuk merekonstruksi sistem ekonomi secara menyeluruh. Rekonstruksi tersebut harus disertai dengan upaya mereformasi sistem politik, hukum, ekonomi dan sosial, dengan melibatkan partisipasi semua warga negara.[11]
3.    Akhlak
Ibnu miskawaih[12] mendefinisikan akhlaq sebagai suatu kondisi jiwa yang melakukan sesuatunya tanpa ia dipikirkan lebih dahulu.  Al-ghazali mendeskripsikan akhlaq adalah suatu keadaan yang menetap di dalam jiwa yang mana darinya keluarlah perbuatan-perbuatan secara mudah dengan tidak lebih dahulu memerlukan pertimbangan dan pemikiran.[13]
Hammudah Abdul Athi menulis, konsep akhlak dalam Islam berdasar pada basisi kepercayaan dan prinsip-prinsip bahwa :
1.    Allah adalah Pencipta dan sumber semua kebaikan, kebenaran, dan keindahan,
2.    Manusia, diberi tanggung jwab, kemuliaan, dan kelhuran oleh Sang Pencipta
3.    Allah menjadikan seluruh yang ada di bumi dan langit untuk kebutuhan manusia
4.    Dengan kasih dan kebijaksanaan-Nya, Allah tak akan memerintahkan manusia sesuatu diluar batas kemampuanya
5.    Sikap moderat, praktis, dan keseimbangan merupakan jaminan dari kejujuran yang tinggi dan moralitas yang bersih
6.    Prinsipnya, segala sesuatu perkara itu boleh dilakukan dengan catatan, yang wajib memang harus dikerjakan, sedangkan yang dilarang harus ditinggalkan
7.    Manusia akhirnya harus bertanggung jawab kepada Allah dan tujuan paling tinggi adalah surga-Nya.[14]
 Ekonomi Islam memadukan antara ilmu dan akhlak, karena ahlak adalah daging dan urat nadi kehidupan Islami. Karena risalah adalah risalah ahlak, sesuai dengan sabda Rasululloh ” sesungguhnya tiadalah aku diutus, melainkan hanya untuk menyempurnkan akhlak.” (al-hadis).
 Kesatuan antara ekonomi dan akhlak ini akan semakin jelas pada setiap langkah-langkah ekonomi, baik yang berkaitan dengan produksi, distribusi, peredaran, dan konsumsi. Seorang muslim baik secara pribadi maupun secara bersama-sama, tidak bebas mengerjakan apa saja yang diinginkannya atau apa yang menguntungknnya.[15] Akhlak menempati posisi puncak, karena inilah tujuan Islam dan dakwah Nabi, yakni menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak inilah yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya.
Namun harus dicermati, walaupun sistem ekonomi Islam mempunyai landasan yang kuat dan prinsip-prinsip ekonomi yang mantap bukan jaminan perekonomian umat Islam otomatis menjadi maju. Sistem ekonomi Islam hanya memastikan bahwa tidak ada transaksi ekonomi yang bertentangan dengan syariah. Akan tetapi, kinerja bisnis tergantung pelaku ekonomi, yang bisa saja dipegang oleh orang non muslim. Perekonomian umat Islam baru dapat maju bila pola pikir dan pola tingkah laku muslimin dan muslimat sudah  profesional.[16]
Landasan teori dan prinsip ekonomi Islam menuntut adanya manusia yang mampu mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam teori dan sistem tersebut. Harus ada manusia yang berlaku profesional (ihsan) dan tekun (itqan) dalam bidang ekonomi, baik dalam kapasitasnya sebagai produsen, konsumen, penguasa, karyawan, ataupun sebagai pejabat pemerintah.[17]
Setiap orang Islam perlu berperilaku sesuai dengan ajaran Islam atau mewujudkan perilaku homo Islamicus. Artinya, moral (akhlaq) Islam menjadi pegangan paduan mereka untuk menentukan suatu kegiatan adalah baik atau buruk sehingga perlu dilaksanakan atau tidak. Jika ini bisa terwujud, maka kita bisa mengatakan bahwa moral berperan sebagai pilar (penegak) dari terwujudnya bangunan ekonomi Islam dapat tegak dan hanya dengan ekonomi Islam-lah falah dapat dicapai. Peranan moral sebagai pilar ekonomi Islam juga bisa dilihat dari posisi kunci yang dimilikinya.[18]
Dalam perkembangan, akhlaq juga sering didefinisikan selaras dengan etika dan moral. Sebagaimana pendapat Robby I. Chandra bahwa etika pada dasarnya adalah suatu penilaian yang berkaitan dengan moral dengan mengacu pada prinsip-prinsip:
1.    Hal-hal yang memiliki konsekuensi dalam perbaikan kesejahteraan manusia
2.    Mengatasi self-interest; dan
3.    Bertumpu pada sejumlah pertimbangan-pertimbangan yang tidak berpihak atau imparsial.
Secara lebih luas, etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas. Etika merupakan ilmu yang menyelediki tingkah laku moral. Moral merupakan akar kata dari bahasa Latin yaitu moralis (kata dasar mos, moris) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, cara dan tingkah laku.[19]
Selain etika dekat dengan pengertian moral, etika juga dekat dengan pengertian akhlaq dalam Islam. Menurut M. abdul Mannan, falsafah moral Islam tidak bisa dilepaskan dalam pembangunan sistem ekonomi Islam. Umat atau Negara muslim harus dapat mengimplementasikan norma-norma Islam dalam perilaku dan kegiatan ekonomi.[20]
Sistem ekonomi Islam merupakan arahan menuju pada representasi “ilmu, etika dan agama” berjalan secara komprehensif. Apalagi jika epistemology keilmuanya dapat dapat dikonstruksi lebih detail maka akan menjadi paradigma alternative dalam regulasi pasar global yang banyak menimbulkan persoalan serta kompleksitas perilaku ekonomi dan persaingan pasar yang hanya mendahulukan keuntungan maksimum.
Situasi yang harus dimanfaatkan oleh pemikir dan praktisi Islam untuk menghadirkan epistemologi sistem ekonomi yang dapat menjadi “jalan tengah” dan diminati oleh publik. Sebagai kaum muslim, rasanya tidak lengkap jika tidak ikut mencurahkan pemikiran tentang “ jalan tengah”  apa yang ideal secara Islam dalam kegiatan dan perilaku ekonomi umum.
Sebagai contoh, mudharobah atau qiradh merupakan sistem lama yang ada sejak pra Islam. Akan tetapi secara epitemologis, hal tersebut dipopulerkan oleh Nabi Muhammad Saw. ketika bermitra dengan Siti Khadijah dengan sistem bagi hasil dari hasil bersih dagangannya dan kemudian diteorikan oleh pemikir-pemikir Islam di Madinah dan Hijaz. Dengan demikian, mudharobah  merupakan sistem Islam, tanpa kita harus bersusah payah mencari dari mana dalilnya. Apalagi secara aksiologis, mudharobah mencerminkan nilai-nilai keadilan antara mudharib (debitur) dengan shehibul mal (kreditur) dalam melakukan kerjasama dengan sistem bunga yang selalu menguntungkan capital (pemilik modal).
Bank syariah selama ini direpremantasikan sebagai implementasi dari sistem keuangan berbasis ekonomi Islam. Dalam konteks ilmu dan etika apapun, perbankan syariah sangat menjunjung tinggi nilai-nilai syariah dan etika pada tata manajemen. Prinsipnya adalah profit and loss sharing dengan produk seperti mudharobah, musyarokah, murabahah, ijarah, dan lain-lain. Dari aspek aksiologis, bank syariah telah banyak melakukan kebijakan di luar manajemen yang memberikan implikasi yang sangat Islami.[21]




BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil ialah Aqidah, Syari'ah, dan Akhlaq menjadi satu bagian yang saling terkait dan saling menopang dalam sistem ekonomi Islam, ketiganya ini berjalan beriringan untuk mencapai sistem ekonomi yang berlandaskan Islam sesuai al-Qur'an dan al-Hadits.
Aqidah merupakan fundamental dari keyakinan dan keimanan (sense of faith). Hubungan antara aqidah dan ekonomi, landasan aqidah akan membimbing kita dalam berperilaku individu dalam aktifitas ekonomi untuk selalu yakin bahwa segala yang dilakukan akan mendapatkan konsekuensi yang dipertanggungjawabkan.
Syari'ah adalah peraturan atau undang-undang, yaitu peraturan mengenai tingkah laku yang mengikat, harus dipatuhi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Di lingkup inilah ekonomi merupakan lingkup syari'ah bagian muamalah pada hak-hak publik. Dengan bahasa yang lebih sederhana, sistem ekonomi Islam merupakan kewajiban dan tanggung jawab yang dapat dibangun dengan beragam metodologi dan pendekatan selama tidak bertentangan dengan syari'ah dan mencerminkan nilai akhlaq.
Akhlaq merupakan sikap mental atau watak terjabarkan dalam bentuk berpikir, berbicara, bertingkah laku dan sebagainya sebagai ekspresi jiwa. Akhlaq juga sering didefinisikan selaras antara etika dan moral. Umat atau negara muslim harus dapat mengimplementasikan norma-norma Islam dalam perilaku dan kegiatan ekonomi. Dari sini tampak jelas bahwa akhlaq yang dibangun dalam ekonomi Islam berdasarkan kebiasaan atau perilaku-perilaku kita sebagai muslimin. Ini yang dapat membedakan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi" lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani.

Dahlan, Ahmad. 2010. Pengantar Ekonomi Islam, Purwokerto : STAIN Press.

Djamil, Fathurrahman. 2013. Hukum Ekonomi Islam – Sejarah, Teori dan Konsep, Jakarta : Sinar Grafika.

Gardhawi, Yusuf. 1997. Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta : Gema Insani Press.

Kadir , A. 2013. Hukum Bisnis Syariah Dalam Al-Qur’an, Jakarta : Amzah.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Negeri Yogyakarta. 2014.  Ekonomi Islam, Jakarta : Raja Wali Pers.

Rivai, Veithzal dan Andhi Buchari. 2009. Islamic Economics : Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi solusi, Jakarta : Bumi Aksara.


 




[1] Ahmad Dahlan, Pengantar Ekonomi Islam, (Purwokerto : STAIN Press, 2010), hlm. 25.
[2] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Negeri Yogyakarta, Ekonomi Islam, (Jakarta : Raja Wali Pers, 2014), hlm. 15-16.
[3] Transenden merupakan cara berpikir tentang hal-hal yang melampaui apa yang terlihat, yang dapat ditemukan didalam semesta. Contohnya, mempelajari sifat Tuhan yang dianggap begitu jauh, berjarak dan mustahil dipahami manusia.
[4] Ahmad Dahlan, Pengantar Ekonomi Islam, (Purwokerto : STAIN Press, 2010), hlm. 26.
[5] Ibid.,hlm.28.
[6] Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta : Gema Insani Press, 1997), hlm. 35.
[7] Veithzal Rivai dan Andi Buchari, Islamic Economics : Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi Solusi, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), hlm.175.
[8] Ahmad Dahlan, Pengantar Ekonomi Islam, (Purwokerto : STAIN Press, 2010), hlm. 28-30.
[9] Adapun contoh variabel adalah instrumen-instrumen untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut. Diantaranya adalah aplikasi prinsip jual beli dalam modal kerja, penerapan asas mudharabah daam investasi atau penerapan Bai’ as-salam dalam pembangunan suatu proyek. Tugas cendekiawan muslim sepanjang zaman adalah mengembangkan teknik penerapan prinsip-prinsip tersebut dalam variabel-variabel yang sesuai dengan situasi dan kondisi pada setiap masa.
[10] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani, 2001), hlm. 4-5.
[11] Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam Sejarah, Teori dan Konsep, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), hlm. 16-18.
[12] Ibn Miskawih adalah seorang ahli sejarah, filsafat dan juga penyair. Ia amat dikenal sebagai pemikir muslim yang produktif yang telah banyak menghasilkan karya tulis dimana salah satu yang paling besar ialah Tahdhibul Akhlaq. Hidup tahun 330-421 H/941-1030M.
[13] Ahmad Dahlan, Pengantar Ekonomi Islam, (Purwokerto : STAIN Press, 2010), hlm. 30.
[14] A. Kadir, Hukum Bisnis Syariah Dalam Al-Qur’an, (Jakarta, Amzah, 2013), hlm. 49.
[15] Veithzal Rivai dan Andi Buchari, Islamic Economics : Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi Solusi, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), hlm.92.
[16] Ibid. hlm.185.
[17] Ibid.,hlm.210.
[18] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Negeri Yogyakarta, Ekonomi Islam, (Jakarta : Raja Wali Pers, 2014), hlm. 56.
[19] Ahmad Dahlan, Pengantar Ekonomi Islam, (Purwokerto : STAIN Press, 2010), hlm. 31.
[20] Ibid. Hlm. 32.
[21]Ibid. Hlm.38-40.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar