PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk mengukur keberhasilan perekonomian suatu negara salah satunya
dapat dilihat dari angka pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan
ekonomi (economic growth) dapat diukur dari kenaikan besarnya pendapatan
nasional (produksi nasional) pada periode tertentu. Oleh karena itu, nilai dari
pendapatan nasional (national income) ini merupakan gambaran dari
aktivitas ekonomi secara nasional pada periode tertentu. Tingginya tingkat
pendapatan nasional dapat mencerminkan besarnya barang dan jasa yang dapat
diproduksi.
Pendapatan Nasional (national income) merupakan tolak ukur yang
paling baik untuk menunjukkan keberhasilan dan kegagalan perekonomian suatu
negara, dari tingkat kesempatan kerja, tingkat harga barang, dan posisi neraca
pembayaran luar negeri, serta pendapatan per kapitanya. Jika faktor-faktor yang
memengaruhi tersebut menunjukkan posisi yang sangat menguntungkan atau positif,
maka tingkat keberhasilan atau tingkat kemajuan ekonomi suatu negara akan mudah
tercapai, dan begitu pula sebaliknya. Dalam perhitungan ekonomi Islam terdapat
prinsip yang harus dipegang teguh dalam perhitungan pendapatan nasional agar
tujuan negara dapat terlaksanakan dengan baik dan masyarakat mendapatkan
kesejahteraan dan kebahagiaan dalam
bernegara.
B.
Rumusan Masalah
Bagaimana konsep pendapatan nasional modern dan konsep pendapatan
nasional Islami ?
C.
Tujuan
Untuk mengetahui konsep pendapatan nasional modern dan konsep
pendapatan nasional Islami.
PEMBAHASAN
A.
Pendapatan Nasional Modern
1.
Definisi
dan faktor Pendapatan Nasional
Pendapatan Nasional dapat diartikan sebagai jumlah barang dan jasa yang
dihasilkan suatu Negara pada periode tertentu biasanya satu tahun. Istilah yang terkait pada pendapatan nasional antara lain, Produk
Domestik Bruto (gross domestic product/ GDP), Produk Nasional Bruto (Gross
Nasional Product/GNP), serta Product Nasional Neto (Net Nasional
Product/ NNP). Perhitungan pendapatan nasional akan memberikan
perkiraan GDP secara teratur yang merupakan ukuran dasar dari performansi
perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa.[1]
Faktor
Pendapatan Nasional
a.
Permintaan dan Penawaran Agregat
Permintaan dan penawaran yang
terjadi dalam suatu negara akan menimbulkan peningkatan pada harga. Semakin
tinggi permintaan mengakibatkan kenaikan harga dan output nasional, dan juga
akan mengurangi pengangguran, apabila terjadi penawaran dan mengalami penurunan
maka pendapatan akan menurun dan pengangguran meningkat.[2]
b.
Konsumsi dan Tabungan
Konsumsi adalah untuk memperoleh
barang dan jasa sedangkan tabungan adalah bagian dari pendapatan yang tidak
dikeluarkan untuk konsumsi. Tinggi atau rendahnya konsumsi dipengaruhi oleh
pendapatan nasional.
c.
Investasi
Kegiatan ekonomi dengan menananmkan modal
diberbagai sektor ekonomi. Investasi fungsinya juga untuk berjaga-jaga dimasa
depan[3]
2.
Pendekatan Pendapatan Nasional
a.
Pendekatan/Metode Produksi (Gross
Domestic Product / GDP)
Berdasarkan
metode ini pendapatan nasional adalah barang dan jasa yang dihasilkan oleh
suatu negara dalam periode tertentu. Dengan metode ini, pendapatan nasional dihitung dengan
menjumlahkan setiap nilai tambah (value added) proses produksi di dalam
masyarakat (warga negara asing dan penduduk) dari berbagai lapangan usaha
disuatu negara dalam kurun waktu satu periode (biasanya satu tahun).[4]
Perhitungan
pendapatan nasional dengan pendekatan produksi di Indonesia dilakukan dengan
menjumlahkan sektor industri yang ada.[5]
Hasil produksi dari setiap lapangan tersebut dijumlahkan dalam satu tahun lalu
dikalikan harga satuan masing-masing. Maka rumusnya :
Y = (Q1.P1)
+ (Q2.P2) +........(Qn.Pn)
Keterangan :
Y : Pendapatan Nasional (Produk domestik bruto)
Q : Jumlah Barang
P : Harga Barang
b.
Pendekatan / Metode Pengeluaran (Gross
National Product /GNP)
Pendapatan
nasional dengan pendekatan pengeluaran dapat diartikan sebagai jumlah
pengeluaran secara nasional untuk membeli barang dan jasa dalam satu periode.[6]
Dalam menghitung GNP, nilai barang dan jasa yang dihitung dalam pendapatan
nasional hanyalah barang dan jasa yang diproduksikan oleh faktor produksi yang
dimiliki oleh warga negara yang pendapatan nasionalnya dihitung.[7]
Perhitungan
pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran dilakukan dengan menjumlahkan
permintaan akhir unit-unit ekonomi, yaitu :
1)
Rumah tangga berupa konsumsi (Consumtion
/ C)
2)
Perusahaan berupa investasi (Investmen
/ I)
3)
Pengeluaran pemerintah (Government
/ G)
4)
Pengeluaran Ekspor dan Impor (Export
– Import / E-M)
Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan ini
biasa dituliskan dalam bentuk persamaan
Y = C + I, untuk perekonomian
tertutup tanpa peran pemerintah
Y = C + I + G, untuk perekonomian tertutup
dengan peranan pemerintah
Y = C + I + G + X - M, untuk
perekonomian terbuka.
Secara sederhana dapat dinyatakan GDPadalah nilai
barang jadi yang diproduksi di dalam negeri. Sedangkan di dalam GNP ada bagian
barang atau jasa yang diperoleh dari luar negeri. Maka ada 3 kondisi yang mungkin terjadi pada
suatu negara :
1)
Nilai GDP lebih besar dari GNP (GDP
> GNP)
Hal ini berarti penghasilan penduduk suatu negara yang bekerja di luar
negeri akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan penghasilan orang asing di
negara itu.[8]
2)
Nilai GDP lebih kecil dari GNP (GDP
< GNP)
Hal ini berarti penghasilan penduduk suatu negara yang bekerja di luar
negeri akan lebih besar bila dibandingkan dengan penghasilan orang asing di
negara itu
3)
Nilai GDP sama dengan GNP (GDP =
GNP)
Hal ini berarti penghasilan penduduk suatu negara yang bekerja di luar
negeri akan sama besar bila dibandingkan dengan penghasilan orang asing di
negara itu.[9]
c.
Pendekatan / Metode Pendapatan
(Pendapatan Nasional / Net National Product / NNT)
Pendapatan
nasional menurut pendekatan ini adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh
pemilik faktor-faktor produksi (rumah tangga) yang digunakan untuk memproduksi
barang dan jasa. Komponen-komponen pendapatan nasional menurut metode
pendapatan :
1)
Alam dengan sewa (rent / r)
sebagai balas jasa.
2)
Tenaga kerja dengan upah / gaji (wage
/ w) sebagai balas jasa.
3)
Modal dengan bunga (interest / i)
sebagai balas jasa.
4)
Skill kewirausahaan (Entrepreneurship)
dengan laba (profit / p)
Hasil
perhitungan pendapatan nasional (Y) dengan metode ini disebut Pendapatan
Nasional (PN) atau National Income (NI). Dalam rumus akan tampak : [10]
Y = r + w + i + p
3.
Sumber Pendapatan Negara
Untuk
mebiayai seluruh program pembangunan yang telah dirumuskan dalam APBN,
pemerintah harus mencari sumber pendapat yang dapat membiayai segala rencana
dan program yang telah dibuat tersebut. sumber pendapatan pemerintah antara
lain berupa penerimaan dari pungutan pemerintah. Adapun penerimaan dan pungutan
pemerintah tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Penerimaan Pajak
Pajak adalah pembayaran iuran oleh
rakyat kepada pemerintah yang diatur undang-undang tanpa balas jasa secara
langsung. Selain itu, ada juga yang dikenal dengan bentuk lain, yaitu
tetribusi. Retribusi adalah pembayaran dari rakyat kepada pemerintah karena
prestasinya langsung diterima oleh masyarakat. .Berikut ini, jenis pendapatan
pajak :
1)
Pajak penghasilan yang terdiri dari
migas dan nonmigas
2)
Pajak pertambahan nilai (PPN)
3)
Pajak bumi dan bangunan (PBB)
4)
Bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan (BPHTB)
5)
Cukai (tembakau, minyak, gula pasir,
alkohol)
6)
Pajak lainnya
7)
Bea masuk
8)
Pajak/punguntan ekspor
b.
Penerimaan Bukan Pajak
Jenis-jenis penerimaan bukan pajak
adalah sebagai berikut : Minyak bumi, Gas alam, Pertambangan umum, Kehutanan, Perikanan,
Bagian laba BUMN, dan Hibah.
B.
Konsep Pendapatan Nasional dalam Perspektif Islam
Dalam perhitungan ekonomi Islam terdapat prinsip yang harus
dipegang teguh dalam perhitungan pendapatan nasional, yaitu:
1.
Pendapatan
nasional harus menggambarkan pendapatan masyarakat yang sesuai dengan
penyebaran penduduk.
2.
Pendapatan
Nasional perkotaan dan pedesaan harus dapat dibedakan, karena secara jelas
produksinya tidak dapat disamakan.
3.
Pendapatan
Nasional harus dapat mengukur secara jelas kesejahteraan masyarakat yang
sesungguhnya.[11]
Satu hal yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi
lainnya adalah penggunaan parameter falah. Falah adalah kesejahteraan yang
hakiki, kesejahteraan yang sebenar-benarnya, dimana komponen-komponen rohaniah
masuk ke dalam pengertian falah ini. Al- Falah dalam pengertian Islam mengacu
kepada konsep Islam tentang manusia itu sendiri. Dalam Islam, esensi manusia
ada pada rohaniahnya.
Konsep ekonomi kapitalis yang hanya mengukur kesejahteraan
berdasarkan angka GNP, jelas akan mengabaikan aspek rohani umat manusia. Pola
dan proses pembangunan ekonomi diarahkan semata-mata untuk meningkatkan
pendapatan perkapita. Ini akan mengarahkan manusia pada konsumsi fisik yang
cenderung hedonis sehingga menghasilkan produk-produk yang dilempar ke pasaran
tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya bagi aspek kehidupan lain. Maka dari
itu, selain harus memasukkan unsur falah dalam menganalisis kesejahteraan,
penghitungan pendapatan nasional berdasarkan Islam juga harus mampu mengenali
bagaimana interaksi instrumen-instrumen wakaf, zakat, dan sedekah dalam
meningkatkan kesejahteraan umat.
Ekonomi Islam harus mampu menyediakan suatu cara untuk mengukur
kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan sistem moral dan
sosial Islam. Setidaknya ada 4 hal yang semestinya bisa diukur dengan
pendekatan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi Islam, sehingga tingkat
kesejahteraan bisa dilihat secara lebih jernih dan tidak bias. Adapun hal 4
tersebut adalah :
1.
Pendapatan
nasional harus dapat mengukur penyebaran pendapatan individu rumah tangga.
2.
Pendapatan
nasional harus dapat mengukur produksi di sektor pedesaan.
3.
Pendapatan
nasional harus dapat mengukur kesejahteraan ekonomi Islam.
4.
Penghitungan
pendapatan nasional sebagai ukuran dari kesejahteraan sosial Islami melalui
pendugaan nilai santunan antarsaudara dan sedekah.[12]
C.
Sumber-Sumber Pendapatan Nasional Islam
Adapun sumber-sumber pendapatan nasional dalam ekonomi Islam antara
lain:
1.
Unit
Zakat- shadaqah
Unit
zakat-shadaqah merupakan sumber daya keuangan yang secara spesifik
terklasifikasi pada unsur kewajiban bagi setiap muslim. Zakat dalam istilah
fiqh berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk
diserahkan kepada orang-orang yang berhak, disamping berarti mengeluarkan
jumlah tertentu.[13]
Harta-harta yang wajib dizakati terdiri dari dua macam, yaitu zakat fitrah dan
zakat harta. Kemudian zakat harta dibagi lagi menjadi beberapa sub bagian,
yakni zakat emas, perak, dan perhiasan, zakat hewan dan produk hewani, zakat
pertanian dan hasil bumi, zakat barang perdagangan, zakat rikaz dan barang
tambang.[14]
Pendapatan
fiskal yang melalui instrument zakat dapat diperdayakan melalui kebijakan
pengeluaran yang bertujuan untuk peningkatan kualitas hidup rakyat miskin,
dengan peningkatan sumber daya intelektual atau kemampuan sehingga menjadi
produktif. Bantuan yang diberikan dari pendaapatan fiskal zakat berwujud
skim-skim yang lazim dalam lembaga keuangan Islam seperti skim mudharabah atau
qardhul hasan.[15]
Di Indonesia,
mekanisme penghimpunan (funding) dan system distribusi unit zakat-shadaqah
masih pada tingkat rutinitas pemenuhan kewajiban agama, belum sampai
dioptimalkan sebagai basis fiskal yang signifikan. Akan tetapi, pemerintah
telah mempunyai tanggung jawab sebagai Negara berpenduduk mayoritas muslim
untuk dapat mengaktualisasikan zakat sebagai instrument penting dalam fiskal.[16]
2.
Usyur
Usyur merupakan pajak yang harus dibayar oleh para pedagang muslim atau
non muslim. Secara etimologi ushur adalah sepersepuluh. Secara terminologi usyur
berarti pajak yang dikenakan terhadap barang dagangan yang masuk ke negara Islam
atau yang ada di negara Islam. Usyur atau yang diistilahkan dengan pajak
perdagangan ataupun bea cukai. Istilah Usyur belum dikenal pada masa
Rasulullah dan Masa Abu Bakar.[17]
Usyur ini merupakan salah satu sumber pendapatan negara. Pada awalnya usyur
merupakan pajak perdagangan yang dikenakan kepada pedagang non muslim yang
melakukan perdagangan di negara Islam. Dalam perkembangan selanjutnya usyur ini
juga diterapkan kepada pedagang muslim. Rate of Usyur (tingkat pajak
perdagangan) berkisar dari 2,5 % per tahun untuk pedagang muslim. 5 % per tahun
bagi ahlu zimmah,[18]
10 % per tahun untuk pedagang kafir harbi. Kadar Usyur yang dipungut
adalah omzet yang mencapai 20 dinar untuk emas dan 200 dirham untuk perak.[19]
3.
Kharaj
Kharaj adalah hak yang dikenakan atas lahan tanah yang telah dirampas
dari tangan kaum kuffar, baik dengan cara perang maupun damai. Apabila
perdamaian tersebut menyepakati, bahwa tanah tersebut adalah milik kita, dan
merekapun mengakuinya dengan membayar kharaj, maka mereka harus menunaikannya. Kharaj
menurut bahasa bermakna al-kara’ (sewa) dan al-ghullah (hasil).
Tiap tanah yang diambil dari kaum kuffar secara paksa, setelah perang diumumkan
kepada mereka, maka tanah tersebut dianggap sebagai tanah kharajiyah.
Apabila mereka memeluk isla, setelah penaklukan tersebut, maka status tanah
tetap kharajiyah.[20]
Surat Al-Hasyr Ayat 8, menyatakan :
لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“(Juga) bagi orang fakir yang
berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena)
mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.”
Cara memungut
Kharaj ada dua, yaitu :
a.
Kharaj
Muqassimah (perbandingan). Cara ini ditetapkan
berdasarkan hasil tanah, misalnya seperdua, sepertiga dan hasil tanaman yang
dipungut pada setiap kali panen.
b.
Kharaj
Wazifah (tetap). Yakni beban khusus yang
diberikan pada lahan pertanian sebanyak hasil panen atau persatuan lahan, yang
kewajibannya dikenakan setelah lewat satu tahun.[21]
4.
Pajak
tambahan
Secara
etimologi, dalam bahasa arab pajak di kenal dengan istilah Dharibah,
yang berasal dari kata dharaba, yadhribu, dharban yang artinya:
mewajibkan, menetapkan, menentukan, memukul, menerangkan atau membebankan, dan
lain-lain. Dalam Islam pajak adalah kewajiban yang bersifat kontemporer, yang
merupakan kewajiban tambahan setelah zakat yang di pungut ketika baitul mal
kosong, sehingga ketika kondisi baitul
mal sudah memiliki harta, maka
pajak tidak lagi diwajibkan. Dengan demikian, pajak (dharibah) dalam Islam
memiliki karakterisitik sendiri, yaitu :
a.
Pajak (dharibah) bersifat kontemporer yang
hanya di pungut ketika keadaan baitul mal kosong. Berbeda dengan teori pajak
non Islam pajak berlaku selamanya.
b.
Pajak
di pungut hanya untuk pembiayaan yang merupakan kewajiban bagi kaum muslim dan
sebatas jumlah yang diperlukan untuk pembiayaan tersebut,tidak boleh lebih.
c.
Pajak
hanya di ambil dari kaum muslimin yang kaya raya.
d.
Pajak
akan di hapus ketika sudah tidak diperlukan. Berbeda dengan konsep pajak non
islam yang tidak akan di hapus karena
merupakan pendapatan utama negara.
5.
Ghonimah
Ganimah
merupakan pendapatan negara yang didapat dari kemenangan perang. Penggunaan
uang yang berasal dari ghanimah ini ada aturannya dalam Al-Qur’an. Distribusi
ghanimah empat perlimanya diberikan kepada para prajurit yang bertempur,
sementara seperlimanya adalah khums. Hasanuzzaman mendefinisikan ganimah
sebagai segala barang bergerak yang direbut oleh tentara Muslim dalam sebuah
pertempuran. Ketentuan tentang ghanimah terdapat dalam surat Al-Anfal ayat 41 :
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا
غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ
وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ
بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ
الْتَقَى الْجَمْعَانِ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Ketahuilah,
sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka
sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada
apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di
hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dalam
ghanimah ada beberapa jenis pembagian yang harus menjadi perhatian :
a.
Nafal, yaitu penghargaan yang diberikan pada seorang prajurit berupa
pembagian harta ghanimah,yang jumlahnya lebih dari rata-rata, dari pemimpinnya,
baik pemimpin negara maupun pemimpin lapangan.
b.
Salab, barang pribadi yang direbut oleh prajurit dari musuh yang dibunuhnya.
c.
Safi’ adalah barang pilihan pemimpin yang diambil dari ghanimah untuk
dirinya sendiri.
6.
Jizyah
Secara bahasa jizyah
berasal dari kalimat jaza yang berarti penggantian (kompensasi),
atau balasan atas suatu kebaikan atau kejahatan. Secara terminologi jizyah
adalah pajak yang dikenakan kepada warga non muslim sebagai imbalan untuk
jaminan kehidupan yang diberikan oleh negara Islam. Dia merupakan pajak jiwa
bagi non muslim yang tinggal diwilayah daulah Islamiyah.[22] Ada
yang berpendapat bahwa jizyah yang dipungut dari warga non muslim
merupakan sewa untuk tinggal di negara Muslim. Firman Allah dalam Q.S at-Taubah
(9) : 29
قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا
يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ
اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ حَتَّىٰ يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman
kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak
mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama
dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan
Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang
mereka dalam keadaan tunduk”
Juga sabda Rasulullah SAW :
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتَلِ النَّاسَ
حَتَّى يَقُولُوالاَإِلَهَ إِلاَّالله فَمَ نْ قَالَهَا فَقَدْ عَصَمَ مِنِّ ي
مَالَهُ وَنَفْسَهُ إِلاَّ بِحَقِّ هِ وَحِسَابُهُ عَلَى اللهِ
“Aku
perintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mau mengatakan لاَإِلَهَ
إِلاَّالله .
barangsiapa telah mengucapkannya, maka terjaga dariku, dirinya dan hartanya
kecuali sesuatu yang menjadi haknya, dan pertanggungjawabannya adalah terhadap
Allah Swt”.[23]
Pada masa
Rasulullah besarnya Jizyah yang dipungut adalah satu dinar/tahun untuk
laki-laki dewasa yang mampu.[24] Pada
masa Umar, menetapkan tarif jizyah yang bervariasi tergantung kondisi
ekonomi dan kemampuan para wajib jizyah tersebut. Adapun Rate of
Jizyah per tahun yang diterapkan pada masa Umar :
a.
Bagi
warga non muslim yang kaya jizyah dipungut sebesar 48 dirham.
b.
Bagi
warga non muslim ekonomi menengah 24 dirham.
c.
Bagi
para petani, buruh, rakyat miskin jizyah dipungut sebesar 12 dirham.
Jizyah merupakan bentuk dari dakwah Islamiyah dalam rangka mengajak umat
non muslim masuk Islam secara persuasif, bila mereka masuk militer mereka
dibebaskan dari kewajiban jizyah, dan kewajiban jizyah berakhir bagi
mereka yang masuk Islam. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi:
لاجزية لمسم
(رواه احمد و ابو داود)
“Tidak ada kewajiban membayar jizyah bagi orang yang telah masuk Islam” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Setelah Islam runtuh, yakni setelah
keruntuhan Islam di Turki Utsmani dan Spanyol,istilah jizyah tidak ada
lagi. Hal ini disebabkan daerah Islam telah dikuasai oleh orang kafir. Sehingga
pajak terhadap warga non muslim tidak ada lagi. Pada zaman modern, pajak jiwa
yang dipungut oleh pemerintah terhadap warga asing yang masuk dan atau menetap
dalam wilayah kekuasaan suatu pemerintah adalah dalam bentuk visa.[25]
7.
Fa’i
Fai’ dalam pengertian yang sebenarnya
adalah segala sesuatu yang dikuasai oleh umat Islam dari tangan orang kafir
tanpa penyerahan pasukan berkuda maupun unta, juga tanpa kesulitan serta tanpa
melakukan pertarungan atau pertempuran.[26] Maksudnya
adalah fai’ merupakan harta yang diperoleh oleh kaum muslimin dari
orang-orang kafir tanpa melakukan peprangan atau tanpa menyerbu ke daerah
orang-orang kafir dengan pasukan muslimin.[27] Ketentuan
Fai’ merujuk dalam surat al-Hasyr (59) : 6.
وَمَا أَفَاءَ اللَّهُ
عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْهُمْ فَمَا أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَلَا رِكَابٍ
وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهُ عَلَىٰ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ عَلَىٰ
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Dan apa saja
harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda)
mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan
(tidak pula) seekor untapun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada
Rasul-Nya terhadap apa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.”[28]
8.
Harta
Rikazh dan Barang Tambang
Rikaz adalah harta terpendam di dalam
perut bumi, baik berupa emas, perak, mutiara dan permata lainnya berupa
perhiasan atau senjata. Harta ini wajib diambil seperlimanya untuk dimasukan ke
baitulmal. Adapun 4/5 bagiannya dikembalikan ke pemiliknya. Dalam suatu hadis
Nabi Muhammad SAW bersabda :
إن كنت
وجدته في قرية مسكونة ، أو في سبيل ميتاء ، فعرفه ، وإن كنت وجدته في خربة جاهلية
، أو في قرية غير مسكونة ، أو غير سبيل ميتاء ، ففيه وفي الركاز الخمس
“Jika engkau menemukan harta terpendam tadi di negeri berpenduduk
atau di jalan bertuan, maka umumkanlah (layaknya luqothoh atau barang temuan,
pen). Sedankan jika engkau menemukannya di tanah yang menunjukkan harta
tersebut berasal dari masa jahiliyah (sebelum Islam) atau ditemukan di tempat
yang tidak ditinggali manusia (tanah tak bertuan) atau di jalan tak bertuan,
maka ada kewajiban zakat rikaz sebesar 20%.”
Dari
Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,
وَالْمَعْدِنُ
جُبَارٌ ، وَفِى الرِّكَازِ الْخُمُسُ
“Barang tambang
(ma’dan) adalah harta yang terbuang-buang dan harta karun (rikaz) dizakati
sebesar 1/5 (20%)”
Penemuan
harta terpendam ini ada dua perlakuan, jika ditemukan dalam jumlah sedikit maka
aturan diatas berlaku, namun jika ditemukan dalam jumlah yang sangat besar,
maka kepemilikan harta tersebut harus diserahkan kepada negara (baitulmal)
seluruhnya. Khums yang diambil dari penemuan rikazh dan barang
tambang statusnya sama degan harta fai’. Penggunaan menjadi wewenang
khalifah untuk mengatur urusan umat dan mewujudkan kemaslahatannya.[29]
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa:
1.
Pendapatan
Nasional (national income) merupakan tolak ukur yang paling baik untuk
menunjukkan keberhasilan dan kegagalan perekonomian suatu negara, dari tingkat kesempatan
kerja, tingkat harga barang, dan posisi neraca pembayaran luar negeri, serta
pendapatan per kapitanya.
2.
Dalam
perhitungan ekonomi Islam terdapat prinsip yang harus dipegang teguh dalam
perhitungan pendapatan nasional, yaitu :
a.
Pendapatan
nasional harus menggambarkan pendapatan masyarakat yang sesuai dengan
penyebaran penduduk.
b.
Pendapatan
Nasional perkotaan dan pedesaan harus dapat dibedakan, karena secara jelas
produksinya tidak dapat disamakan.
c.
Pendapatan
Nasional harus dapat mengukur secara jelas kesejahteraan masyarakat yang
sesungguhnya.
3.
Perhitungan
pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan tiga pendekatan, yaitu: (1)
Pendekatan produksi, (2) Pendekatan pengeluaran, (3) Pendekatan pendapatan.
4.
Sumber-sumber
pendapatan nasional dalam ekonomi Islam antara lain Unit Zakat-Shodaqoh, Ghanimah,
‘usyur, Kharaj, Pajak tambahan, Jizyah, Fai’, Rikazh dan barang tambang.
DAFTAR PUSTAKA
An-Nabhani, Taqyuddin. 2002. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif
Perspektif Islam, Surabaya : Risalah Gusti.
Dahlan, Ahmad. 2008. Keuangan Publik Islam Teori dan Praktik, Yogyakarta
: Grafindo Litera Media.
Huda, Nurul et al. 2009. Ekonomi Makro Islam Pendekatan
Teoritis, Jakarta : Kencana.
Huda, Nurul et. al. 2012. Keuangan Publik Islam Pendekatan
Teoritis dan Praktis, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Naf’an. 2014. Ekonomi Makro Tinjauan Ekonomi Syariah, Yogyakarta
: Graha Ilmu.
Nasution, Mustafa Edwin. 2010. Pengenalan Eksklusif: Ekonomi
Islam, Jakarta: Kencana.
[2] Naf’an, Ekonomi
Makro Tinjauan Ekonomi Syariah, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2014), hlm. 194.
[3] Naf’an, Ekonomi
Makro Tinjauan Ekonomi Syariah, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2014), hlm. 195.
[6] Naf’an, Ekonomi
Makro Tinjauan Ekonomi Syariah...hlm. 198.
[7] Ibid., hlm.
199.
[10] Naf’an, Ekonomi
Makro Tinjauan Ekonomi Syariah...hlm. 200.
[11] Mustafa Edwin
Nasution, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2010),
hlm. 193.
[12] Ibid., 195.
[13] Ahmad Dahlan, Keuangan
Publik Islam Teori dan Praktik, (Yogyakarta : Grafindo Litera Media, 2008),
hlm. 19.
[14] Ibid., hlm.
20.
[15] Ibid., 21.
[16] Ibid., hlm.
22.
[17] Nurul Huda,
et. al. Keuangan Publik Islam Pendekatan Teoritis dan Praktis, (Jakarta
: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 133.
[18] Ibid.,
hlm. 134.
[19] Ibid., hlm.
135.
[20] Taqyuddin
An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (Surabaya
: Risalah Gusti, 2002), hlm. 260.
[21] Nurul Huda,
et. al. Keuangan Publik Islam... hlm. 131.
[22] Ibid., hlm.
137.
[23] Ahmad Dahlan, Keuangan
Publik Islam... hlm. 30.
[24] Nurul Huda,
et. al. Keuangan Publik Islam...hlm. 138.
[25] Ibid., hlm.
139.
[26] Ibid., hlm.
127.
[27] Ahmad Dahlan, Keuangan
Publik Islam...hlm. 30.
[28] Nurul Huda,
et. al. Keuangan Publik Islam...hlm. 128.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar