BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Silogisme merupakan bentuk penyimpulan tidak langsung, karena dalam
silogisme kita menyimpulkan pengetahuan baru yang kebenaranya diambil secara
sintetis dari dua permasalahan yang dihubungkan dengan cara tertentu. Silogisme
pada umumnya yang didefinisikan sebagai suatu bentuk penyimpulan secara
deduktif berdasarkan hubungan dua pernyataan yang melahirkan pernyataan lain
sebagai kesimpulannya. Penyimpulan dalam bentuk silogisme ada empat macam,
yaitu silogisme kategorik, silogisme hipotetik, silogisme disyungtif, dan
dilema. Dalam makalah ini akan diuraikan satu per satu beserta contoh dari
macam-macam silogisme tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Definisi Silogisme Kategorik ?
2.
Bagaimana
Definisi Silogisme Hipotetik ?
3.
Bagaimana
Definisi Silogisme Disyungtif ?
4.
Bagaimana
Definisi Dilema ?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
Definisi Silogisme Kategorik.
2.
Mengetahui
Definisi Silogisme Hipotetik.
3.
Mengetahui
Definisi Silogisme Disyungtif.
4.
Mengetahui
Definisi Dilema.
D.
Metodologi
Dalam penyusunan makalah ini metode penelitian yang dilakukan
adalah secara kepustakaan yaitu dengan pengambilan data dari berbagai sumber.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Silogisme Kategorik
1.
Pengertian
Silogisme kategorik adalah silogisme yang terdiri dari tiga proposisi
kategoris, yaitu dua buah premis dan sebuah konklusi. Hubungan antara term-term
tidak bersyarat.[1]
Silogisme kategoris merupakan proses menggabungkan tiga proposisi, dua menjadi
dasar penyimpulan, satu menjadi kesimpulan.. Unsur-unsur penting yang terdapat dalam
silogisme kategoris adalah :
a.
Tiga
buah proposisi; premis mayor, premis minor dan konklusi
b.
Tiga
buah term; term Subjek (S), term predikat (P) dan term antara (M)
Premis mayor adalah premis yang didalamnya terdapat term predikat
(P) yang akan diperbandingkan dengan term antara (M). sedangkan premis minor
didalamnya terdapat term subjek (S) yang akan diperbandingkan dengan term
antara (M). dan kesimpulan adalah kebenaran baru yang diperoleh melalui proses
penelaran yang berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara term mayor
(P) dan term minor (S).[2]
Contoh :
Premis mayor : Semua kendaraan umum (M) harus memiliki
izin trayek (P)
Term minor : Semua bis kota (S) adalah kendaraan
umum (M)
Kesimpulan : Jadi, semua bis kota(S) harus memiliki
izin trayek (P)
Hubungan antara ketiga term tersebut (S-M-P) di dalam silogisme
dapat disederhanakan sebagai berikut :
M = P
S = P
2. Bentuk
Silogisme Kategorik
Dalam
memerhatikan kedudukan term pembandingan (M) dalam premis pertama maupun dalam
premis kedua, silogisme kategorik dapat dibedakan antara empat bentuk atau
empat pola, yakni sebagai berikut :[3]
a.
Silogisme
Sub Pre
Suatu bentuk silogisme yang term
perbandingannya dalam premis pertama sebagai subjek dan dalam premis kedua
sebagai predikat.
Polanya : M P
S M
S P
Contoh :
Semua manusia akan mati.
Rino adalah manusia.
Jadi, Rino akan mati.
b.
Silogisme
Bis Pre
Suatu bentuk silogisme yang term
perbandingannya menjadi predikat dalam kedua premis.
Polanya : P M
S M
S P
Contoh :
Semua orang yang berjasa terhadap
negara adalah pahlawan.
Soekarno adalah pahlawan.
Jadi, Soekarno adalah orang yang
berjasa dalam negara.
c.
Silogisme
Bis Sub
Suatu bentuk silogisme yang term
perbandingannya menjadi subjek dalam kedua premis.
Polanya : M P
M S
S P
Contoh :
Manusia adalah berbudaya.
Manusia itu juga berakal budi.
Jadi, semua manusia berakal budi
adalah berbudaya.
d.
Silogisme
Pre Sub
Suatu bentuk silogisme yang term
perbandingannya dalam premis utama sebagai predikat dan dalam premis kedua
sebagai subjek.
Polanya : P M
M S
S P
Contoh :
Semua influenza adalah penyakit.
Semua penyakit adalah mengganggu
kesehatan.
Jadi, sebagian yang menggangggu
kesehatan adalah influenza.
3.
Hukum-hukum
Silogisme Kategorik
Hukum-hukum dalam silogisme kategorik, yaitu:
a.
Apabila
dalaam satu premis partikular, kesimpulan harus partikular juga, seperti:
Semua yang
halal dimakan menyehatkan
Sebagian
makanan tidak menyehatkan, jadi
Sebagian
makanan tidak halal dimakan.
b.
Apabila
salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga, seperti:
Semua korupsi
tidak disenangi
Sebagian
pejabat adalah korupsi, jadi
Sebagian
pejabat tidak disenangi
c.
Dari
dua premis yang sama-sama partikular, tidak sah diambil kesimpulan, seperti:
Beberapa
politikus tidak jujur
Banyak cendekiawan
adalah politikus, jadi
Banyak
cendekiawan tidak jujur.
Kesimpulan yang
dihasilkan dari premis partikular tidak pernah menghasilkan kebenaran yang
pasti, oleh karena itu kesimpulan seperti:
Sebagian besar
pelaut dapat menganyam tali
Hasan adalah
pelaut,
Jadi, Kemungkinan
besar Hasan dapat menganyam tali secara baik (tidak sah.)
d. Dari dua premis yang sama-sama negatif, tidak menghasilkan
kesimpulan apapun karena tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua
proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil
bila sedikitnya salah satu premisnya positif. Kesimpulan yang ditarik
dari dua premis negatif adalah tidak sah.
Kerbau bukan bunga mawar
Kucing bukan bunga mawar
..... (Tidak ada
kesimpulan)
e. Paling
tidak salah satu term penengah harus tertebar (mencakup)
Dari dua premis yang term
penengahnya tidak tertebar akan menghasilkan kesimpulan yang salah, seperti [4] :
Semua tanaman membutuhkan
air
Manusia membutuhkan air
Jadi : manusia adalah
tanaman
f. Term
predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada di
premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi salah. Seperti:
Kerbau adalah binatang
Kambing bukan binatang
Jadi: kambing bukan
binatang.
(Binatang pada konklusi
merupakan term negatif, sedangkan pada premis adalah positif)
g. Term
penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila
term penengah bermakna ganda kesimpulannya menjadi lain, seperti:
Bulan itu bersinar di
langit
Januari adalah bulan
Jadi: januari bersinar di
langit.
(Bulan pada premis minor
adalah nama dari ukuran waktu yang panjangnya 31 hari, sedangkan pada premis
mayor berarti planet yang mengelilingi bumi).
h. Silogisme
harus terdiri dari tiga term, yaitu term subjek, term predikat dan term middle.
Apabila terdiri dari sebuah tema tidak bisa di turunkan konklusi, begitu pula
bila terdiri dari dua atau lebih dari tiga term[5],
seperti :
Tangan saya menyentuh meja
Meja menyentuh lantai
Jadi, tangan saya menyentuh lantai (tidak
sah)
( Dalam contoh tersebut
terdapat empat term yaitu “tangan saya”. “menyentuh meja”, “meja”, dan
“menyentuh lantai”, jadi tidak ada konklusi yang dapat diambil.) [6]
B. Silogisme Hipotetik
1. Pengertian
Silogisme
hipotetik atau silogisme pengandaian adalah semacam pola penalaran deduktif
yang mengandung hipotesis. Silogisme ini bertolak dari suatu pendirian , bahwa
ada kemungkinan apa yang disebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidak
terjadi. Premis mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis, dan
premis minornya mengandung pernyataan apakah kondisi pertama terjadi atau
tidak. Singkatnya rumus proposisi mayor dari silogisme ini adalah jika P maka
Q.[7]
Ada 4 macam tipe
silogisme hipotetik:
a. Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik
becak
Sekarang hujan
Jadi saya naik becak
b. Silogisme
hipotetik yang premis minonnya mengakui bagian konsekuennya, seperti:
Bila hujan, bumi akan
basah
Sekarang bumi telah basah
Jadi hujan telah turun
c. Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengingkari anticedent, seperti:
Jika politik pemerintah
dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul
Politik pemerintahan
tidak dilaksanakan dengan paksa
Jadi kegelisahan akan
timbul
d. Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Bila mahasiswa turun ke
jalanan, pihak penguasa akan gelisah
Pihak penguasa tidak
gelisah
Jadi mahasiswa tidak
turun ke jalanan.[8]
2. Hukum-hukum
Silogisme Hipotetik
Bila
anticedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, jadwal hukum
silogisme hipotetik adalah:
a. Bila
A terlaksana maka B juga terlaksana
b. Bila
A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana (tidak sah=salah)
c. Bila
B terlaksana, maka A terlaksana (tidak sah=salah)
d. Bila
B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.[9]
C.
Silogisme Disyungtif
1. Pengertian
Silogisme
disyungtif adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disyungtif sedangkan
premis minornya keputusan kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu
alternatif yang disebut oleh premis mayor.[10]
Silogisme
disyungtif ada dua macam:
a. Silogisme
disyungtif dalam arti sempit, mayornya mempunyai arti kontradiktif, seperti:
Ia lulus atau tidak lulus
Ternyata ia lulus, jadi
Ia bukan tidak lulus.
b. Silogisme
disyungtif dalam arti luas, premis mayornya mempunyai arti bukan kontradiktif,
seperti:
Hasan di rumah atau di pasar
Ternyata tidak di rumah
Jadi, Hasan di pasar.
Silogisme
disyungtif dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe:
a. Premis
minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusinya adalah mengakui
alternatif yang lain, seperti:
Ia berada di luar atau di
dalam
Ternyata ia tidak berada
di luar
Jadi ia berada di dalam.
b. Premis
minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari
alternatif yang lain, seperti:[11]
Budi di masjid atau di
sekolah
Ia berada di masjid
Jadi ia tidak berada di sekolah
2. Hukum-hukum
Silogisme Disyungtif
a. Silogisme
disyungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila
prosedur penyimpulannya valid, seperti:
Hasan berbaju putih atau
tidak putih
Ternyata berbaju putih
Jadi ia bukan tidak
berbaju putih
b. Silogisme
disyungtif dalam arti luas, kebenarannya konklusinya adalah sebagai berikut:
1) Bila
premis minor mengakui salah satu alternatif, maka konklusinya sah (benar),
seperti:
Budi
menjadi guru atau pelaut
Ia
adalah guru
Jadi
bukan pelaut
2) Bila
premis minor mengingkari salah sat alternatif, konklsinya tidak sah (salah),
seperti:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogya
Ternyata tidak lari ke Yogya
Jadi ia lari ke Solo (
Bisa jadi ia lari ke kota lain).[12]
D. Dilema
1. Pengertian
Dilema
adalah argumentasi, bentuknya merupakan campuran antara silogisme hipotetik dan
silogisme disyungtif. Hal ini terjadi karena premis mayornya terdiri dari dua
proposisi hipotetik dan premis minornya satu proposisi disyungtif. Konklusinya,
berupa proposisi disyungtif, tetapi bisa proposisi kategorika. Dalam dilema,
terkandung konsekuensi yang kedua kemungkinannya sama berat. Adapun konklusi
yang diambil selalu tidak menyenangkan.
Bentuk
penyimpulan dilema sering digunakan dalam perbincangan untuk menuntut pada
lawan bicara mengambil kesimpulan yang sulit atau tidak menyenangkan.
Contoh :
a. Jika
engkau berbuat adil, manusia akan membencimu. Jika engkau tidak berbat adil,
dewa-dewa akan membencimu. Sedangkan kau harus berbuat adil atau tidak adil. Berbuat
adil atau tidak engkau akan dibenci.
b. Apabila
para mahasiswa suka belajar, maka motivasi menggiatkan belajar tidak berguna. Sedangkan
bila mahasiswa malas belajar motivasi itu tidak membawa hasil. Karena itu
motivasi menggiatkan belajar itu tidak bermanfaat atau tidak membawa hasil.
Pada
kedua contoh tersebut, konklusi berupa proposisi disjungtif, Contoh pertama
adalah dilemma bentuk baku, kedua bentuk non baku. Sekarang kita ambil contoh
dilema yang konklusinya merupakan keputusan kategorika:
a. Jika
Budi kalah dalam perkara ini , ia harus membayarku berdasarkan keputusan
pengadilan. Bila ia menang ia juga harus membayarku berdasarkan perjanjian . Ia
mungkin kalah dan mungkin pula menang. Karena itu ia harus tetap harus membayar
kepadaku.[13]
b. Setiap
orang yang saleh membutuhkan rahmat supaya tekun dalam kebaikan . Setiap
pendusta membutuhkan rahmat supaya dapat ditobatkan. Dan setiap manusia itu
saleh atau pendusta. Maka setiap manusia membutuhkan rahmat.
Dilema
dalam arti lebih luas adalah situasi (bukan argumentasi) dimana kita harus
memilih dua alternative yang kedua-duanya mempuyai konsekuensi yang tidak
diinginkan, sehingga sulit menentukan pilihan.[14]
2. Hukum-Hukum
Dilema
Agar
dilema dapat menjadi suatu cara pembuktian yang terjadi tautologi maka baik premis
sebagai landasan penalaran maupun kesimpulannnya, menurut Y.P. Hayon harus
memenuhi hukum-hukum tertentu, yaitu :
a. Premis
yang berupa disjungsi harus sempurna, artinya harus menyebutkan semua bagian
dan kemungkinan secara lengkap
b. Bagian-bagian
disjungsi yang disebutkan harus bertentangan secara eksplisit satu dengan yang
lain.
c. Konsekuensi
yang dihasilkan dari masing-masing bagian disjungsi harus bersifat sah.
d. Kesimpulan
yang diturunkan dari premis-premis sebuah dilema harus merupakan satu-satunya
kesimpulan sehingga peluang akan adanya retorsi ata kesimpulan lain yang
mengandung penyangkalan eksplisit, tidak dimungkinkan.[15]
3. Cara
Mengatasi Dilema
Ada
beberapa cara yang dapat kita pakai dalam mengatasi dilema yang kita hadapi:
a. Dengan
meneliti kausalitas premis mayor.
Dalam
dilema sering terdapat hubungan kausalitas tidak benar yang dinyatakan dalam
premis mayornya. Dalam contoh ke 2 diatas dikemukakan bahwa motivasi
peningkatan belajar tidak berguna atau tidak membawa hasil. Konklusi ini tidak
benar, karena ditarik dari premis mayor yang mempunyai hubngan kausalitas tidak
benar. Tidak semua mahasiswa yang tidak belajar mempunyai sebab yang sama. Dari
sekian banyak mahasiswa yang tidak belajar, bisa disebabkan kurangnya
kesadaran, sehingga motivasi sangat berguna bagi mereka. Untuk mengatasi dilema
model ini kita tinggal menyatakan bahwa premis tidak mempunyai dasar kebenaran
yang kuat.
b. Dengan
meneliti alternatif yang dikemukakan.
Mungkin
sekali alternatif pada permasalahan yang diketengahkan tidak sekedar dinyatakan,
tetapi lebih dari itu. pada masa lalu, seorang pemimpin sering berkata:
Pilihlah Sukarno atau biarlah negara ini hancur. Benarkah hanya Sukarno yang
bisa menyelamatkan negara ini? Apakah tidak ada orang lain yang bisa
menggantinya? Tentu saja ada, sehingga alternatifnya lebih dari dua.
c. Dengan
kontra dilema
Bila
dilema yang kita hadapi tidak mengandung kemungkinan diatas, maka dapat kita
atasi dengan mengemukakan dilema tandingan. Dalam contoh 1, dilema itu dapat
kita jawab dengan kontra dilema sebagai berikut:
Jika saya berbuat tidak
adil, maka manusia akan mencintaiku
Jika saya berbat adil,
maka dewa-dewa akan mencintaiku
Jadi berbuat adil atau
tidak berbuat adil saya akan tetap dicintai.
d. Dengan
memilih alternatif yang paling ringan.
Bila
dilema yang kita hadapi tidak mungkin dihadapi dengan teknik diatas, maka jalan
terakhir adalah memilih alternatif yang paling ringan. Pada dasarnya tidak ada
dilema yang menampilkan alternatif yang benar-benar sama beratnya. Dalam dilema
serpa dibawah ini kita hanya dapat memilih alternatif yang paling ringan,
Contoh:
apabila tuan masih tercatat sebagai pegawai negeri, maka tuan tidak bisa
menduduki jabatan tertinggi pada PT ‘Buana Jaya’ ini. Untuk mendduki jabatan
tertinggi pada PT ini maka anda harus rela melepas status tuan sebagai pegawai
negeri. Sementara itu, anda berat melepas pekerjaan anda sebagai pegawai
negeri, sedangkan bila tidak menjabat sebagai pimpinan pendapatan anda di PT
itu tetap sedikit.[16]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Silogisme
merupakan bentuk penyimpulan tidak langsung. Dikatakan demikian karena dalam
silogisme kita menyimpulkan pengetahuan baru yang kebenarannya diambil secara
sintetis dari dua permasalahan yang dihubungkan.
1. Silogisme
Kategorik, adalah proses penggabungan tiga proposisi, dua menjadi dasar
penyimpulan, satu menjadi kesimpulan.
2. Silogisme
Hipotetik, adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik,
sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik yang menetapkan atau
mengingkari term anteceden atau term konsekuen premis mayornya.
3. Silogisme
Disyungtif, adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disyungtif
sedangkan premis minornya keputusan kategorika yang mengakui atau mengingkari
salah satu alternatif yang di sebut oleh premis mayor.
4. Dilema,
adalah argumentasi, bentuknya merupakan campuran antara silogisme hipotetik dan
silogisme disyungtif, hal ini terjadi karena premis mayornya terdiri dari dua
proposisi hipotetik dan premis minornya satu
B. Penutup
Demikianlah uraian yang dapat penulis
sampaikan dalam makalah ini. kritik dan saran konstruktif dari pembaca sangat
diharapkan untuk mewujudkan hasil yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Karomani. 2009. Logika, Yogyakarta : Graha Ilmu.
Mehra, Partap Sing dkk. 1996. Pengantar Logika Tradisional,
Bandung: Bina Cipta.
Mundiri. 2012. Logika, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Soekadidjo.1994. Logika Dasar, Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Sumaryono. 1999. Dasar-dasar
Logika, Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Surajiyo dkk. 2009. Dasar-Dasar Logika, Jakarta : PT Bumi
Aksara.
[1]
Soekadidjo, Logika Dasar, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994),
hlm.41
[2] Sumaryono, Dasar-dasar
Logika, (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1999), hal 91.
[3] Surajiyo dkk, Dasar-Dasar
Logika, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2009), hlm.67.
[4] Mundiri, Logika,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm.103-104.
[5] Ibid, hlm.105
[6] Partap Sing
Mehra dkk, Pengantar Logika Tradisional, (Bandung: Bina Cipta, 1996),
hlm.66.
[7] Karomani, Logika,
(Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), hlm.97.
[8] Mundiri, Logika,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm.130.
[9] Ibid, hlm.131.
[10] Ibid, hlm.134.
[11] Ibid, hlm.135.
[12] Ibid, hlm.136
– 137.
[13]
Ibid.,hlm.138-139.
[14]
Ibid.,hlm.140.
[15] Surajiyo dkk, Dasar-Dasar
Logika, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2009), hlm. 99-100.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar