PEMBAHASAN
A.
Definisi Dana Pensiun
Di negara maju penyelenggaraan program pensiun sudah dilakukan
sejak tahun 1800-an. Di Canada UU dana pensiun yang dikenal dengan nama Pension
Fund Societies Act of 1887, mulai dilaksanakan sejak tahun 1887, merupakan program
pensiun untuk pegawai pemerintah federal, karyawan kereta api, dan lembaga
keuangan. Di Indonesia melalui UU No. 7 Tahun 1993 tentang Pajak Penghasilan
dan Keputusan Menteri Keuangan No. 250 / KMK.001 / 1985 tanggal 6 Maret 1985
telah diberikan perlakuan khusus kepada usaha swasta yang menyelenggarakan
program pensiun.[1]
Untuk lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraan program
pensiun, pemerintah telah menetapkan suatu UU tentang Dana Pensiun, yaitu UU
No. 11 Tahun 1992 yang ditetapkan pada tanggal 20 April 1992. Selain itu,
pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan yang berkaitan dengan UU
No.11/1992 yaitu Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun
Lembaga Keuangan.[2]
Dana pensiun merupakan sekumpulan aset yang dikelola dan dijanjikan
oleh suatu lembaga untuk menghasilkan manfaat pensiun, yaitu suatu pembayaran
berkala yang dibayarkan kepada peserta dengan cara yang ditetapkan dalam
ketentuan yang menjadi dasar penyelenggaraan program pensiun.[3] Dana pensiun
sesuai dengan undang-undang No. 11 Tahun 1992 adalah badan hukum yang mengelola
dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Penyelenggaraan dana
pensiun dapat dikelola oleh pemberi kerja atau dengan menyerahkan kepada
lembaga-lembaga keuangan yang menawarkan jasa pengelolaan dana pensiun.[4]
B.
Tujuan Penyelenggaraan Dana Pensiun
1.
Bagi
Pemberi Kerja
a.
Kewajiban
Moral. Perusahaan mempunyai kewajiban moral untuk memberikan rasa aman kepada
karyawan pada saat mencapai usia pensiun. Kewajiban moral tersebut diwujudkan
dengan memberikan jaminan ketenangan atas masa depan para karyawannya.
b.
Loyalitas.
Jaminan yang diberikan untuk karyawan akan memberikan
dampak positif
pada perusahaan. Karyawan akan termotivasi untuk bekerja lebih baik dengan
loyalitas dan dedikasi yang tinggi.
c.
Kompetisi
pasar tenaga kerja. Dengan memasukan program pensiun sebagai suatu bagian dari
total kompensasi yang diberikan kepada karyawan diharapkan perusahaan akan
memiliki daya saing dan nilai lebih dalam usaha mendapatkan karyawan yang
berkualitas dan profesional di pasaran tenaga kerja.[5]
2.
Bagi
Karyawan
a.
Rasa
aman terhadap masa yang akan datang. Karyawan mengharapkan mendapatkan jaminan
ekonomis karena penghasilan yang ia terima memasuki masa pensiun.
b.
Kompensasi
yang lebih baik. Karyawan mempunyai tambahan kompensasi meskipun baru bisa ia
nikmati pada saat mencapai usia pensiun atau berhenti bekerja.[6]
C.
Peserta dan Usia Pensiun
Peserta adalah setiap orang yang memenuhi persyaratan peraturan
dana pensiun. Pasal 19 UU No. 12 Tahun 1992 menyatakan bahwa setiap karyawan
yang termasuk golongan karyawan yang memenuhi syarat kepesertaan dalam dana
pensiun yang didirikan oleh pemberi kerja, berhak menjadi peserta apabila telah
berusia 18 tahun atau telah menikah dan memiliki masa kerja sekurangnya 1 tahun
pada pendiri atau mitra pendiri.
Usia pensiun adalah usia ketika peserta berhak mengajukan pensiun
dan mendapatkan manfaat pensiun. Usia pensiun dapat dibedakan menjadi 4 :
1.
Pensiun
normal (normal retirement)
Adalah usia
paling rendah saat karyawan berhak untuk pensiun tanpa perlu persetujuan dari
pemberi kerja dengan memperoleh manfaat pensiun penuh.
2.
Pensiun
dipercepat (early retirement)
Adalah
ketentuan pensiun yang mengizinkan peserta pensiun untuk mempercepat pensiun
karena suatu hal. Besarnya manfaat pensiun yang dapat diperoleh ditentukan
berdasarkan perhitungan ekuivalen akturial (actuarial equivalent).[7]
Manfaat pensiun diberikan kepada peserta apabila yang bersangkutan berhenti
menyetor iuran setelah mencapai usia sekurang-kurangnya 10 tahun sebelum
dicapainya usia normal yang pembayarannya dilakukan secepat-cepatnya pada saat
peserta mencapai usia 10 tahun sebelum pensiun normal.[8]
3.
Pensiun
ditunda (deffered retirement)
Ketentuan ini
memperkenankan karyawannya yang secara mental dan fisik masih sehat untuk tetap
bekerja melampaui usia pensiun normal, dengan ketentuan pembayaran pensiun
dimulai pada tanggal pensiun normal meskipun yang bersangkutan tetap meneruskan
bekerja dan memperoleh gaji dari perusahaan bersangkutan.
4.
Pensiun
cacat
Apabila
karyawan mengalami cacat dan dianggap tidak lagi mampu melaksanakan
pekerjaannya, berhak memperoleh manfaat pensiun.[9]
D.
Program Pensiun dan Jenis Kelembagaan Dana Pensiun
Program pensiun adalah program yang mengupayakan manfaat pensiun
bagi pesertanya. Menurut UU No. 11 Tahun 1992 program pensiun terdiri dari tiga
golongan :[10]
1.
Program
Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) / Defined Benefit.
Pada PPMP, besar manfaat pensiun ditentukan berdasarkan rumus
tertentu yang telah ditetapkan di awal. Rumus tersebut biasanya dikaitkan
dengan dengan masa kerja dan penghasilan kita.[11] Dengan
metode ini, pensiunan akan mendapat penghasilan tetap selama sisa hidupnya.
Berapa besarnya penghasilan tetap tersebut, tergantung atas dasar perhitungan
yang ditetapkan dan disetujui kedua belah pihak.[12] Di
Indonesia sesuai dengan UU No. 11/1992 Pasal 15, seluruh iuran kedua belah
pihak serta hasil investasi yang diperoleh harus disetor kepada dana pensiun.[13]
2.
Program
Pensiun Iuran Pasti (PPIP) / Defined Contribution
Besarnya iuran dalam program ini ditetapkan dalam bentuk presentase
tertentu dari gaji setiap bulannya, misalnya 5 % dari gaji. Iuran yang
dikumpulkan ini dikembangkan dengan menginvestasikan dalam suatu porto folio
aset yang memberikan penghasilan. Besarnya pensiun yang akan diterima
seorang pensiunan adalah jumlah iurannya ditambah dengan hasil pengembangan
dana pensiun itu sendiri. Jadi, makin baik pengembangan dana tersebut akan
makin baik penerimaan pensiun setiap bulannya.[14]
3.
Program
pensiun berdasarkan keuntungan / Profit Sharing Pension Plan
Program pensiun berdasarkan keuntungan adalah program pensiun iuran
pasti, dengan iuran hanya dari pemberi kerja yang didasarkan pada rumus yang
dikaitkan dengan keuntungan pemberi kerja. Formula yang umum digunakan untuk
menentukan jumlah iuran yang dibayarkan adalah Program pensiun pemberian
keuntungan, yaitu program pensiun yang bersumber pembiayaan atau iurannya
berasal dari presentase tertentu dari keuntungan yang diperoleh perusahaan
sebelum pajak. Iuran berubah-ubah setiap tahun tergantung laba perusahaan.[15]
Penyelenggaraan program pensiun dapat dilakukan oleh perusahaan
pemberi kerja atau oleh suatu lembaga keuangan.[16]
1.
Dana
Pensiun Pemberi Kerja (DPPK)
Lembaga ini
dibentuk oleh orang atau badan yang memperkerjakan karyawan, selaku pendiri dan
untuk menyelenggarakan progran pensiun manfaat pasti atau program pensiun iuran
pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawan sebagai peserta, dan
yang menimbulkan kewaajiban terhadap pemberi kerja.[17]
2.
Dana
Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)
Adalah lembaga
dana pensiun yang dibentuk bank atau perusahaan asuransi jiwa, untuk
menyelenggarakan program pensiun pasti bagi perorangan. Baik karyawan maupun
pekerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi kerja bagi karyawan
bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.[18]
E.
Dana Pensiun Lembaga Keuangan Islam (DPLK)
Penerapan prinsip syariah dalam lembaga Dana Pensiun sangat
dimungkinkan, yaitu menggunakan skema yang bebas dari unsur-unsur yang dilarang
dalam Islam yaitu unsur maisyir, gharar, riba, ryswah, dan bathil.[19]
Dengan demikian dana yang terkumpul dari iuran yang dibayar oleh peserta, harus
diinvestasikan yang dibenarkan secara syariah. Misalnya diinvestasikan pada
efek-efek yang sesuai dengan prinsip syariah, yakni efek dari perusahaaan yang sudah terdaftar
dalam Jakarta Islamic Idex.
Secara faktual di Indonesia pada tahun 2001 Dana Pensiun yang
menerapkan prinsip syariah ini baru ada satu yakni Dana Pensiun Syariah yang
dikeluarkan oleh PT. Principal Indonesia. Polanya hampir sama dengan tabungan.
Sementara pada tahun 2007 sudah terdapat beberapa perusahaan yang mengelola
Dana Pensiun Syariah diantaranya : Bank Muamalat Indonesia (BMI), Manulife dan
Allianz.[20]
Lambannya pertumbuhan dana pensiun Islam disebabkan beberapa faktor diantaranya
:
1.
Kebutuhan
Regulasi Dana Pensiun Islam
Harus diakui bahwa perkembangan dana pensiun Islam relatif
tertinggal bila dibandingkan dengan industri keuangan Islam yang lain. Hal ini
diantaranya disebabkan minimnya dukungan strategi dan regulasi. Hal ini dapat
dilihat dalam beberapa hal :
a.
Strategi
pengembangan industri. Ketika perbankan, asuransi dan pasar modal Islam sudah
memiliki dan masuk dalam rood map strategi pengembangan masing-masing industri,
dana pensiun Islam belum disentuh sedikitpun dalam kebijakan dan srategi
pengembangan industri dana pensiun 2007-2011.
b.
Dana
pensiun Islam belum ada satu pun peraturan dan fatwa DSN-MUI yang mendukung, sehingga
regulasi sebagai kerangka operasional dana pensiun Islam hanya mengacu pada
peraturan dana pensiun dan Fatwa MUI yang umum.
c.
Ketentuan
Investasi langsung dalam UU No. 11/1992 tentang dana pensiun. Selama ini Dana
Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Islam mengeluhkan tentang produk investasi
terikat (mudarabah mukayyadah/restricted investment) yang berpotensi
besar, tidak dapat dimasuki oleh DPLK Islam.[21]
2.
Keterbatasan
Instrumen Investasi Islam
Pilihan investasi Islam masih menjadi salah satu hambatan bagi dana
pensiun Islam. Padahal sebagaimana asuransi dan perbankan Islam, dana Pensiun
Islam pun harus mengelola dan menginvestasikan dananya pada portofolio
instrumen Islam.[22]
Berdasarkan pada kondisi tersebut, maka ada beberapa langkah
penting yang dapat ditempuh untuk membangun sistem tata kelola yang efektif
bagi Dana Pensiun Syariah dalam konteks ke-Indonesiaan saat ini, antara lain :[23]
1.
Good
Pension Fund Governance (GPFG)
Dalam mengelola program pensiun, diperlukan komitmen pendiri dan
pengelola untuk mengelola dana peserta secara hati-hati. Oleh karena itu, dalam
mengelola dana pensiun agar dapat memenuhi harapan para stakeholder perlu
dikelola secara profesional. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) telah mewajibkan seluruh lembaga dana pensiun untuk menyusun
sekaligus menerapkan Pedoman dan Tata Kelola Dana Pensiun sejak 1 Januari 2008.[24] Keputusan
tersebut tertuang dalam keputusan ketua Nomor KEP-136/BL/2006 dengan tujuan
mendorong penyusunan pedoman tata kelola yang baik di lingkungan dana pensiun sekaligus
memberikan acuan kepada pendiri, pemberi kerja, pengurus, dan pengawas dana
pensiun.
Pada dasarnya GPFG mencakup 5 hal yang mendasar, yaitu struktur governance,
pengelolaan dana peserta secara amanah, kepatuhan pada regulasi dan penerapan
GPFG, implementasi manajemen resiko serta Corporate Social Responsibility (CSR)
secara menyeluruh. CPFG merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan oleh
dana pensiun untuk mendorong pengembangan lembaga, pengelolaan sumber daya dan
risiko secara efisien dan efektif, serta pertanggungjawaban pengurusan dana
peniun kepada peserta, pendiri/pemberi kerja dan pihak terkait lainnya.[25]
2.
Good
Islamic Pension Fund Governance (GIPFG)
Dalam konteks pengembangan dana pensiun Islam, dibutuhkan
tindakan-tindakan penting yang harus diambil untuk memperkuat kelembagaannya.
Tindakan yang paling mendasar adalah menegakan Good Islamic Pension Fund
Governance (GIPFG). Tanpa GIPFG yang efektif, kecil kemungkinan untuk
memperkuat dana pensiun Islam dan memungkinkan mereka untuk berekspansi secara
cepat serta menjalankan perannya secara efektif.[26]
Untuk membangun sistem tata kelola yang efektif bagi dana pensiun
Islam dalam konteks ke Indonesiaan saat ini, ada sejumlah pilar yang mesti
ditegakan dalam mekanisme GIPFG, diantaranya :
a.
Peran
strategis Dewan Pengawas Islam.
b.
Dana
pensiun Islam juga harus memiliki sistem internal kontrol dan manajemen resiko
yang tangguh.
c.
Peningkatan
sistem transparansi pengelolaan dana pensiun syariah.
d.
Peran
yang lebih luas auditor eksternal
e.
Transformasi
budaya korporasi yang islami dan peningkatan kualitas SDM.
f.
Perangkat
hukum dan peraturan dari Bapepam-LK yang sesuai dengan karakteristik dana
pensiun Islam.[27]
3.
Kepatuhan
dan Audit Islam
Berkembangnya kompliksitas bisnis lembaga keuangan sekaligus krisis
yang dihadapi sistem keuangan internasional telah meningkatkan fungsi audit
eksternal ke posisi sangat penting dalam semua sistem keuangan. Namun hal
tersebut menjadi lebih krusial lagi bagi sistem keuangan Islam, terutama bagi dana pensiun
Islam. Auditor eksternal perlu memastikan tidak hanya masalah kesesuaian
laporan keuangan terhadap standar-standar pelaporan keuangan, tetapi juga
laba/rugi yang diumumkan harus mereflesikan kondisi yang sebenarnya, serta
profit harus didapat tanpa pelanggaran syariah.
Untuk memastikan kepatuhan tersebut, maka peran Dewan Pengawas
Syariah (DPS) cukup sentral. Oleh karena itu, perlu dipastikan bahwa seluruh
dana pensiun Islam memiliki dewan Islam ini dalam struktur organisasinya.
Selain itu, dalam konteks pemenuhan kepatuhan pada prinsip Islam dan untuk
menegakan GIPFG, ke depan trennya juga akan mengarah dibutuhkannya
kantor-kantor audit syariah independen. Hal ini untuk mengurangi terlalu
tersentralisasinya review Islam di DPS.[28]
F.
Potensi Pasar dan Peran Dana Pensiun Syariah
Pengelolaan dana pensiun yang sesuai dengan ajaran Islam akan
memiliki banyak manfaat bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang loyal
terhadap syariah. Al-quran sendiri mengajarkan umatnya untuk tidak meninggalkan
keturunan yang lemah dan menyiapkan hari esok agar lebih baik. Ajaran ini dapat
dimaknai sebagai pentingnya pencadangan sebagian kekayaan untuk hari depan. Demikian
ini sangat penting, mengingat setelah pensiun, manusia masih memiliki kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi. Dengan cadangan dana tersebut, ketika seseorang
memasuki masa kurang produktif, masih memiliki sumber pendapatan.
Dana pensiun syariah memiliki potensi besar untuk berkembang di
Indonesia, hal ini bisa ditandai dengan alasan :
1.
Masih
sedikit proporsi masyarakat yang mau mengikuti dana pensiun.
2.
Berkembangnya
lembaga keuangan dan bisnis syariah, tentunya SDM yang bekerja dalam institusi
tersebut menjadi segmented target dan captive market yang jelas
bagi dana pensiun syariah.[29]
3.
Rasa
percaya (trust), rasa memiliki dan awarness masyarakat terhadap
pentingnya industri keuangan dan bisnis syariah yang terus membaik program dana
pensiun syariah Manulife yang berkembang relatif cukup baik.[30]
Untuk dapat memahami peran dana pensiun perlu dilihat pada
konsideran UU No. 11 / 1992 sebagai berikut .
1.
Bahwa
sejalan dengan hakikat pembangunan nasional, diperlukan penghimpunan dan
pengelolaan dana guna memelihara kesinambungan penghasilan pada hari tua dalam
rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.
Bahwa
dana pensiun merupakan sarana penghimpunan dana guna meningkatkan peran serta
masyarakat dalam melestarikan pembangunan nasional yang mengikat dan
berkelanjutan.
3.
Bahwa
adanya dana pensiun dapat pula meningkatkan motivasi dan ketenangan kerja untuk
meningkatkan produktivitas.
4.
Dana
pensiun yang sangat besar jumlahnya dan dapat berperan secara aktif dalam
pembiayaan pembangunan, sebagai salah satu lembaga keuangan penghimpunan dana,
sekaligus membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja
dan memperbesar produksi nasional.[31]
KESIMPULAN
Dana pensiun sesuai dengan undang-undang No. 11 Tahun 1992 adalah
badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat
pensiun. Penyelenggaraan dana pensiun dapat dikelola oleh pemberi kerja atau
dengan menyerahkan kepada lembaga-lembaga keuangan yang menawarkan jasa
pengelolaan dana pensiun. Dana pensiun syariah adalah dana pensiun yang
dikelola berdasarkan prinsip syariah.
Ide
dana pensiun diselenggarakan untuk memberikan jaminan kesejahteraan bagi
karyawan atau keluarganya pada saat karyawan memasuki masa pensiun atau
mengalami kecelakaan semasa kerja yang mengakibatkan cacat tubuh atau meninggal
dunia. Jaminan kesejahteraan tersebut dalam bentuk pensiun (pensiun benefit)
diberikan kepada karyawan atau keuarganya yang dibayarkan secara berkala
sesuai dengan peraturan dana pensiun.
Dana
pensiun pada prinsipnya di perbolehkan jika dikelola dengan cara yang sesuai
dengan syariah dan menghindari trust atau bunga. Sehingga dana pensiun syariah
yang berkembang lebih lanjut perlu adanya regulasi dan ketetapan fatwa MUI yang
harapannya dapat berkembang di pangsa pasar yang lebih kompetitif. Program pensiun
syariah di Indonesia masih dilaksanakan secara terbatas oleh DPLK di beberapa
bank dan asuransi syariah. Perkembangan dana pensiun syariah relatif tertinggal
bila dibandingkan dengan industri keuangan syariah yang lain. Hal ini terjadi
diantaranya disebabkan minimnya dukungan strategi dan regulasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, Abdul Ghofur, Prof. Dr. S.H., M.H. 2008. Penerapan
Prinsip Syariah Dalam Lembaga Keuangan dan Lembaga Pembiayaan dan Perusahaan
Pembiayaan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008.
Budisantoso, Totok dan Sigit Triandaru 2006. Bank dan Lembaga
keuangan Lain, Jakarta : Salemba Empat.
Darmawi, Herman, Drs. 2006. Pasar Finansial dan Lembaga-Lembaga
Finansial, Jakarta : PT Bumi Aksara.
Huda, Nurul dan Mohammad Heykal. 2010. Lembaga Keuangan Islam :
Tinjauan Teoritis dan Praktis, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Huda, Nurul dkk. 2012. Keuangan Publik Islam : Pendekatan
Teoritis dan Sejarah, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Pandia, Frianto. SE., dkk. 2005. Lembaga Keuangan, Jakarta :
PT Rineka Cipta.
S, Burhanuddin. 2011. Hukum Bisnis Syariah, Yogyakarta : UII
Press.
[1] Drs. O. P.
Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, (Bogor :
Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 184.
[2] Ibid., hlm. 185.
[3] Burhanuddin S,
Hukum Bisnis Syariah, (Yogyakarta : UII Press, 2011), hlm. 200.
[4] Totok
Budisantoso dan Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga keuangan Lain........hlm.
268.
[5] Ibid.,
hlm. 268.
[6] Ibid., hlm.
269.
[7] Ibid., hlm.
271.
[8] Frianto
Pandia, SE., dkk, Lembaga Keuangan, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005),
hlm. 124.
[9] Totok
Budisantoso dan Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga keuangan Lain........hlm.
272.
[10] Ibid., hlm.
274.
[11] Nurul Huda dan
Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam : Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta
: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 337.
[12] Drs. Herman
Darmawi, Pasar Finansial dan Lembaga-Lembaga Finansial, (Jakarta : PT
Bumi Aksara, 2006), hlm. 219.
[13] Drs. O. P.
Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank.....hlm. 187.
[14] Drs. Herman
Darmawi, Pasar Finansial dan Lembaga-Lembaga Finansial, .....hlm. 219.
[15] Totok
Budisantoso dan Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga keuangan Lain......hlm.
276.
[16] Drs. Herman
Darmawi, Pasar Finansial dan Lembaga-Lembaga Finansial......hlm. 219.
[17] Totok
Budisantoso dan Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga keuangan Lain........hlm.
272.
[18] Ibid., hlm.
273-274.
[19] Prof. Dr.
Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H., Penerapan Prinsip Syariah Dalam Lembaga
Keuangan dan Lembaga Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan, (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 91.
[20] Ibid., hlm.
92.
[21] Nurul Huda dan
Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam : Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta
: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 342.
[22] Ibid., hlm. 343.
[23] Prof. Dr.
Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H., Penerapan Prinsip Syariah Dalam Lembaga
Keuangan dan Lembaga Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan, (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 94.
[24] Nurul Huda dan
Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam : Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta
: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 346.
[25] Ibid., hlm. 347.
[26] Ibid., hlm. 348.
[27] Ibid.,
hlm. 358-360.
[28] Ibid., hlm.
354.
[29] Nurul Huda
dkk, Keuangan Publik Islam : Pendekatan Teoritis dan Sejarah....hlm.
302.
[30] Ibid., hlm.
303.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar